NOIR

By renitanozaria

15.9M 1.4M 314K

Book One - Noir [Completed] Book Two - Noir : Tale of Black and White [Completed] More

prolog
satu
dua
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
mozaic
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua
tiga puluh tiga
tiga puluh empat
tiga puluh lima
tiga puluh enam
tiga puluh tujuh
tiga puluh delapan
tiga puluh sembilan
empat puluh
empat puluh satu
empat puluh dua
NOIR - TALE OF BLACK AND WHITE
#01
#02
#03
#04
#05
#06
#07
#08
#09
#10
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
29 - Story of Red Moon
appetizer
#29
#30
#31
Extra: Gadis Kulit Jeruk
#32
#33
#34
#35
#36
#37
#38
#39
ES CENDOL
EPILOG
EXTRA - PINDAHAN
EXTRA - DONGENG
EXTRA - PERANG SAUDARA
EXTRA

tiga

347K 33K 8.7K
By renitanozaria

Kening Suri langsung berlipat begitu dia turun dari mobil, dan ketiga kakaknya mengikuti. Bukan, dia bukan sedang merasa heran karena Chandra, Calvin dan Cetta yang ikut turun bersamanya, melainkan karena masing-masing dari mereka tampak membawa sebuket bunga yang entah mereka siapkan sejak kapan. Otomatis, langkah kaki Suri langsung terhenti, membuat ketiga kakaknya ikut berhenti berjalan dan balik menatapnya penuh tanya.

"Kenapa?" Chandra bertanya.

"Kenapa kalian pada bawa bunga?"

"Suri, adikku sayang, ketika perang, kita butuh strategi dan amunisi. Strateginya adalah kehadiran abang-abangmu yang tampan ini. Amunisinya adalah," Chandra mengangkat bunganya ke depan wajah, membuat beberapa siswi yang sejak tadi memperhatikan mereka langsung dibuat mabuk kepayang olehnya. "bunga ini."

"Guru matematikaku tuh udah tua, tau! Jangan samakan dia dengan abg labil yang bisa langsung tepar cuma karena dikasih bunga. Salah-salah, malah kalian bisa kena semprot omelannya."

"Suri, Suri, dengerin abang," Chandra menyahut lagi dengan nada sok lembut berlagak penuh perhatian. "Tua atau muda, guru kamu itu tetap wanita. Dan nggak ada wanita yang nggak lemah kalau sudah dikasih bunga."

"Tapi, bang—"

"Percaya sama abang. Kamu sendiri sudah tahu kan gimana rekor abang menaklukan hati kaum hawa?"

Serempak, Suri, Calvin dan Cetta memasang wajah ingin muntah.

"Terserah abang aja." Suri mendengus sebelum melanjutkan lagi geraknya yang sempat terhenti diiringi hentakan kaki. Benar seperti dugaannya, begitu mereka berjalan melewati pintu masuk sekolah, mata mayoritas siswa putri langsung dibuat terbelalak hingga ke bukaan maksimal. Beberapa memekik, memanggil nama Cetta dan Chandra dengan jerit tertahan. Beberapa yang lain menatap penuh kagum pada Calvin, terutama mereka yang termasuk kalangan siswi pintar berkacamata. Kontan, Suri dibuat muak karenanya.

"Kalian tuh," Suri berbalik tiba-tiba sejenak sebelum mereka tiba di muka pintu ruang guru. "Mau negosiasi sama guru matematikaku atau mau fashion show di sekolah, sih?"

"Kenapa? Abang kan nggak ngapa-ngapain," Cetta menyahut dengan dahi berlipat.

"Abang juga nggak ngapa-ngapain," Chandra dan Calvin turut menimpali hampir serempak.

Suri memutar bola matanya. "Duh. Masalahnya, kalian tuh mau nggak ngapa-ngapain juga kelihatannya kayak lagi ngapa-ngapain!"

"Harusnya kamu bangga dong, Culi, kamu punya abang yang unyu kayak kita-kita," Chandra berujar, membuat Suri membuang napas keras-keras dari mulut, meniup sejumput rambut yang jatuh di dahinya. Seandainya saja semuanya semudah itu. Kalau saja dia adalah remaja puteri normal dengan teman segudang dan pacar tampan, pasti dia sudah akan dipuja oleh siswa seisi sekolah. Namun masalahnya, dia tercipta sebagai Oriana Suri Laksita—si gadis aneh yang sering kedapatan mengobrol dengan makhluk tak terlihat. Boro-boro punya pacar tampan, jumlah temannya saja bisa dihitung pakai jari! Siapa sih yang mau berteman dengan bocah berkakak galak dengan kemampuan melihat hantu?

"Bu Asturo adalah di dalam. Meja paling kiri urutan ketiga. Hari ini dia sudah pasti datang pagi karena kelas 12 IPA 3 ada pelajaran matematika jam tujuh lewat lima belas menit nanti. Jangan bertingkah lebay, oke? Jantungnya Bu Asturo udah lemah, soalnya doi udah tua."

"Sip,"Calvin mengacungkan jempolnya, sebelum kemudian membungkuk untuk berbisik keras pada Suri. "Jangan khawatir. Kamu pasti bisa ikut ulangan susulan minggu-minggu ini!"

"Oke."

Terdiam disana dengan pandangan setengah khawatir setengah penuh harap, Suri menyaksikan ketiga abangnya masuk satu-persatu, kemudian tertelan pintu yang tertutup. Dia berniat berdoa, dan mungkin sudah tenggelam dalam kesyahduan hubungan antara dirinya dengan sang pencipta kalau saja sebuah lengkingan tidak mengganggunya. Merasa doanya terinterupsi dengan sangat tidak sopan, Suri membuka kedua matanya hanya untuk menoleh penuh geram pada sosok yang kini berada di sebelahnya.

"Tumben amat pagi-pagi udah berdoa."

"Ngapain lo disini?" Suri berbisik, berusaha keras terlihat normal karena koridor yang mulai ramai oleh lalu-lalang siswa.

"Lagi jalan-jalan aja," Asmi membalas santai. "Terus nggak sengaja melihat Chandra. Buset, pagi-pagi sudah ganteng pisan, euy. Sayang banget di dunia hantu nggak ada yang seganteng dia."

"Tolong. Kalian makhluk beda alam jangan keganjenan sama abang-abang gue."

"Cinta beda agama saja bisa lanjut, masa cinta beda alam nggak bisa?"

Suri mengepalkan tangan, berbisik berkali-kali dalam hati agar bersabar. Dia tidak bisa mulai memaki Asmi di koridor, karena itu sama saja menawarkan dirinya jadi tontonan gratis di pagi hari. Suri tidak sedang berminat jadi sarana hiburan cuma-cuma.

"Terserah." Suri berujar kesal, kemudian meneruskan langkah kakinya dengan cepat, menembus tubuh Asmi yang langsung tercengang di tempatnya berdiri—eh, melayang maksudnya.

***

"Jadi kalian ini wali dari Oriana Suri Laksita?"

"Kakak-kakaknya, Bu," Calvin mengoreksi dengan sopan sementara guru perempuan itu memperhatikan mereka dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. "Kebetulan Ayah saya berhalangan hadir, jadi kami yang mewakili untuk menemui Bu Asturo terkait masalah ulangan harian susulan untuk Suri."

"Oh, iya, iya, saya mengerti," Bu Asturo mendadak merasa gugup ketika ditatap begitu lekat oleh tiga cowok yang berdiri di depannya. Pertama, mereka menjulang seperti tiang listrik hingga Bu Asturo merasa begitu kecil. Kedua, mendadak dia menyesal tidak terlahir di jaman yang sama dengan ketiga cowok itu. Seandainya saja dia masih muda dan berapi-api, tentu dia tidak akan segan-segan melemparkan dirinya untuk dipilih oleh salah satu dari mereka. Ketiga, masing-masing dari mereka membawa bunga, dan itu membuat Bu Asturo merasa penasaran. Sejenak, masalahnya antara Suri mendadak terlupakan. "lebih baik kita pindah ke ruang tamu saja, biar bicaranya lebih enak."

