The Protecting Blood

By fa_safira

36.1K 1.5K 41

"Darah yang Melindungi" [[DONE]] "Seekor hyena menyeret tubuh Margarett ke atas pohon tak lama setelah ia mel... More

Pendahuluan
Chapter 1 - Pulau Nieffe
Chapter 2 - Hyena?
Chapter 3 - Pertanyaan
Cast of Characters
Chapter 4 - Pertanyaan (2)
Chapter 5 - Tertinggal
Chapter 6 - Tertinggal (2)
Chapter 7 - Bermalam
Chapter 8 - Ada Apa Denganmu, Jerry?
Chapter 9 - Rahasia Charly
Chapter 10 - Pergi
Chapter 11 - Kembali
Chapter 12 - Kembali (2)
Chapter 13 - Pertemuan
Numpang Promosi
Chapter 14 - Penglihatan
Chapter 15 - Penglihatan (2)
Chapter 16 - Penglihatan (3)
Chapter 17 - Penglihatan (4)
Chapter 18 - Kejutan
Chapter 19 - Sebuah Pelukan
Cast of Characters (part 2)
Chapter 20 - Tamu Tak Diundang
Chapter 21 - Tragedi
Chapter 22 - Tragedi (2)
Bonus Chapter - Pasca Tragedi
Chapter 23 - Pasca Tragedi (2)
Chapter 24 - Menemui Charly?
Chapter 25 - Pengakuan
Chapter 26 - Es Krim
Chapter 27 - Penyusup
Chapter 28 - Penjelasan
Chapter 29 - Pemberitahuan
Chapter 30 - Kembali ke Rumah
Chapter 31 - Kunjungan
Chapter 32 - Bukan Sekedar Rahasia
Chapter 33 - Bukan Sekedar Rahasia (2)
Chapter 34 - Aku (tidak) Mati
Chapter 36 - Pelarian (2)
Chapter 37 - Yang Tak Diinginkan
Chapter 38 - Perjalanan Sendiri
Chapter 39 - Mengetahui
Chapter 40 - Ritual Pembatalan Perjanjian Darah
Chapter 41 - Bertemu Dad
Chapter 42 - Bangun dari Tidur Panjang
Intip Karakter Utama: Juney & Charly
Chapter 43 : Kalung dan Pesan
Chapter 44 - Charly
Last Chapter - Pernikahan

Chapter 35 - Pelarian

368 15 0
By fa_safira

Selamat Membaca! :D

***

Aku mendengar derit gorden dibuka. Cahaya matahari masuk menerangi seluruh sudut kamarku yang lampunya sudah padam. Aku sudah benar-benar terjaga dari tidurku. Aku menoleh kecil ke arah datangnya suara. Rasa sakit di leherku sudah banyak berkurang, tapi tidak bisa kupungkiri masih ada nyeri di pangkal leherku. Di dekatku ada Mom yang berbentuk siluet, itu karena ia membelakangi cahaya dari jendela.

"Aku benar-benar khawatir padamu tadi malam. Jerry meneleponku dari telepon rumah kita. Saat aku kembali kau sedang tidur, dan Jerry ada di sofa ruang tamu. Kenapa bisa terjadi seperti itu, Sayang?" tanya Mom cemas. Ia menyentuh pipiku dengan ekspresi yang sangat-sangat-sangat dalam. "Kau tahu kan aku sangat jarang bersamamu. Kuhabiskan sebagian besar waktuku untuk pekerjaan. Dan hal-hal semacam ini membuatku sangat khawatir."

"Maafkan aku, Mom. Aku baik-baik saja," balasku diakhiri dengan satu senyuman manja.

"Kau tidak baik-baik saja. Kau perlu ke dokter, Sayang..." Mom merayuku.

Tidak! Dokter pasti akan memeriksaku apakah tulang leherku patah atau tidak. Dan ia bisa menganalisis dan mungkin membuat kesimpulan bahwa ini adalah luka akibat percobaan bunuh diri. Jika sampai itu terjadi, tamatlah riwayatku karena Mom pasti akan menangis sambil memarahiku seharian. Ia pasti akan ceramah ini itu sampai aku ketiduran. Ini tidak baik. Sungguh aku tidak menginginkannya. "Tidak perlu, Mom. Aku baik-baik saja. Hanya pegal sedikit di tengkukku." Ini sedikit logis mengingat Jerry bilang aku tertimpa pajangan dinding.

