Immortal Soul

By mebilafh

155K 12.9K 700

"Pernahkah terpikirkan olehmu jika kau tidak akan pernah merasakan cinta lagi di usia enam belas tahun?! " El... More

prolog
1. First mistake
2. Cowok itu
3. Rock the party!
4. Not a normal girl
5. Thunder
6. Same like you
7. Different
Pengumuman
8. Cafe (repost)
9. Help me
10. Dinner
11. Forever alone
12. Hangout
13. Play
14. The Trap
15. Alive
16. Life after death
17. Lets begin
18. I'm the only one?!
19. Beating heart
20. The truth
21. Just me
22. New girl, new problem
24. Not a good choices
25. Curious
26. This feeling
Dream Cast
27. Mark Maghlare
28. Sound of mind
29. No answer
30. Feel
31. Kill me
32. Kill me (2)
33. Now or Never
34. The Secret
35. Fearless
36. Never Ending
Epilog
Some Facts

23. Hunter

2.8K 252 7
By mebilafh

Yang di mulmed itu Mark. Bayangan aku dia seperti itu.

--------------------

Aku hampir tertidur di kelas saat pelajaran geografi tadi. Rasanya aku sudah tak kuasa menahan kantuk dan ingin segera tidur.

Ini karena kemarin aku dan Cassie menonton film hingga larut malam. Kita menonton film petualangan hingga horror. Dan akhirnya kami ketiduran dan lupa mematikan tv. Bahkan aku jadi menginap dirumah Cassie, karena ia tak membiarkan aku pulang larut malam.

Aku melirik Cassie yang duduk di sebelahku. Dia sedang memerhatikan guru dengan mata yang setengah terpejam. Dan ada Aiden duduk paling belakang, dia terlihat melirik ke arahku sekali. Aku berusaha memalingkan muka, karena inilah satu-satunya jalan yang bisa kami lakukan, yaitu menjaga jarak.

Bel berbunyi dengan kencang.

Aku dan Cassie langsung melesat pergi ke kantin.

"Kita duduk disini saja," ujar Cassie sambil membawa nampan berisi makanan yang tadi dia ambil.

Kami duduk saling berhadapan. Aku sedang menusuk daging ayam ku dan memasukkannya ke mulutku ketika Cassie menaikkan sebelah alisnya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Entahlah dari tadi Mark dan cowok yang sekelas kita tadi...oh, aku lupa namanya. Mereka terus melihat ke arah sini. Mark kenapa sih? Ingin kutinju saja rasanya mukanya yang menyebalkan itu," kata Cassie sambil mengunyah makanannya.

Itu pasti Aiden.

Aiden yang sedang melihat ke arahku.

"Abaikan saja. Mungkin Mark hanya perhatian denganmu. Termasuk kau berteman dengan siapa, mungkin."

"Tapi tidak seharusnya dia melihat kita dengan tatapan orang yang akan mencopet ibunya. Dasar aneh!"

"Ibunya Mark ibumu juga." kataku.

Cassie hanya nyengir dan terus memakan makanannya. Aku tersenyum.

Astaga! kenapa sekarang Mark jadi ikut-ikutan melihat ke arahku? Batinku.

Entah mengapa tiba-tiba aku jadi merasa malu saat mengingat kejadian kemarin. Dan aku masih menyesali diriku yang seperti orang dungu itu.

"Hey Liz." aku dan Cassie mendongak bersamaan. Dan disitulah Aiden. Dia tersenyum simpul ke arah Cassie, berusaha sopan.

Aku sedikit gugup dan akhirnya mulai berbicara. "Oh ya, Aiden. Ada apa?"

"Bolehkah kita bicara sebentar?"

"Bicara saja." aku rasa tiba-tiba aku jadi tidak nafsu makan.

Cassie melirik ke arahku ketika Aiden menatapku. Dia senyum-senyum dan bergumam tak jelas. Aku hanya memberikan tampang bahwa aku tak mengerti apa yang dia katakan.

"Aku ingin kita bicara hanya empat mata." Aiden mengalihkan tatapannya ke Cassie. "Kau tidak keberatan kan?"

"Oh tidak! Tidak sama sekali. Aku bisa pergi dari sini. Aku tidak tersinggung, tenang saja." Cassie berdiri dari bangkunya sambil senyum-senyum kepadaku.