Ucapan Bu Asturo membuat Chandra, Calvin dan Cetta berpandangan heran, meski akhirnya mereka menurut. Sesaat kemudian, mereka berpindah pada ruangan yang dimaksud Bu Asturo. Ruangan itu berada di sisi pendopo sekolah, cukup luas dengan satu set sofa dan pendingin udara yang membuat ruangan terasa nyaman. Di dinding, berbagai pigura yang memuat perjalanan bangunan sekolah dari waktu ke waktu terpampang berderet. Ada satu lemari kaca berukuran sedang yang dipenuhi banyak piala, serta vas dengan setangkai bunga segar yang berada di tengah meja.

"Biasanya, ruangan ini dipakai oleh kepala sekolah untuk menerima tamu kehormatan," Bu Asturo menyunggingkan senyum termanisnya pada ketiga cowok itu. "Tapi buat saya, pagi ini kalian adalah tamu kehormatan saya."

Chandra tersenyum puas, seolah reaksi Bu Asturo sesuai dengan apa yang semula dia bayangkan, sementara Cetta dan Calvin bersusah-payah menahan tawa.

"Jadi kemarin, Suri itu tidak masuk karena—"

Bu Asturo mendadak memutus ucapan Cetta. "Saya sudah tahu. Keluarga kalian harus menghadiri acara keluarga yang diadakan di Bandung, namun karena kalian bertiga sangat sibuk, kalian lupa membuat surat untuk dikirimkan ke sekolah. Betul kan?"

"Acara keluarga ap—adaw!" sebelum Calvin bisa melengkapi pertanyaannya, Chandra telah lebih dulu membungkam mulut cowok itu dengan satu cubitan tipis nan menyakitkan di paha.

"Ada apa, Nak Calvin?"

"Hng, nggak apa-apa, Bu," Calvin menyahut dengan senyum pahit yang terkesan dipaksakan, lalu menatap sebentar pada Chandra yang intinya menyiratkan jika Chandra akan membayar semua kelakuannya kelak setelah mereka meninggalkan ruangan itu.

"Iya. Suri sudah cerita semuanya sama saya."

"Benar, Bu. Ini semua salah kami bertiga. Suri sudah bilang kalau hari itu dia ada ulangan harian matematika, namun kami tetap memaksa," Chandra menyisipkan senyuman mautnya di sela setiap kata yang terlontar. Tak lupa sedikit sentuhan ekspresi wajah penuh rasa bersalah yang mampu membuat perempuan manapun merasa berdosa. "Bagaimana ya, Bu, acara keluarga yang kemarin harus kami hadiri itu adalah acara peringatan hari ulang tahun almarhum Bunda. Jadi nggak bisa kalau Suri nggak hadir. Karena itu, sekarang saya memohon dengan sangat pengertian Ibu untuk memberi Suri kesempatan mengikuti ulangan harian susulan."

"Oh ya? Ya ampun, saya turut berduka," Bu Asturo memasang wajah sedih, lalu tangannya terulur menyentuh lutut Cetta—yang hampir dibuat terbelalak karenanya. "Soal ulangan susulan untuk Suri, jangan khawatir, nanti saya akan memberi dia ulangan susulan sesi spesial akhir minggu ini. Bagaimana?"

"Terimakasih, Bu." Calvin berujar. "Ibu memang benar-benar sangat pengertian. Pantas saja, Ibu masih kelihatan begitu awet muda."

