The Protecting Blood

By fa_safira

36.1K 1.5K 41

"Darah yang Melindungi" [[DONE]] "Seekor hyena menyeret tubuh Margarett ke atas pohon tak lama setelah ia mel... More

Pendahuluan
Chapter 1 - Pulau Nieffe
Chapter 2 - Hyena?
Chapter 3 - Pertanyaan
Cast of Characters
Chapter 4 - Pertanyaan (2)
Chapter 5 - Tertinggal
Chapter 6 - Tertinggal (2)
Chapter 7 - Bermalam
Chapter 8 - Ada Apa Denganmu, Jerry?
Chapter 9 - Rahasia Charly
Chapter 10 - Pergi
Chapter 11 - Kembali
Chapter 12 - Kembali (2)
Chapter 13 - Pertemuan
Numpang Promosi
Chapter 14 - Penglihatan
Chapter 15 - Penglihatan (2)
Chapter 16 - Penglihatan (3)
Chapter 17 - Penglihatan (4)
Chapter 18 - Kejutan
Chapter 19 - Sebuah Pelukan
Cast of Characters (part 2)
Chapter 20 - Tamu Tak Diundang
Chapter 22 - Tragedi (2)
Bonus Chapter - Pasca Tragedi
Chapter 23 - Pasca Tragedi (2)
Chapter 24 - Menemui Charly?
Chapter 25 - Pengakuan
Chapter 26 - Es Krim
Chapter 27 - Penyusup
Chapter 28 - Penjelasan
Chapter 29 - Pemberitahuan
Chapter 30 - Kembali ke Rumah
Chapter 31 - Kunjungan
Chapter 32 - Bukan Sekedar Rahasia
Chapter 33 - Bukan Sekedar Rahasia (2)
Chapter 34 - Aku (tidak) Mati
Chapter 35 - Pelarian
Chapter 36 - Pelarian (2)
Chapter 37 - Yang Tak Diinginkan
Chapter 38 - Perjalanan Sendiri
Chapter 39 - Mengetahui
Chapter 40 - Ritual Pembatalan Perjanjian Darah
Chapter 41 - Bertemu Dad
Chapter 42 - Bangun dari Tidur Panjang
Intip Karakter Utama: Juney & Charly
Chapter 43 : Kalung dan Pesan
Chapter 44 - Charly
Last Chapter - Pernikahan

Chapter 21 - Tragedi

485 19 0
By fa_safira

Selamat Membaca! :D

***

Aku menoleh dan mataku menangkap dua orang pria bertubuh kekar sedang berdiri di batas ruang tengah dan ruang tamu. Mereka memiliki kunci mobilku!

Whitney bersembunyi di balik punggungku. Tanpa berpikir aku sudah tahu bahwa mereka adalah dua orang itu. Mereka baru saja masuk ke rumahku! Sialan!

"Dia lebih cantik dari dugaanku, Ron," kata pria yang memakai topi hitam dan jaket kulit lusuh. Ia tidak henti menatapku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sejauh ini Whitney benar. Mereka tampak kuno. Gaya busana mereka mirip Charly saat pertama aku bertemu dengannya.

"Patricia Juney Atherton..." Pria satunya, yang mengenakan bandana akhirnya bersuara. Namaku terdengar menjijikkan ketika pria itu mengucapkannya. "Jadi itu namamu ya, Gadis Manis..."

"Jangan ganggu kami!" ancamku dengan beberapa sisa keberanian yang masih kumiliki.

"Oh! Tidak, tidak. Kami tidak akan mengganggu kalian..." kata Si Bandana sambil berjalan perlahan mendekatiku. Senyumnya licik, membuatku semakin membenci pria itu.

"Berhenti! Sebenarnya apa yang kalian inginkan dariku?! Siapa kalian?!"

"Itu tidak penting, Sayang..." kata Si Topi Hitam dengan nada yang sama menjijikkannya dengan Si Bandana. Kali ini ia yang maju mendekatiku. "Kami tawarkan kesepakatan yang cukup bagus untuk kita semua."

Pria itu menungguku berkomentar. Tapi tidak ada yang kuucapkan. Sementara di belakangku, Whitney semakin histeris melihat dua orang di depan kami.

"Kau ikut bersama kami dan mereka semua akan baik-baik saja-" Si Bandana menjentikkan ibu jarinya dan menunjuk fotoku bersama Mom dan Jerry. "...atau kami akan menyakiti mereka sampai kau dengan sukarela menyerahkan diri?"

"Kau tidak bisa mengancamku!" Seruan ini terdengar sangat naif. Mereka benar-benar sedang mengancammu, Juney! Mereka bahkan bisa melakukan apapun yang mereka inginkan padamu!

Dua pria asing itu semakin mendekatiku. Sesekali mereka menggeram dan menimbulkan suara mirip hewan buas yang hendak menerkam mangsanya. Kami berdua terhimpit dinding dan terpojok oleh ketakutan kami pada tatapan mengancam dua pria itu. Whitney sekarang berdiri di sampingku. Ia tidak bisa lagi bersembunyi karena aku juga semakin mundur dan menempel tembok. Aku menatapnya sekilas lalu kembali pada mereka. Tanganku menggerayang ke sekitar tubuhku, berusaha mencari benda apapun yang bisa kujadikan pemukul untuk dua orang sialan itu. Dapat! Aku dapat guci! Dan ya, aku ada di pintu sekarang. Kuputar gagang pintu di belakangku. Aku tetap menghadap dua pria itu dengan ketakutan. Sial! Pintu terkunci dan lagi-lagi kuncinya hilang.

"Kami tidak akan melupakannya, Sayang!" Si Topi Hitam menggoyang-goyangkan kunci pintu di depan wajahnya. "Setelah temanmu yang tidak berguna itu kabur, kami menyadari keteledoran kami sebelumnya."

Kedua orang sialan itu tersenyum licik sambil menyentuh lenganku. Sentuhan yang menjijikkan! Aku langsung memukulkan guci itu ke kepala mereka. Prang! Guci pecah berkeping-keping dan mereka menatapku marah.

"Gadis sialan!" Si Bandana menyeret lenganku. Ia lalu mengikat tangan dan membebat mulutku dengan kain putih tebal. Aku tidak bisa bicara! Ditambah tidak bisa bergerak!
Hanya butuh beberapa detik saja setelah itu ia berhasil menggendongku di atas salah satu pundaknya. Aku meronta sekuat tenaga. Tapi pria ini punya otot yang sangat kuat untuk menahanku tetap dalam gendongannya.

"Lepaskan aku!" Aku memukul-mukul punggungnya sementara Si Topi Hitam menahan Whitney sambil membuka pintu.

Aku terus meronta sambil berteriak. Tapi tidak satu pun orang datang. Benar, ini jam sekolah dan kerja. Rumah-rumah di sebelahku pasti kosong. Benar-benar sialan!

Aku dibawa keluar. Yang kulihat hanya Whitney, berteriak di pintu dengan lengan Si Topi Hitam yang melingkari tubuhnya. Si Topi Hitam menggerakkan tangannya ke saku. Ia mengambil sesuatu dari sana. Sebilah. Bercahaya. Pisau! Itu pisau! Aku menjerit dan meronta. Saat aku kembali melihat Whitney, tatapannya memudar dan ia terhuyung lemas ke lantai. Si Topi Hitam menarik pisaunya yang baru saja menembus perut Whitney.

"Whitney! Whitney!" Aku menangis memanggil namanya meski mulutku terlilit kain. "Tolong! Seseorang, tolong kami! Seorang pria bertopi hitam baru saja menusuk temanku! Tolong!" pekikku tidak jelas.

Si Bandana tampak tenang-tenang saja. Ia kemudian memasukkanku ke dalam mobil. Ia setengah membantingku ke kursi belakang mobilnya. Aku menendang-nendang agar pintunya tidak bisa ditutup. Pria itu menjegal kakiku. Ia mengikatku lagi! Selesai mengikatku, ia menutup pintu mobil. Cip! Cip! Alarm mobil berbunyi dua kali.

Keringat membanjiri tubuhku. Aku berusaha meloloskan diri dari ikatan erat tali sialan ini, tapi aku tidak bisa. Terlalu ketat!
Aku melihat kedua pria itu sedang membicarakan sesuatu di depan rumahku. Dan di ujung sana bisa kulihat juga Whitney masih tergeletak tidak berdaya.

"Apa Whitney sudah mati?" tanyaku dalam hati. Tanpa sadar air mata kembali jatuh dan membasahi pipiku. Air mata ketakutan bercampur dengan kesedihan. "Apa semua ini salahku, Tuhan?" Aku membenturkan kepalaku ke kaca mobil. Lebih karena perasaan bersalah. Tapi juga maksudnya untuk memberi tahu seseorang yang mungkin kebetulan lewat dan mendengarnya.

Alarm peringatan pada mobil kembali berbunyi. Berarti ada seseorang! Dan ia pasti baru saja menyentuh salah satu bagian mobil ini.

"Tolong! Tolong!" racauku tidak jelas.

Alarm mobil masih berbunyi panjang. Seorang pria berkaos hitam membuka pintu di sampingku. Terlihat mudah saja, tanpa hambatan. Jantungku berpacu gugup. Aku harus cepat kabur, dengan atau tanpa orang itu (yang menyelamatkanku). Pria yang juga belum sempat kulihat wajahnya itu tanpa persetujuan menarikku keluar.

"Masuk ke mobilku, Patricia!" kata pria itu sambil melepaskan ikatan di kakiku.

Charly?

Mataku beralih pada jeep di belakang sedan hitam. Aku hampir saja berlari menuju jeep itu jika saja aku tidak ingat bahwa Charly adalah seorang... ah.. entahlah, manusia hyena. Apakah ada jaminan ia tidak akan melakukan hal yang sama padaku?

Dua pria yang hendak menculikku berlari menghampiri Charly dan aku yang masih berdiri mematung di dekat sedan itu.

"Cepat Patricia!" Charly mendorongku untuk segera pergi.

Aku tidak mengerti sama sekali kenapa kakiku berlari begitu saja menuju jeep yang terparkir sembarangan di pinggir jalan di depan rumahku itu. Aku masuk dan menguncinya. Aku berniat kabur membawa mobil Charly, tapi di sana tidak ada kuncinya. Dan apakah yang kulakukan ini benar, sementara di luar sana Charly sedang berkelahi dengan dua orang yang bahkan tidak memberitahu siapa mereka sebenarnya. Aku harus bagaimana??

Di awal kulihat Charly berhasil menangkis serangan dua pria itu, sekali pun dengan tangan kosong. Charly terlihat lebih unggul dari mereka. Gerakannya cepat dan tangguh. Tapi aku hampir melupakannya, Si Topi Hitam membawa pisau! Dan Charly terlambat menyadari. Pisau itu berhasil menggores lengan kirinya cukup dalam. Charly memegangi lengannya sambil terus melawan. Gerakannya tidak setangkas sebelumnya, dan dua pria itu memanfaatkan saat-saat lemah Charly. Tidak butuh waktu lama, Si Topi Hitam berhasil menjegalnya. Ia berseru, "Kami hanya menjalankan perintah ayahmu, Charly! Benar, ayahmu saja meragukanmu! Kau pasti akan membawa lari gadis itu 'kan?!"

Apa maksudnya?

"Diam kau!" hardik Charly sambil mencoba kabur dari jegalan Si Topi Hitam.

Sementara Si Bandana bergerak ke arahku. Ia menarik gagang pintu. Tapi gagal. Aku baru saja menguncinya. Ia beralih memecahkan kaca di depanku dengan tangan kosong. Aku beringsut mundur dibarengi gemetar yang menjadi-jadi. Tangannya masuk dan merogoh kunci pintunya. Aku memukul tangan pria itu, membuat lengan besarnya berdarah menusuk sisa pecahan kaca pada jeep yang menjadi tempat persembunyianku.

"Sialan!" umpat pria itu. Iris matanya kuning menyala menatapku. Dan aku tidak yakin apa aku baru saja berimajinasi atau ini sungguhan, gigi taringnya memanjang dan memendek bersamaan. Ya Tuhan! Makhluk apa sebenarnya pria ini?!

Aku terus memukuli lengan pria itu, tapi ia berhasil meraih pembuka kuncinya. Pintu menjeblak dan ia langsung menarikku. Lagi-lagi aku ditarik olehnya. Aku menjerit sebisaku. Kulihat Charly masih melawan Si Topi Hitam. Saat tau aku menjerit histeris hendak dimasukkan lagi ke dalam sedan, Charly seperti orang kesetanan membenturkan bagian belakang kepalanya pada wajah Si Topi Hitam. Hanya sepersekian detik sebelum Si Bandana menyadari Charly berlari ke arahku, tiba-tiba tanganku terasa nyeri dan panas. Kulihat di sana darah keluar dengan cepat, menetes dan beberapa jatuh di atas aspal. Aku panik dan terpaku dengan itu. Aku meringis sambil mencoba menghentikan pendarahan di-yang baru kusadari-nadiku.

Dua pria bertubuh besar yang semula berniat menculikku entah bagaimana tiba-tiba diam mematung dan setelah itu api besar membakar tubuh mereka berdua. Mataku membelalak tidak percaya. Api itu benar-benar membakar mereka! Yang terjadi selanjutnya adalah mereka hilang. Ya, hilang! Dan kudapati Charly berdiri di depanku dengan tatapan kosong sambil mengenggam pecahan kaca yang salah satu sisinya berwarna merah. Seperti darah?

"Apa kau yang melakukan ini padaku? Mengapa mereka mengenalmu? Dan apa yang terjadi pada mereka? Apa ini ada hubungannya dengan perjanjian itu?" tanyaku hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja kulihat.

Charly menatapku. Ia membuang pecahan kaca di tangannya. Ia berjalan mendekatiku.

"Jangan mendekat!" larangku. Kakiku sedikit terseok ke belakang.

Charly tetap mendekatiku. Aku terpojok oleh sedan di belakangku sementara Charly terus memotong ruang di antara kami. Ia meraih tanganku yang terluka, lalu dirobeknya sebagian kaos hitamnya itu. Ia membebatkan potongan kaos itu ke tanganku.

"Maafkan aku Patricia..." ucap Charly dengan nada rendah sesaat setelah ia selesai mengikatkan potongan kaosnya pada tanganku.

***bersambung***

Jangan lupa vote dan comment yaa... (^_^)/

Continue Reading

You'll Also Like

92.2K 5.9K 38
"I found peace in your violence." Perjodohan, gaun, sepatu hak tinggi, dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang princess, membuat Azaria membenci h...
1.1M 82.8K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
1.4K 301 39
Apa yang mampu seseorang sembunyikan di masa lalu? *** Dia Elena, gadis sederhana yang mencari bahagia. Hadirnya adalah senja. Kadang datang memberi...
271K 713 9
konten dewasa 🔞🔞🔞