Mom menatapku seolah ia memeriksa apa ada kebohongan di wajahku. Tapi sepertinya Mom tidak cukup teliti untuk menemukannya.

"Aku harus berkunjung ke rumah Mrs. Edellaine untuk berterima kasih."

"Oh! Eumm... Sebenarnya Jerry sudah melakukan itu kemarin."

Bohong lagi.

"Kalau begitu baiklah." Mom menatap jam tangannya. Dengan setelan seperti itu aku yakin Mom akan berkata: "Maafkan aku ya, Sayang. Aku harus bekerja."

Dugaanku benar.

"Hari ini Jerry tidak ada kuliah jadi aku menitipkanmu padanya. Dia tidak tidur semalaman menjagamu sampai aku kembali. Sekarang sepertinya dia sedang kelelahan. Biarkan dia beristirahat dulu, oke? Dan... jaga dirimu baik-baik. Kau juga perlu istirahat." Mom mencium keningku dan berlalu pergi.

Tidak lama setelah kudengar mobil Mom meninggalkan halaman rumah, kuputuskan untuk turun dan melihat Jerry. Benar, ia memang tidur di sofa ruang tamu. Ia tampak sangat kelelahan, seperti kata Mom. Jadi aku membiarkannya.

Telepon berdering. Aku berjalan pelan menghampiri.

"Halo?"

"Ya, halo. Siapa ini?" tanyaku pada seorang pria yang meneleponku.

"Ini Charly. Apa ini Patricia?" tanyanya lagi.

"Hm-mmh," jawabku singkat. Charly? Tahu nomorku dari mana?

"Aku ada firasat ayah sedang datang untuk mencarimu. Aku perlu membawamu ke tempat lain, Patricia."

"Tapi-" kalimatku menggantung.
Sambungan telepon berakhir begitu saja. Itu bukan aku tapi Charly.

Aku gemetaran setengah mati hanya untuk meletakkan gagang telepon itu kembali ke tempatnya semula. Aku panik dan berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarku. Aku akan berkemas, tidak peduli apa pun di sini. Aku harus pergi. Sumpah aku takut setengah mati. Seorang malaikat maut sedang bergerak kemari! Untuk menangkapku!

Pikiranku mungkin sudah terguncang. Baru kemarin aku berniat menghabisi hidupku, dan sekarang aku bersikeras akan pergi dan menyelamatkan nyawaku. Gagasan untuk bunuh diri untuk kedua kali bahkan terdengar sangat-sangat konyol. Dan aku tidak akan melakukan itu lagi karena rasanya sangat menyakitkan.

***

Aku tahu menunggu di dalam rumah penuh resiko itu karena bunyi bel akan membangunkan Jerry dan rencanaku bertemu dengan Charly pasti akan gagal. Jadi kuputuskan menunggu Charly di depan pintu. Aku duduk di sana memeluk tas berisi satu setel pakaian dan perlengkapan primer lainnya. Sambil menunggu aku mengamati mobil-mobil yang lewat di depan rumah. Tidak ramai tapi cukup malas aku menghitung jumlahnya. Dan tidak sampai lima belas menit kemudian sebuah jeep yang amat kukenal berhenti dan hendak masuk ke halaman rumahku. Aku berlari menghampiri dan berusaha mendekat pada si pengemudi.

"Ssstt..." Aku meletakkan telunjukku di depan bibir. "Jangan masuk!" larangku setengah berbisik dengan gelengan penuh penekanan.

Charly tampak bingung. Tapi ia menghentikan laju kendaraannya itu. "Kenapa?" tanyanya juga setengah berbisik. Mungkin ia mengikutiku.

Langkahku kini sudah berhenti tepat di samping Charly. "Jerry ada di dalam. Ia tidak akan suka melihatmu di sini," jelasku pada Charly.

"Kalau begitu masuklah."

Aku mengangguk dan segera duduk di kursi depan di samping Charly.