Dasar penjilat, Chandra membatin. Bagaimana bisa Calvin menyebut Bu Asturo awet muda? Gurat keriput di wajahnya sangat jelas, penanda tahun-tahun penuh lelah menghadapi rumus-rumus yang membikin mumet kepala. Kacamatanya mungkin sudah setebal pantat botol, bertengger di batang hidungnya yang tidak seberapa tinggi. Mungkin lebih tepat dikatakan, Bu Asturo justru menua sebelum waktunya. Namun Chandra tidak urung turut menyunggingkan senyum termanisnya.

"Terimakasih, Bu. Oh ya, ini hadiah dari kami untuk Ibu," Chandra mengulurkan buket bunganya pada Bu Asturo. "Istimewa untuk guru Suri yang paling cantik dan bijaksana."

Sekuat tenaga, Cetta menahan tawanya agar tidak pecah. "Iya, Bu. Mohon diterima," ujarnya, ikut mengulurkan buket bunganya pada wanita berkacamata yang duduk di hadapannya. Tidak lama kemudian, Calvin pun turut menyodorkan buket bunga di tangannya, teriringi oleh tarikan senyum paling manis yang dia punya.

Bu Asturo hampir tidak bisa berkata-kata. Dadanya terasa sesak. Entah karena rasa tersanjung tak terkata atau karena jantungnya tidak bekerja prima seperti ketika dia masih muda. Wanita itu diam sebentar, lalu memberikan gestur seperti meminta ketiga cowok di depannya untuk mendekat. Meski sempat saling berpandangan tak mengerti, ketiganya akhirnya menurut—dan langsung dibuat terperangah di tempat ketika mendadak Bu Asturo menarik mereka ke dalam dekapannya. Ketiga cowok itu langsung berdesakan dalam rentang rangkulan tangan Bu Asturo yang tidak seberapa luas.

"Sudah lama sekali saya tidak dapat bunga!" serunya dengan air mata mulai menitik. "Bahkan suami saya saja tidak pernah memberi saya bunga pada hari ulang tahun pernikahan kami. Kalian ini benar-benar... hiks... seandainya saja saya masih muda... tentu saya sudah akan meninggalkan semuanya demi mengejar laki-laki seperti kalian-kalian ini..." Di sela isakannya, Bu Asturo justru malah curhat.

Chandra, Calvin dan Cetta saling berpandangan. Duh. Mereka tidak pernah membayangkan akan mendapat pelukan gratis dari wanita hampir lanjut usia yang aroma tubuhnya tidak jauh dari bau bedak MBK. Chandra melotot pada Calvin, sementara Cetta justru menyiratkan agar kedua kakaknya tetap tenang, karena akan sangat tidak sopan jika mereka menarik diri dari pelukan Bu Asturo begitu saja.

Sependapat dengan apa yang berusaha Cetta tegaskan lewat tatap, Chandra dan Calvin menahan diri untuk berontak, hingga dalam satu setengah menit berikutnya, mereka harus rela terjebak diantara dekapan erat guru matematika adik bungsu mereka.

***

Keluarga Cemara (3)

Barachandra : Oy

Barachandra : Oy

Barachandra : Oy

Read by 2

Barachandra : Buset, lama-lama gue jadi WOTA juga nih

Read by 2

Barachandra : Keluarlah wahai kalian adik-adik bangsatku

Calvin Raskara : Apa sih, ler

Calvin Raskara : Sibuk gue

Barachandra : Alah, sibuk tai kucing. Paling juga lagi pacaran sama buku

Calvin Raskara : Seenggaknya buku nggak akan hamil

Barachandra : Yaiyalah, geblek. Serem amat kalau buku hamil

Barachandra : Lagian, gimana bisa hamil. Lobang aja nggak punya

Calvin Raskara : Dan buku juga nggak akan bisa sakit hati

Calvin Raskara : Karena buku nggak punya perasaan

Barachandra : ...

Barachandra : Lo kenapa sih?

Barachandra : Jangan serius-serius amat, napa

Barachandra : Gue jadi ngeri

Read by 2

Barachandra : Read aja terus, dasar kalian para siluman bangau

Dimitrio G. : Calvin kali yang siluman bangau

Calvin Raskara : Maksud lo apa?!

Dimitrio G. : Kan lo sehitam Malika

Dimitrio G. : Kedelai murni yang dibesarkan seperti anak sendiri

Barachandra : WAGWAGWAGWAG

Calvin Raskara : Sunkissed tan kali gue mah

Calvin Raskara : Seksi

Calvin Raskara : Emangnya lo berdua

Calvin Raskara : Boro-boro menjelajah alam, ngeliat kecoak terbang aja takut

Barachandra : Jangan sebut-sebut kecoak terbang!!!

Dimitrio G. : Kenapa?

Barachandra : Kecoak terbang tuh kayak jelangkung! Kalau lo panggil nanti dia nongol!

Calvin Raskara sent a photo

Calvin Raskara : KAMEHA-MEHA!!!!

Barachandra : S A M P A H

Dimitrio G. : Btw tumben banget lo nyuruh kita berdua muncul

Dimitrio G. : Kenapa?

Dimitrio G. : Masih terbayang kehangatan peluk Bu Asturo?

Calvin Raskara : Atau bau keteknya yang macem pabrik bedak MBK?

Barachandra : Bukan itu

Barachandra : Ini soal Suri

Dimitrio G. : Kenapa?

Calvin Raskara : Boleh ngomong nggak

Calvin Raskara : Kalau masalahnya serius, mending rundingin langsung aja

Calvin Raskara : Kamar kita tuh sebelahan, kenapa harus via grup segala?

Barachandra : Ini cara ala-ala Mission Impossible

Barachandra : Biar terjamin dan rahasia

Dimitrio G. : Tai

Barachandra : Eh, itu mulut minta disambelin ya!

Dimitrio G. : Lo bukan Bunda. Nggak usah banyak bacot.

Barachandra : Duh, adikku menggemaskan sekali. Cium nih :*

Dimitrio G. sent a photo

Barachandra : Kalau kita rundingan langsung, yang ada nanti malah debat

Barachandra : Ribut

Barachandra : Terus Suri denger

Barachandra : Nanti dia bisa kalap

Calvin Raskara : Apaan sih lo kebanyakan mukadimah

Calvin Raskara : Yaudah. Suri kenapa?

Barachandra : Tadi pas gue nggak sengaja lewat kamarnya, dia lagi cekikikan sendiri

Dimitrio G. : Itu mah wajar

Dimitrio G. : Udah daridulu dia kayak gitu

Barachandra : Bukan karena dia lagi ngobrol sama hantu, dodol!

Calvin Raskara : Hah? Jadi karena apa?

Barachandra : Dia cekikikan sendiri sambil main HP

Dimitrio G. : Paling lagi ngeliatin meme

Calvin Raskara : Gue setuju sama Tri

Barachandra : BUKAN!!

Calvin Raskara : Enggak usah dramatis, tong

Barachandra : Gue kakak elu ya!

Calvin Raskara : Terus?

Barachandra : Sopan dikit kek

Calvin Raskara : Bacot

Dimitrio G. : Tubir aja terus lo semua

Barachandra : Ah, monyet

Barachandra : Intinya tadi gue liat Suri

Barachandra : Dan Suri nggak keliatan kayak lagi ngeliatin meme receh internet

Barachandra : Senyumnya malu-malu kucing

Barachandra : Kayak cewek lagi mengagumi sesuatu

Dimitrio G. : Tunggu

Dimitrio G. : Apa ini ada hubungannya sama omongan dia kemarin terkait pacar-pacaran?

Calvin Raskara : Hah

Barachandra : Jangan-jangan... Suri udah punya pacar?

Calvin Raskara : INI TIDAK BISA DIBIARKAN!!

Dimitrio G. : INI TIDAK BISA DIBIARKAN!! (2)

Barachandra : Terus enaknya sekarang kita ngapain?

Calvin Raskara : Tanya langsung?

Barachandra : Yeu, bego, mana mau dia jawab kalau kita konfrontrasi langsung?!

Calvin Raskara : Oh, iya deng

Dimitrio G. : Kalau gitu, mungkin kita bisa memakai metode yang tadi Chandra bilang

Barachandra : Hah? Emang gue bilang apa?

Dimitrio G. sent a photo

Barachandra : GUE SERIUS, LER

Dimitrio G. : Metode Mission Impossible

Calvin Raskara : Alah

Dimitrio G. : Kita berusaha mencari tau diam-diam

Dimitrio G. : Lalu menelusuri background cowok itu

Dimitrio G. : Kemudian mengkonfrontasinya dan menilai apa dia cukup pantas untuk Suri

Calvin Raskara : Bahasa lo kayak bahasa ibu mertua antagonis serial Bollywood

Dimitrio G. : Rana pernah berapa kali ngajak gue nonton Lonceng Cinta

Calvin Raskara : ...

Barachandra : Jadi gimana sekarang?

Barachandra : Cek ombak dulu nih?

Dimitrio G. : Oke

Dimitrio G. : Kita mata-matai Suri diam-diam

Calvin Raskara : ...

Dimitrio G. : Ketemu sepuluh detik lagi di ruang tengah

Barachandra : Sip

Calvin Raskara : ...

***

"Katanya lo mau cari Sergio, tapi kenapa malah sibuk main Instagram?" Kesha bertanya dengan heran begitu melihat bagaimana Suri masih saja asyik berbaring di atas kasur dengan tangan tak henti menari di atas layar ponselnya yang lebar.

"Ini gue lagi nyari Sergio."

"Emangnya dia ada di Instagram?"

"Kalau emang dia seganteng yang lo bilang, dia pasti termasuk anak paling hits di angkatannya. Atau malah udah masuk akun kampusganteng dan jadi bahan kecengan senior-seniornya di kampus."

"Sergio bukan orang kayak gitu."

"Lo ngomong seakan-akan lo benar-benar mengenal dia."

Ekspresi Kesha berubah sedikit. "Gue emang kenal dia."

"Dekat?"

Kesha berpikir sejenak. "Lumayan."

"Aha, gue tau. Jangan-jangan lo secret admirernya Sergio, ya?"

"Bukan."

Suri berdecak. "Lo aneh. Tapi nggak apa-apa deh, karena gue juga aneh. Kalau saja lo masih hidup, mungkin kita bisa temenan."

Mata Kesha menatap ke luar jendela, seperti tengah menerawang dari balik selubung tipis gorden berenda. "Mungkin."

Hening lagi. Perhatian Suri sepenuhnya tertuju pada akun Instagram milik angkatan Sergio Dawala—anak-anak hukum angkatan 2016 di sebuah universitas ternama di Kota Jakarta. Beruntung mereka tidak mengunci akunnya, karena Suri paling malas kalau kegiatan stalkingnya terhambat oleh tanda gembok. Sudah ada cukup banyak foto yang diunggah di akun tersebut, namun Suri tidak mau repot-repot mengecek satu-persatu. Dia langsung beralih pada bagian following. Kalau Sergio tampan dan baik hati, akun angkatannya pasti akan bersedia mengikuti akun Instagram cowok itu tanpa diminta.

Dan dugaan Suri memang benar. Akun Instagram milik Sergio Dawala termasuk sederetan akun Instagram paling awal yang diikuti oleh akun Instagram angkatan. Nama pengguna akun Sergio sangat sederhana, membuat Suri bisa menemukannya dengan mudah.

"YASH!!"

"Kenapa?"

"Gue nemuin akun Instagramnya Sergio."

"Oh ya?"

"Iya. Usernamenya gampang banget. Cuma Sergio Dawala." Suri melambaikan ponsel di tangannya, lalu kembali sibuk menyentuh layar benda tersebut untuk masuk ke profil akun milik Sergio. "Duh, loadingnya lama pula. Bete."

Kesha tidak mengatakan apapun. Namun diam-diam, dia turut menunggu. Sedetik... dua detik... lima detik lewat, dan profil Sergio Dawala pun tertampilkan dengan sempurna. Suri memilih satu foto untuk dilihat lebih jelas, sontak langsung dibikin terperangah sedetik setelahnya.

Sosok dalam foto itu adalah seorang pemuda berambut sehitam malam dengan kulit secerah lampu Philip. Dia mengenakan sweater hitam senada dengan rambutnya, namun ada sentuhan merah muda pada bagian lipatan lengan dan kerah pakaiannya. Matanya tidak menatap pada kamera, dengan lengan agak tersandar pada bingkai jendela. Hanya satu kesimpulan yang Suri dapatkan setelah melihat foto itu.

SERGIO TAMPAN LUAR BIASA!

"ANJRIT! SERGIO MAH BUKAN GANTENG LAGI!" Suri melotot pada Kesha yang langsung memutar bola mata. "Gila lo, ya? Dia pasti bukan manusia!"

"Dia manusia."

"TAMPANGNYA MACAM MALAIKAT BANGET!" Suri berseru, masih dengan sangat hebohnya. "Sergio Dawala pasti bukan manusia. Dia pasti makhluk setengah malaikat setengah dewa."

"Emang makhluk kayak gitu ada?"

"Kagak tau. Belum pernah masuk ke dunia para malaikat."

Kesha berdecak. "Terus gimana?"

"Terus gimana apanya? Tentu saja gue bakal mencari dia dengan sepenuh hati! Gila aja lo, makhluk kinclong begini dibiarkan jomblo berlama-lama. Nggak rela gue melihatnya jadi bahan fantasi liar para senior di dunia kuliah."

"Lo juga kayaknya bakal berfantasi tentang dia."

"Kalau gue sih nggak apa-apa."

"Gimana bisa?" Kesha mencibir. "Emang lo siapa?"

"Gue? Lo masih nanya gue siapa? HAHAHAHAHA!" Suri tertawa terbahak macam seorang bintang iklan shampoo setelah ditanya apakah dia bersedia jadi duta shampoo lain, kemudian meneruskan dengan senyum jumawa. "Gue Oriana Suri Laksita. Dan gue... adalah kandidat potensial jodoh masa depan seorang Sergio Dawala."

Kalau hantu bisa mati dua kali, rasanya Kesha sudah akan gantung diri.

Suri mengabaikan respon yang diberikan Kesha, langsung sibuk tenggelam dalam lautan imajinasinya tanpa sadar ketiga cowok yang sedari tadi mengintip dari celah pintu langsung mengingat baik-baik sebaris nama yang tadi dia sebutkan.

Sergio Dawala





Bersambung. 

*************************************

************************************* 

a.n : Seharusnya belum dilanjut sekarang. 

Tapi hitung-hitung hadiah tahun barulah. 

Happy new year. Semoga akan ada banyak hal baik yang terjadi di tahun 2017. Buat gue. Buat tulisan gue. Buat Wattpad. Dan buat kalian semua. 

Luv. 

Salam dari trio bangshut. 

(btw, gue udah masukin daftar casts dan di konten multimedia ada trio bangshat) 

Continue Reading

You'll Also Like

955 166 7
Malika Marwan tidak pernah menyangka kalau suami yang dicintainya dan adik yang dipercayainya akan tega membakarnya hidup-hidup. Sebelum ajal menjemp...
798K 57.9K 58
Andra dan Berlian bukan lagi sekadar pengawal dan atasan, tetapi sebelum dapat melanjutkan hubungan mereka, mereka masih harus menghadapi masa lalu y...
326K 25.6K 88
(Action, Fantasy, Sci-Fi) This page is intentionally left blank. *Biar berasa kek baca buku-buku luar negeri ya kan? Wkwkwk..
9.8M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...