Ya ampun! Apa yang dia pikirkan sih?

"Tidak usah Cassie. Kau tidak usah pergi dari sini. Jika ada yang ingin kau bicarakan, bicarakan saja sekarang disini."

Cassie memelototkan matanya padaku, tanda bahwa aku salah bicara seperti itu. Tapi aku tidak menghiraukannya.

"Aku yakin teman mu tidak ingin mendengar tentang hal ini. Ini tentang kerja kelompok kita."

Aku memutar kedua bola mataku. Aku yakin pasti Aiden tidak hanya ingin bicara tentang kerja kelompok kami.

"Baiklah jika kau memaksa." aku beranjak dari tempat duduk ku.

"Sampai ketemu nanti, Case." ujarku sambil melambaikan tangan padanya.

Kami pergi ke dalam ruangan biologi yang sekarang kosong. Aiden mengunci pintunya saat aku masuk ke dalam.

Aku menghadap ke salah satu jendela. Mengembuskan napas dan berbalik.

"Jadi kerja kelompok apa yang ingin kau bicarakan di ruangan yang di kunci?" aku melipat tanganku di dada dan berusaha acuh.

Aiden mengusap-usap tengkuknya. "Tidak. Ini bukan tentang kerja kelompok." dia mendeham. "Ini tentang kita."

"Aku hanya, entahlah, mungkin aku sedikit terkejut oleh semua ini. Dan aku yakin kau juga tidak ingin menjadi seperti ini. Aku hanya ingin bilang bahwa tidak apa-apa. Maksudku, aku tidak peduli dengan kutukan sialan itu atau apapun itu. Kurasa itu tetap tidak mempengaruhi ku," paparnya.

Aku tidak terkejut bahwa inilah alasan Aiden menjaga jarak denganku. Aku tahu bahwa Aiden memang membutuhkan waktu untuk memahami ini semua. Lagipula aku juga tidak pernah menduga bahwa ini semua ini terjadi.

Maksudku ini pertama kalinya aku memberitahukan ke seseorang tentang diriku yang sebenarnya. Dan aku masih terkejut juga bahwa akhirnya aku bicara jujur tentang apa diriku sebenarnya pada orang lain.

"Entahlah," jawabku, datar. "Aku juga belum bisa memahami diriku sebenarnya, kadang. Aku juga bingung apa yang harus kulakukan selanjutnya. Tapi hidup tetap berlanjut dan aku tetap hidup. Jadi ini semua pasti berlalu begitu saja."

Aiden tidak berjengit.

Aku bisa merasakan bahwa ada hawa dingin yang merasukiku.

"Baiklah. Aku mengerti. Tak apa."

Aku tetap berdiri mematung ketika Aiden membanting pintu menutup.

--------------------

"Jadi apa yang cowok itu katakan padamu?" tanya Cassie padaku sesaat setelah aku keluar dari ruangan biologi.

"Aiden namanya."

"Ya! Aiden. Apa yang dia katakan? Apakah dia mengungkapkan perasaannya padamu?" ujar Cassie sambil merapikan tatanan rambutnya.

Aku memutar kedua bola mataku. Merasa tidak percaya terhadap apa yang Cassie katakan barusan.

"Kau pasti bercanda," ujarku.

"Tidak."

"Jangan kekanak-kanakan."

Cassie diam di tempat sehingga aku berjalan mendahului nya. "Hei kenapa kau berhenti, Cassie?" aku berhenti berjalan.

"Entahlah. Kukira cowok itu benar-benar menyukaimu." Cassie terlihat sedang berpikir.

"Mungkin anggapan mu salah. Lagipula aku tidak peduli akan hal itu."

Aku bingung akan sikap Aiden yang berubah-ubah. Kadang dia membuat diriku bingung akan perilaku nya.

"Kau yakin?" Cassie melirik ku dengan tatapan tak percaya.

"Ya," sanggahku. "Ada apa denganmu?"

Cassie menyipitkan matanya sedikit ke arahku. "Kau terlihat ragu untuk mengatakan itu, ya?"

"Mengatakan apa?" jawabku bingung.

"Bahwa kau juga suka padanya?"

