Childhood Memories

Por bigdream99

10.5K 753 27

Menjadi pemimpi itu tidaklah mudah. Kamu harus mengejarnya sehingga kamu mendapatkannya. Jika impianku adalah... Más

Prolog
1
3
4
5
6
Sorry.
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38.......
Epilog

2

585 29 0
Por bigdream99

Author POV

Sudah satu bulan lebih masa putih abu - abu Alfina berjalan lancar.

Mungkin karena Alfina dan Lian sering menghabiskan waktu didalam kelas.

Ya, Lian menjadi teman yang baik bagi Alfina. Hanya cukup waktu satu bulan mereka sudah seperti berteman lama.

"Aal, kantin nyok! Laper gue" Lian mengusap - ngusap perutnya.

"Huu, bumil kayak gitu tuh. Dikit - dikit laper, dikit - dikit baper dan dikit lagi minta dibeliin wafer lagi" Alfina tertawa.

Lian mendengus "Yaudah, gue ke kantin sendiri aja. BYE!" Lian pergi dengan menekankan kata terakhirnya.

Kini tinggal Alfina sendiri dikelas. Semua orang melihat Alfina bingung. Jarang dua orang itu berargumen hingga salah seorangnya pergi.

"Kejar Alfina" Teriak seisi kelas.

Alfina yang tadinya hanya bengong seperti orang begs. Kini sudah berlarian seperti dikejar anjing.

"Liaaaaaan!" Teriaknya di sepanjang koridor.

Alfina tidak peduli sepanjang koridor melihatnya seperti orang sakit jiwa, yang Alfina pedulikan agar Lian tidak marah padanya.

Pernah Lian marah hingga Lian tidak mengajak Alfina berbicara satu minggu full, dan itu membuat Alfina seperti sendirian disekolahnya.

Mungkin karena memang Alfina adalah salah satu orang yang sulit bergaul. Hingga Alfina mungkin hanya bisa dengan Lian.

"Liiiaaaannn- Duh" Teriakan Alfina berhenti ketika ia jatuh tersungkur dilantai.

Siapapun itu yang menabraknya, akan Alfina rutuki pastinya.

"Kalau jalan liat-"

"Alfina?" Panggil seorang lelaki yang memotong pembicaraan Alfina yang membuat Alfina tersenyum kikuk.

"Alfina? Apa kabar lo? Lama ya ngga ketemu" Lelaki itu menyadarkan Alfina dari lamunannya.

"Rio? Lo sekolah disini j..juga?" Alfina tak percaya.

Rio adalah teman sekolah dasarnya Alfina. Hampir enam tahun mereka hanya berteman tanpa Alfina ketahui Rio memendam rasa sejak kelas lima.

Awalnya Alfina dan Rio berteman baik. Alfina yang memiliki hobi baca sering membawa komik kesekolahnya. Dan, dari komik itulah Rio sering meminjamnya dari Alfina.

Dari komik, Rio mulai memiliki rasa. Rasa yang seharusnya tidak ada, hingga membuat pertemanan mereka berubah menjadi permusuhan.

Sejak Rio mengatakan bahwa ia memiliki rasa pada Alfina, Alfina tau semuanya tidak akan menjadi baik lagi. Dan disitulah Alfina mulai menbenci Rio.

Berselisih diskusi, berada didalam kelas tanpa saling sapa, dan memandang tanpa ada kata pertemanan yang baik.

Hampir tiga tahun berlalu, satu angkatan Alfina mengadakan reuni SD. Dan, disitulah Alfina dekat dengan Rio tanpa ada kata permusuhan lagi.

Rio menepak bahu Alfina pelan yang membuat Alfina tersadar akan alam yang nyata, "Lo dikelas apa?" Tanya Rio.

Alfina mengacuhkan pertanyaan Rio karena tersadar chairmatenya yang sedang marah padanya.

Tanpa babibu, Alfina lari disepanjang koridor, meninggalkan Rio yang masih termangu akan kepergian Alfina tanpa menjawab pertanyaanya.

"Yan! Lo j..jangan ma..marah dong" Alfina bernafas susah karena mengejar Lian yang sudah kelaparan.

Lian mendelik, "Abis lo gamau nganterin gue malah ngeledek gue"

Alfina tersenyum, "Heheh, Iya sorry dong Yan."

"Iya, gue maafin kok Aal" Lian tersenyum.

-------
Rio POV

Terkadang memang harus merasakan pahit dahulu baru kau akan merasakan bahagia.

Sama seperti gue. Merasakan pahitnya cinta tanpa gue tau kapan bahagia dari cerita cinta gue akan hadir.

Yang gue lakuin cuma sabar. Pasti kebahagiaan itu bakalan datang. Entah kapan, tapi gue yakin bahagia akan menghidupi cerita hidup gue.

Kelas Sepuluh Satu adalah kelas terbaik diantara kelas lain. Bisa dibilang kelas unggulan.

Bersyukur gue bisa masuk kelas itu. Selain fasilitas kelasnya yang lebih baik dari kelas lain.