"Sudah baikan?" tanya Charly tanpa menoleh.

"Aku tahu itu pasti kau." Aku menyilangkan lengan di depan dada.

Mobil melaju semakin pelan. Semakin pelan lagi. Dan akhirnya berhenti di bahu jalan.

"Aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu lagi."

Aku menggigit bagian dalam bibir bawahku.

"Kau tahu, Elena sudah pergi meninggalkanku." Charly mengalihkan matanya dariku. "Aku tidak ingin kau juga pergi, Gadis Kecil..." Air wajahnya melemah dan ada kesenduan dalam mata coklatnya.

Tapi yang lebih membuatku tidak enak hati berada dalam situasi ini adalah mendengar pengakuannya. Iya, aku telah membuat kesalahan. Dan kepergian Elena mungkin juga karenaku.

"Bisakah ia kembali untuk kita lagi?" tanyaku tidak yakin dengan pertanyaan yang kulontarkan.

"Tidak. Yang gugur tidak boleh kembali lagi. Meskipun ada cara lain di sana, aku tidak akan mengambilnya. Tidak untuk kedua kalinya. Ayahmu sudah memberikannya pada kami. Sebuah kehidupan utuh. Kau tahu, sejak dulu aku selalu senang melihat adikku tumbuh dewasa. Meski pun aku tahu suatu saat semuanya akan berakhir, tapi ini cukup. Aku sudah menerima kepergiannya. Dan sekarang, jika seseorang akan mengambilmu hanya agar kau membeku di bawah bulan purnama kedua, aku tidak akan membiarkannya. Aku menemukan sosok adikku dalam dirimu. Mungkin itu karena kalian memang bersaudara. Ada darah yang sama yang mengalir di dalam diri kalian."

Sebegitu dalamnya kasih sayang Charly pada Elena, kakakku. Meski ia tahu pertalian darah mereka tidaklah sempurna.

Aku tidak punya pilihan selain mengheningkan suasana di sini. Kata-kata Charly terdengar sangat dalam. Penuh sentuhan emosional di sana. Aku tidak bisa merusaknya dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh yang membuat siapa pun kesal dengan itu.

Jujur saja, aku tetap diam. Padahal saat ini otakku sedang mengatakan: "Bukankah seharusnya Elena tidak terpengaruh dengan perjanjian darah karena ia juga keturunan dari Dad?"

Untuk beberapa waktu kami terdiam sampai mobil perlahan menyusuri jalurnya lagi. Blok demi blok terlewati. Dan kami mulai bergerak ke utara.
Sebenarnya Charly akan membawaku ke mana, sih?

"Kita akan ke Cambridge untuk beberapa waktu," kata Charly ringan. Waktu yang tepat karena aku baru saja bertanya dalam hati.

Tapi tunggu...

"APA?! Cambridge?" pekikku sampai membuat mata Charly berkedut menahan sakit di telinganya.

"Hanya sampai bulan purnama berakhir."

"Tapi itu dua minggu lagi, Charly?!" Gila, ini baru pertengahan bulan dan bulan purnama akan terjadi di akhir Desember ini.

"Aku membawamu pergi untuk menghindari mereka yang mencarimu sebelum bulan purnama."

"Kau pasti sudah gila! Aku belum bicara pada Mom dan Jerry tentang kepergianku." Dan maksudku aku hanya membawa perlengkapan untuk sehari saja.

"Kita akan melakukannya setiba di sana."

***bersambung***

Komen dan vote ya bro en sis. Ditunggu haha.

Continue Reading

You'll Also Like

114K 8.1K 47
[Follow dulu yuk!] Jacob pendiam. Jacob tidak pintar namun tidak bodoh. Semua orang bilang Jacob aneh. Beberapa bilang Jacob gila. Jacob selalu menut...
1.4K 301 39
Apa yang mampu seseorang sembunyikan di masa lalu? *** Dia Elena, gadis sederhana yang mencari bahagia. Hadirnya adalah senja. Kadang datang memberi...
361K 20.8K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
92.2K 5.9K 38
"I found peace in your violence." Perjodohan, gaun, sepatu hak tinggi, dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang princess, membuat Azaria membenci h...