Ohh aku benar-benar memutar kedua bola mataku dengan berlebihan ketika mendengar perkataan Cassie.

Aku tak peduli lagi dengan ocehan Cassie. Lalu aku berjalan meninggalkan Cassie yang memanggil ku dan aku berusaha tak menoleh ke arahnya.

Cassie berusaha menyamakan jalannya dengan ku. Dan kulihat dari kejauhan seseorang sedang menatap kami.

Benar-benar menatap kami. Dan aku yakin bahwa itu Mark. Aku meliriknya sekali dan terus berjalan berpura-pura tak melihatnya.

--------------------

Jam menunjukkan pukul dua belas malam tepat.

Aku terbangun dari tidurku dan mengerjap-ngerjapkan mata. Kusibakkan selimut ke arah sembarangan. Terasa keheningan merayapiku sesaat. Padahal aku sudah sering merasa kesepian seperti ini. Tapi selalu saja aku masih merasakan keheningan yang mencengkram ini.

Aku berusaha tidur lagi dengan membaringkan tubuh. Namun ketika aku baru membaringkan tubuh tiba-tiba aku melihat siluet seseorang di pojok kamarku.

Aku terlonjak.

Mengucek mata dan menyakinkan diri bahwa yang kulihat hanyalah halusinasi.

"Hei, ini aku Tyler."

Seketika aku merasa lega dan juga kesal karena keberadaan Tyler. Aku bahkan tak tahu bagaimana caranya bisa masuk ke dalam kamarku.

"Astaga, Tyler. Kau membuatku kaget setengah mati." aku meraba-raba mencari sakelar lampu. Seketika ruangan menjadi terang oleh cahaya.

Aku menutupi wajahku dengan tangan. Merasa silau dengan cahaya terang.

"Sedang apa kau disini?" tanyaku sambil duduk di pinggir kasur.

Tyler sudah mengambil posisi berbaring di kasurku yang berukuran besar ini.

"My lady, aku sedang tidak suka sendirian akhir-akhir ini. Aku ingin diceritakan dongeng," ujarnya, sambil berbaring menatap langit-langit.

Kini sedang tengah malam dan Tyler membuatku terbangun hanya karena alasan yang menggelikan. Namun aku bisa mengerti tentang bahwa dia kesepian. Karena aku juga merasa begitu terkadang.

Aku melipat tanganku dan masih dalam keadaan terduduk.

"Ya tuhan, Tyler! Bisakah kau tidak mengganggu ku disaat tengah malam seperti ini? Dan apa katamu tadi? Diceritakan dongeng? Apa kau tidak bisa membedakan mana siang dan malam, hah?" paparku.

"Oh ayolah." ujar Tyler sambil menepuk-nepuk kasurku.

"Ada apa sih denganmu? Apa kita sekalian saja melakukan pesta piyama?" ujarku, sinis.

"Ya! Ide yang bagus. Aku setuju dengan pesta piyama."

Aku sangat ingin menendang bokong Tyler saat ini. Aku benar-benar kesal dengannya. Seakan-akan membangunkan ku tengah malam hanya untuk bisa bermain dengannya.

"Well, aku sangat tidak ingin bercanda saat ini. Aku benar-benar ngantuk. Dan melihatmu seperti ini rasanya membuatku ingin menghajarmu."

"Whoa, tenang sedikit my lady. Kau tak akan senang juga jika aku mati kan?" aku ragu akan hal itu. Padahal kami sedang ada masalah karena kejadian dengan Tess waktu itu, tapi sekarang dia datang tanpa beban.

"Oh ya? Beberapa hari yang lalu aku berharap bahwa kau benar-benar mati," kataku. "Dan aku sangat menyesal karena merasa sedih oleh kematian mu yang palsu itu."

Tyler hanya nyengir ke arah langit-langit.

Aku muak dengan gayanya yang tak peduli dan merasa apa yang dia lakukan selalu benar. Mungkin inilah salah satu sifatnya yang tak pernah berubah selama ini.

"Tyler, pergi dari sini sekarang juga," kataku, sambil menarik lengan Tyler.

"Aku lelah. Dan kau menganggu waktu istirahat ku."

"Aku bosan!" ujar Tyler tiba-tiba.