Tapi, terkadang gue bosan dengan kelas yang sama - sama sibuk sama bukunya masing - masing. Sekalinya saling sapa, pasti ada aja satu atau beberapa orang nanya, "Nama lo siapa ya gue lupa" dan itu membuat gue ngerasa kaya anak baru.

SMA Dalena memang sekolah terbaik di Jakarta. Masuk ke Dalena SHS tuh susah - susah gampang.

Susah buat mereka yang mengandalkan beasiswa, karena bayaran yang cukup mahal, tapi karena kepintaran mereka semuanya jadi terbayar.

Tapi, mudah bagi yang mengandalkan uang. Dengan uang semua mudah.

Pasti ngertikan hubungan Uang dan Sekolah?

Hmm, kalau ngga ngerti bakalan gue jelasin. Mereka orang - orang yang punya segalanya biasanya mengandalkan uang buat masuk sekolah. Pe-sogok-kan. Itu namanya.

Jangan tanya gue, gue termasuk ke murid yang mengandalkan kepintaran daripada uang.

Bukannya mau sombong, tapi memang keluarga gue dari dulu udah ngajarin anak - anaknya buat belajar mengandalkan otak. Dan, bersyukurlah gue dapet beasiswa dari Dalena SHS.

Itu cerita singkat tentang kehidupan gue. Kalau kalian mau tau cerita cinta gue gimana. Mungkin belum saatnya karena sekarang gue yakin hati gue masih sulit bersinggah ke hati lain karena disini hati gue hampa.

Gue bukan lelaki jentle yang tinggal bilang "gue sayang sama lo" bagi gue, gue lebih baik ngerjain soal sesusah apapun daripada bilang gitu.

Jadi, karena cerita cinta gue ngga ada ya berarti gue ngga harus ceritain.

Mungkin, nanti setelah kebahagian hadir. Ya nanti.

-------
Author POV

"Eh lama banget dah cuma makan satu mangkok bakso aja Yan" Alfina mendengus kesal.

Lian tersenyum, "Sabar napa Al, gue laper tau. Sayang ini baksonya kalau ngga dimakan"

Alfina mendelik, "Terserah lo."

Lian kembali memakan baksonya. Alfina yang sedari tadi hanya memperhatikan chairmatenya yang kelaparan itu kini hanya termangu memperhatikan lelaki yang menjadi penambah kehidupan masa kecil Alfina bahagia.

Lelaki itu duduk dipojokan, sendirian dengan mata tertutup dan earphone yang terkait di kedua telinganya.

Sadar ada seseorang yang memperhatikan, lelaki itu melepas kaitan earphonenya, dan melihat kesekeliling,

Matanya dan mata Alfina bertemu. Alfina gugup, ia bahkan menelan air liurnya susah payah.

Alfin adalah lelaki itu, Alfin hanya melihat Alfina sekilas, lalu pergi dengan senyuman kecil yang membuat dada Alfina berdebar kencang sekarang.

"Lo kenapa Al?" Lian memegangi lengan Alfina yang dingin.

"G.. gue lo minumnya eh bukan makannya udahkan? Kelas yuk, bentar lagi masuk" Alfina salah tingkah.

Lian menaikkan alisnya sebelah tanda Lian tau bahwa Alfina sedang salah tingkah sekarang.

"Lo habis liat siapa Aal?" Lian mulai bertanya.

"Gue ngga liat siapa - siapa kok" Alfina menjawabnya cepat.

Itu membuat Lian menjadi yakin bahwa Alfina sedang jatuh cinta.

"Jujur sama gue Alfina" Lian menekankan kata terakhir yaitu nama chairmatenya.

"G..gue gue beneran ngga suka siapa - siapa Lian" Alfina berbohong lagi.

Lian pendekripsi wajah. Ia tau sekarang Alfina pasti sedang berbohong.

"Okey, kalau ngga mau jujur. Gue ngga bakalan bicara sama lo selama seminggu full!!" Lian menantang.

"Jangan dong Yan! Okey, sorry gue bohong. Gue suka sama.."

"Sama????" Lian penasaran.

"Sama...." Alfina tak yakin.

"Sama siapa lama ah lo!" Lian mendengus.

Alfina terkikik, "Alfin, gue suka dia"

Dan, sejak saat itu. Hanya Alfina,Lian dan Tuhan yang tau bahwa Alfina sedang menyukai seseorang yang sekaligus teman kecilnya. Alfin.

-----
Halo! Enjoy your reading ya guys!

Dreamer.

Seguir leyendo

También te gustarán

96.9K 18.5K 52
🍁Teen Lit - Fantasy - Minor Romance🍁 [ Pemenang Wattys 2021 - Fantasy ] Sebagai anak terlantar, aku cukup optimis. Aku tidak tau kenapa, tapi aku s...
1.2M 167K 26
[Fantasy & (Minor)Romance] Seluruh umat manusia tahu kenyataan bahwa volume air di bumi semakin naik dan menenggelamkan satu persatu pulau di dataran...
6.4M 716K 53
FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perem...
RavAges Por E-Jazzy

Ciencia Ficción

1.1M 111K 80
[Completed Chapter] Pada kepindahaannya yang ke-45, Leila kabur dari rumah. Dia melihat kacaunya dunia, serta alasan ayahnya yang terus mendesak mere...