Aku menaikkan salah satu alisku, menandakan bahwa aku bingung dan bosan dengan sikapnya.

"Aku juga bosan denganmu. Jadi kau harus pergi dari sini."

"Mungkin kau memang harus menceritakan dongeng atau sesuatu padaku." Tyler duduk di kasur ku.

"Dan apa keuntungan nya untukku?"

"Aku akan pergi setelah itu."

Baiklah. Kalau ini memang satu-satunya cara untuk membuatnya pergi dari sini.

"Aku ingin bercerita yang berjudul di atas predator selalu ada predator. Jadi begini..." belum kuselesaikan bicara namun Tyler sudah menyelak.

"Sebentar, kau bilang apa barusan?"

Aku mengulangi perkataanku.

Ada apa dengannya? Batinku.

"Kau dengar dari mana tentang hal itu?"

Aku mengernyitkan alisku.

"Sekitar dua atau tiga hari yang lalu aku di telepon oleh orang iseng. Dia menggunakan nomer yang tidak diketahui. Yahh, orang itu bicara seperti itu padaku. Tentang hal-hal ngawur bahwa dia tahu tentang diriku dan seperti itulah."

"Memang nya ada apa kau menanyakan tentang hal itu?" tanyaku.

Tyler tercenung.

Kulambai-lambaikan tanganku di wajahnya. Tiba-tiba dia tersentak berdiri dan menyumpah.

"Astaga astaga astaga!" ujarnya.

Aku sedikit terkejut dan bingung.

"Kita harus pergi dari sini segera, Lisa," ujarnya dengan panik. Tyler mondar-mandir tak jelas.

"Kita harus pergi dari sini secepatnya Lisa. Oh, ya ampun tak kusangka itu semua nyata. Dan kenapa dia bisa tahu akan dirimu." aku tak tahu yang terakhir itu Tyler bicara dengan siapa. Karena dia terus-terusan tak bisa tenang.

Aku masih diam dan beranggapan mungkin Tyler sedang bercanda.

"Besok," ujarnya. "Besok kita harus pergi dari sini."

"Besok? Kita harus pergi dari sini? Memangnya kenapa? Sejak kapan aku harus menuruti perintahmu?" aku bangkit dari kasur dan melipat tanganku di depan dada.

Aku merasa konyol memakai piyama saat ini. Karena di bandingkan Tyler, aku terlihat tak bisa melawan nya.

"Oh astaga! Disaat genting seperti ini saja kau masih mementingkan ego mu." Tyler menatapku. Dan kubalas tatap matanya.

"Oh ya?"

Tiba-tiba Tyler memegang pergelangan tanganku dengan erat. Aku kurang cepat untuk menghindar. Pegangannya sangat erat.

"Apakah kau tahu yang sedang kita hadapkan?" tanya nya.

"Tidak." ujarku dengan lantang.

"Orang itu. Orang yang meneleponmu dan mengatakan bahwa selalu ada predator di atas predator, dia adalah orang yang bisa membunuh kita berdua."

Aku tertawa nyaring tanpa rasa humor di dalamnya. Aku sudah tahu bahwa tidak mungkin Tyler sebodoh itu karena memercayai perkataan orang yang bahkan dia sendiri tak mengenalnya.

"Aku tahu kutukan itu bekerja, Tyler. Dan bukannya aku ingin sombong akan hal itu, namun bukankah kau tahu sendiri bahwa kita tak bisa terbunuh atau mati." kataku.

Tyler tertawa.

Tawa yang membuatku merinding seketika.

"Kau tidak salah. Namun tahukah bahwa terkadang legenda adalah kenyataan? Dan ucapan di atas predator selalu ada predator adalah ucapan para hunter."

Aku menunjukkan tampang bingung.

"Ya. Kita tak bisa mati. Kecuali oleh para hunters." []




----------------------

Aku seneng banget bisa nulis chapter ini. Deg-degan sendiri.

Thanks for vote and your comment. Dan semuanya. Karena aku jadi semangat ngelanjutin cerita ini karena kalian.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 129K 73
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...
545K 35.1K 62
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
590K 12.6K 15
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...
3.8K 513 40
'Saat semua mimpi itu menjadi kenyataan aku tidak mau untuk tertidur lagi.' Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendenga...