ADVOKASI

By badatearth

861K 74.8K 4.3K

Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menja... More

1. Lagi dan Lagi
2. Sinis
3. Mau Menyerah Saja
4. Lika-Liku Mahasiswa Tingkat Akhir
5. Galak
6. Penelitian
7. Tugas
8. Kesambet
9. Kebiasaan
Yang mau-mau saja
10. Bingung
11. Aneh
12. Masalah (lagi)
13. Pembelaan
14. Perampokan
15. Ulang Tahun
16. Kejutan paling berharga
17. Marah-marah
18. Tugas baru
19. Hah?
20. Perhatian
21. Keusilan Kecil
22. Mas
24. Tidak Terduga
25. Salah Bicara
26. Perdebatan
27. Terkuak
28. Pertengkaran
29. Misi Membujuk
30. Cintaku
31. Si Baik Hati
32. Perubahan
33. Perkenalan
34. Godaan
35. D'day
36. Jangan takut!
37. Iya Salah
38. Sederhana
39. 3L (Lemas, Lesuh, Lunglai)
40. Awal Mula
41. Keseharian Bapak Ibu Hamil
42. Bukan Prioritas
43. Gila
44. De Ja Vu
45. Menyelesaikan yang lalu
46. Permintaan Maaf
47. Nanti
48. Salah Tingkah
49. Kembali Bersama
50. Kembali Terulang
51. Bak Pinang Dibelah 2
52. Pertanggungjawaban
53. Nona & Papa Seno
54. Pulang
Spesial Part : Hadiah Istimewa

23. Cemburu

18.5K 1.3K 48
By badatearth

Siapkan diri untuk melihat Bhakti Aryaseno versi menye-menye tapi tetep ngeselin~~~




Desas desus itu cepat berhembus, soal perubahan sikap Bhakti Aryaseno yang menurut mereka sangat tiba-tiba.

Sebagian mahasiswanya beranggapan Seno kemungkinan mengalami suatu pristiwa yang membuat pria itu taubat mempermainkan mahasiswa bimbingannya. Sebagian lainnya menduga bahwa Bhakti Aryaseno sedang memperbaiki citranya menjelang pemilihan ketua jurusan baru.

Antrean panjang mahasiswa di depan ruangan Seno sekarang menjadi pemandangan lumrah. Sepagi hari sudah akan banyak yang mengantre bahkan sebelum si empunya ruangan tiba. Sudah mirip antrean dokter spesialis saja.

Meskipun sudah berbaik hati menerima 10 Mahasiswa di setiap jadwal bimbingannya, jangan berharap Bhakti Aryaseno juga akan berubah berbaik hati dan lembut pada mahasiswa bimbingannya. Mimpi namanya.

Dengan orang yang jelas-jelas sedang menjalin hubungan dengannya saja Seno bisa sangat kejam, apalagi dengan mahasiswa bimbingannya!

Benar, niat baik Shana untuk mempermudah teman-temannya bimbingan berakhir dia yang harus mengabdi pada Seno. Benar-benar seperti babu dan pesuruh pria itu.

"Yang benar mijetinnya. Yang ikhlas Shana."

Mereka sedang ada di rumah Shana sepulang dari kampus seperti biasa. Dari masih di kampus tadi, Seno sudah ribut bahwa badannya pegal-pegal setelah membimbing 10 mahasiswa. Sudah jelas itu alasannya saja, setiap kali bimbingan pastii akan selalu mengeluh pada Shana. Kepalanya sakit lah, badannya pegal lah. Tangannya capek lah.

"Aaaa capek!" Keluh Shana, ganti menjatuhkan kepalanya di punggung Seno yang tidur telungkup.

Shana juga capek karena seharian menemani Seno di kampus, lalu pulang ke rumah dan masih harus dihadapkan dengan Seno yang sangat-sangat menyebalkan belakangan ini. Kemarin-kemarin mungkin ia masih sabar menghadapi Seno dengan tingkah menyebalkannya yang menurut Shana menggemaskan. Tapi lama kelamaan ia kesal juga. Kegiatannya jadi terhambat karena harus melayani yang mulia Bhakti Aryaseno.

Memasak makan siang untuk Seno, menyuapi pria itu makan, memijat badan Seno.

Sudah mirip seorang istri, tapi belum jadi istri hihihi.

"Kaki saya Shan."

Tuh lihat, mana ada yang namanya belas kasihan di hati Seno.

"Capekk Mas, mau tidur ngantuk." Shana mengangkat tubuhnya lagi, menyelip diantara tubuh besar Seno dan sofa. Ia ikut merebahkan dirinya disana.

"Belum selesai mijitnya kok tidur."

"Dengar nih, aku hari ini bangun jam lima pagi, masak buat Mas Seno, terus jam tujuh Mas jemput buat ke kampus. Padahal aku udah bilang aku entar dianter aja sama Septian, tapi Mas ngotot minta ditemenin. Terus aku nungguin Mas luamaaa banget di kampus, terus Mas mau makannya disuapin aku, terus ini udah pulang aku juga masih jadi babu. Capeeekk huuuu."

Ibu Shana sudah tidak lagi membuka catering setelah menikah dengan Haji Iswan. Sebagai gantinya, Shana yang harus memasak untuk si pelanggan nomor 1 itu.

Shana sudah bilang pada Seno akan mencarikan catering lain untuk pria itu. Tapi Seno malah kekeh tidak ingin makanan dari tempat lain, lebih baik Shana saja yang memasak untuknya. Sekalipun hanya dengan telur dadar, itu lebih baik ketimbang makan di tempat orang.

Seingat Shana, ia tidak pernah mencampur ramuan apa-apa dalam makanannya. Makanya ia heran melihat Seno yang semakin lama semakin menye-menye padanya. Terutama setelah Shana resmi memanggil Seno dengan panggilan 'Mas'. Semakin jinak saja pria itu, ya walau tingkah menyebalkannya memang sudah mendarah daging.

"Besok, seminggu kan libur." Ujar Seno santai. "Jadi tenaga yang buat seminggu kedepan dikerahkan dulu sehari ini saja."

Seno memang akan pergi dinas ke Makassar selama seminggu. Artinya selama seminggu Shana akan terbebas dari tugas menjadi baby sitter Bhakti Aryaseno.

"Nanti beliin oleh-oleh ya? Yang buanyak." Rayu Shana sengaja menyandarkan kepala di bahu Seno yang tidur telungkup.

"Males. Nggak ada duit. Udah buru pijetinnya yang benar."

Shana berdecak-decak, sengaja menekan keras-keras punggung Seno agar pria itu tahu bahwa dirinya sedang kesal.

"Aduh aduh." Heboh Seno merasakan punggungnya yang nyeri karena Shana yang duduk diatas punggungnya sengaja menghentak keras. "Nggak usah marah-marah gitu."

"Siapa yang marah?" Tanya Shana.

"Kamu lah. Pakai lompat dipunggung saya segala."

Shana cengengesan, ganti serius memijat bahu Seno.

"Jalan yuk?" Ajak Shana. Mengingat mereka akan berpisah cukup lama.

"Kemana? Saya belum packing."

"Terus udah tahu belum packing malah ngapel kesini? Bukannya beres-beres. Kebiasaan."

Seno mengabaikan ucapan Shana, ia merebahkan kepala di atas bantal setelah merasakan nikmatnya pijatan di bahu. Rasa lelah dan pegal di badannya langsung rontok seketika.

"Mas, tahu nggak sih aku sekarang kalau beli apa-apa di warung Haji Is–eh maksudnya Bapak gratis loh." Pamer Shana. "Kemaren aku mau beli cemilan kan, terus kata pegawainya bawa aja Mbak nggak usah dibayar."

Ini tentu sebuah keberuntungan bagi Shana yang sangat hobi jajan. Siapa coba yang tidak senang bisa membeli cemilan secara gratis?

"Ya jangan sering-sering, bisa bangkrut Haji Iswan kalau kamu keseringan."

Shana mencebik kesal,"dikira aku jajan setruk apa sampai buat bangkrut."

"Mana tahu kan, atau kamu ngambil kesempatan dengan jualin makanan yang kamu ambil gratis dari toko Haji Iswan."

"Haish otakku nggak selicik itu ya Mas!" Shana turun dari punggung Seno, duduk diatas sofa dengan wajah berpaling ke arah yang berlawanan dengan pria itu.

"Ayo jalan." Seno bangkit dari tidurnya, duduk dibawah Shana yang terus memalingkan wajahnya.

"Nggak ah males." Balas Shana.

"Nggak sopan marah-marah sama orangtua," Seno akhirnya berpindah, duduk di sebelah Shana dengan merangkulkan tangannya di pinggang gadis itu.

Shana menahan senyuman di bibirnya. Seno ini tahu sekali kalau dirinya akan mudah luluh dengan skinship yang dilakukan oleh pria itu. Memang dasarnya Shana haus belaian!

"Nggak sopan pegang-pegang anak dibawah umur!" Balas Shana sengak. Walau jantungnya bertalu-talu tidak jelas sejak tadi.

"Anak dibawah umur apanya?" Seno dengan usil mencuri satu kecupan di pipi Shana yang langsung tersenyum malu-malu. Pria itu semakin gencar menggoda Shana, bahkan mengabaikan dimana sekarang mereka berada. "Ayo mau jalan nggak?"

"Kemana dulu?"

Shana melirik jam di depan mereka, sekarang sudah hampir maghrib. Sementara esok hari Seno harus pergi ke bandara pagi-pagi sekali.

"Saya ikut kamu aja, asal jangan ke pasar malam."

"Hmm, tapi Mas belum packing?" Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepala Shana. "Ke rumah Mas aja? Aku bantuin packing, tapi habis itu traktir aku makam mie ayam gimana?"

"Makan mulu ini anak." Seno menjawil pipi Shana tapi setelah itu berdiri seraya mengulurkan tangannya. "Dekat rumah saya katanya ada mie ayam enak, saya juga belum pernah nyobain."

Shana menerima uluran tangan itu dengan gembira, "yang warungnya warna biru kan? Udah pernah nyobain. Enak sih tapi penjualnya genit." Shana bergidik ngeri.

"Genit gimana?" Tangan mereka masih bertautan, berjalan bergandengan tangan menuju mobil Seno yang terparkir di halaman depan, bersebelahan dengan mobil lain yang kini juga menghiasi halaman depan rumah Shana, mobil Haji Iswan.

"Aku waktu itu makan disana berdua sama temen cewe juga. Terus Mas nya kedip-kedipin mata! Awalnya temenku kira Mas nya kelilipan, eh kok kedip-kedipnya cuma ke kami doang. Malah mukanya mesum lagi." Adu Shana.

"Hemm perginya sama saya, nggak akan berani orangnya." Seno membukakan, kursi penumpang untuk Shana. Hal itu benar-benar mesam mesem karena Seno bukan pria yang perhatian seperti itu.

"Makasih ayang hihihi." Shana cekikikan sendiri dengan panggilannya untuk Seno.

"Siapa coba yang berani sama Mas yang mukanya datar begini, yang ada pada takut hihihi."

Ini kali pertama bagi Shana bertandang ke rumah Seno. Septian malah yang lebih dulu merasakan menginap di rumah milik pria itu.

Ah melihat rumah Seno, Shana jadi ingat kala dia mengantarkan kue ke rumah Bukde Enggar. Saat dimana ia memandang penuh kagum rumah di depannya, yang ternyata milik manusia paling galak, menyebalkan, keras kepala se fakultas. Tapi sialnya, pria itu yang kini menjadi kekasihnya.

Rumah Seno masih dalam keadaan gelap saat mereka tiba. Maklum, pemilik rumahnya sedang dimabuk asmara.

"Woahhh," Shana menatap sekelilingnya setelah Seno membukakan pintu dan menghidupkan lampu. Ia benar-benar terpukau dengan interior rumah megah ini. Dari luar saja sudah terlihat keren, ternyata dalamnya jauh lebih keren!. "Rumah sebesar ini ditinggalin sendiri? Nggak seram apa?"

Rumahnya jadi seperti rumah kurcaci bila disandingkan dengan rumah milik Seno. Benar-benar bagai langit dan bumi!

"Nanti berdua, sama kamu." Sahut Seno santai tanpa menyadari Shana yang dadanya gelenjotan setelah mendengar kalimat itu.

"Kalau rumah segede ini, cocoknya punya anak minimal lima. Iya kan Mas?"

"Hmm, ayo katanya mau bantu packing."

Seno mengajak Shana ke lantai atas, dimana kamar milik pria itu berada. Lagi-lagi Shana dibuat melongo. Seno punya kamar sebagus dan senyaman ini, tapi lebih memilih tidur di ruang tamu rumahnya dengan beralasan karpet.

Mengabaikan Shana yang masih terpesona dengan kamarnya, Seno bergerak menuju ruangan kecil yang ada di kiri kamar, menarik keluar sebuah koper dari sana.

"Ayo nanti kemaleman." Tegur Seno.

Shana dengan cepat kembali kesadarannya, ikut duduk lesehan di lantai. Sementara Seno membuka lemari yang ada di depan mereka.

"Kamu yang pilih."

Shana mengangguk, lagi-lagi takjub melihat isi lemari Seno. Untuk ukuran seorang pria lajang, isi lemarinya sangat tertata rapi. Kemaja-kemeja kerja tergantung rapi di bagian lemari gantung, bersandingan dengan beberapa jas formal. Celana-celana yang didominasi oleh celana kerja formal juga terlipat rapi di raknya sendiri.

"Acaranya disana apa aja?" Tanya Shana sebelum memutuskan akan memilih style apa.

"Kebanyakan seminar, bawakan satu set jas juga. Sepertinya ada satu hari yang harus memakai jas. Yang lainnya kemeja-kemeja saja."

Shana mengangguk paham, jemarinya memindai deretan kemeja Seno yang didominasi oleh kemeja polos.

"Batik juga?"

"Iya sama batik dua pasang saja."

Seminggu waktu yang cukup lama. Kalau untuk perempuan sepertinya, pasti memerlukan koper ukuran besar. Tapi melihat orang yang akan pergi seminggu itu adalah Seno yang sangat simple, maka koper ini sudah lebih dari cukup.

Shana memasukkan 3 kemeja dengan warna favoritnya, yang mengundang decakan dari si pemilik pakaian.

"Shanaya Mahika sekali." Komentarnya.

"Kenapa yang warna ini Mas nggak pernah pakai sih? Padahal bagus banget."

Seno lebih sering ke kampus mengenakan kemeja berwarna gelap. Sudah wajahnya suram, auranya gelap, masih juga memakai kemeja warna gelap? Sepertinya Shana harus memberi tutor pada Seno agar hidupnya lebih cerah dengan mengenakan pakaian-pakaian berwarna cerah.

"Ya nanti kapan-kapan."

Shana hanya mendengus, tahu kalau kapan-kapan yang dimaksud Seno ya benar kapan-kapan yang entah kapan. Paham kan?

"Pakaian dalam nya Mas, kan nggak mungkin aku yang pilihin."

Seno membuka lemari lain, mengeluarkan berkotak-kotak barang dari sana, yang kemudian Shana ketahui merupakan celana dalam.

"Baru semua itu?" Tanya Shana penasaran.

"Iya." Sahut Seno pendek. Membuka satu demi satu bungkusan tersebut lalu memasukkannya ke dalam koper yang sudah Shana susun sebelumnya.

"Dihitung, jangan sampai kurang." Peringat Shana.

"Kurang tinggal beli." Sahut Seno enteng. Menarik resleting setelah dirasa seluruh barang sudah masuk.

Shana lupa dengan siapa dia berbicara, kalau yang hendak pergi adalah Septian, wajar ia harus wajib mengingatkan jangan sampai ada yang tertinggal. Septian tidak akan punya cukup uang untuk membeli barang-barang yang tertinggal.

Berbeda dengan Seno, masalah kecil kalau hanya sekadar pakaian yang tertinggal.

"Yuk." Ajak Seno setelah mendorong koper ke dekat pintu kamar.

"Kita jalan aja gimana?" Ide itu muncul tiba-tiba. Membayangkan berjalan berdua sambil bergandengan tangan, pasti menyenangkan!

"Jauh Shan, nggak usah aneh-aneh lah–"

"Please," mohon Shana seraya menyatukan kedua tangan.

Seno dengan mudah luluh, siapa juga yang kuat ditatap sememelas itu.

"Yey!" Tangan Shana dengan cepat menyambar tangan Seno. Menautkan jemari-jemarinya yang kecil diantara jemari Seno yang sudah mirip raksasa.

Mulutnya tidak bisa berhenti bersenandung, dengan sesekali mengayun-ayunkan tangan mereka yang tertaut. Semenyenangkan ini ternyata bisa berjalan dengan orang yang kita cintai.

"Menurut Mas Seno, Mas-mas penjualnya berani nggak genit lagi?"

"Saya colok matanya kalau berani."

"Awww serem banget." Shana berpura-pura ketakutan. "Pacarku galak banget." Lantas cekikikan sendiri.

Seno merealisasikan ucapannya, pria itu sengaja tidak mengizinkan Shana duduk di hadapannya seperti biasanya. Ganti meminta gadis itu duduk di sebelahnya, dengan tautan tangan mereka yang tidak juga terlepas.

Matanya sejak tadi mengawasi gerak-gerik tiap pekerja di warung ini, mencari tahu lelaki mana yang disebut genit oleh kekasihnya. Dengan cepat Seno mengetahui, orang yang Shana maksud. Terlihat memang dari gerak-gerik lelaki itu yang akan sangat ramah atau malah kelewat ramah saat melayani pelanggan perempuan.

Seno sengaja meletakkan tautan tangan mereka diatas meja, agar lelaki genit itu tahu bahwa ia adalah pemilik gadis cantik di sebelahnya.

"Pesanan atas nama Mbak Shana ya?" Si lelaki yang disebut genit itu mengantar pesanan mereka.

"Iya." Sahut Shana menyenggol perut Seno yang sejak tadi menatap lelaki itu dengan raut mengajak baku hantam.

"Sudah pernah makan disini sebelumnya Mbak?" Tapi sepertinya lelaki itu belum menyadari ada yang menatapnya setajam silet.

"Per–"

"Belum pernah, sudah sana. Saya dan istri saya ingin makan." Usir Seno cepat.

Bukan hanya si pelayan yang melongo, Shana pun dibuat melongo.

Istri?

Istri katanya?

"Istri...istri, istri yang mana emangnya?" Goda Shana menyikut-nyikur bahu Seno.

"Kamu juga malah diladenin." Sewot Seno, tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.

"Ya orang nanya, aku jawab lah."

Seno tidak menyahut lagi, Shana terkekeh pelan. Jarang-jarang Seno cemburu seperti ini.

"Jangan cemberut gitu dong suamiku, sini disuapin biar nggak cemberut."

Mudah saja memperbaiki mood Seno. Dengan memberi perhatian lebih, maka Seno akan dengan mudah kembali tersenyum.

"Aaaaak," Shana menyuapkan sumpit dengan mie diantaranya ke mulut Seno yang langsung terbuka. "Anak bayi ini, mamnya harus dicuapin iya?"

"Iya." Sahut Seno.

***

Seno versi nyata saja sudah menyebalkan, tapi ada yang jauh lebih menyebalkan!

Seno versi ketikan di whatsapp.

Kalau harus berjauh-jauhan dan hanya bisa bertukan kabar melalui pesan seperti ini, Shana baru menyadari bahwa pacarnya orang tua.

Itu semua karena ketikan Seno yang aneh dan sering typo, persis seperti ibunya.

Ayaang👹 :
Y mnti dkbrn.
Sy msh rpat.

Me :
Kira-kira jam berapa?
Biar aku tahu bisa nelponnya jam berapa

Ayaang👹 :
Krg tau.
Nnti su tlpn y.

Me :
Bisa nggak sih ngetiknya nggak usah disingkat-singkat gitu! Nggak abis kuota Mas kalau ngetiknya panjang-panjang.

Ayaang👹:
Y.

Me :
Duh capek deh
Udah ah nyebeli banget

Triinggg

Baru saja ingin misuh-misuh, Seno malah menelpon. Shana jadi senyum sendiri, pacarnya itu memang paling tahu kalau ia sedang kangen-kangennya.

"Hal-"

Tuut

Shana mengernyit, apasih? Ia bahkan belum mengucap apa-apa. Sudah main dimatikan saja.

Pesan datang tidak lama kemudian. Isinya membuat Shana mengelus dada berulangkali, sabar, sabar.

Ayaang👹 :
Sorry.
Kpnct.

Me :

Ayaang👹 :
Rmg org bntul snmtnua gt?
Anh.

Shana sampai mendekatkan ponselnya untuk memahami maksud ketikan Seno. Ia jadi curiga, kalau huruf di keyboard pria itu tidak lengkap.

Me :
Hah?

Balasan tidak datang secepat tadi. Mungkin Seno sedang fokus pada kegiatannya. Shana juga tidak ingin mengganggu fokus pria itu.

Tapi setelah beberapa menit, tiba-tiba Seno mengirim sebuah vidio. Shana dengan segera membuka vidio tersebut. Lagi-lagi dahinya dibuat mengernyit melihat vidio yang tidak jelas itu. Layarnya dipenuhi oleh hidung Seno. Setelah menaikkan volume ponselnya baru ia menyadari, sepertinya Seno hendak mengirim voice note. Tapi entah bagaimana ceritanya, malah mengirim vidio.

"Udah dulu ya, saya mau dengerin materi. Nanti saya telpon kalau sudah kembali ke hotel. Love youuu muach."

Shana terkekeh sendiri mendengarnya.

Ah jadi kangen dengan Bhakti Aryaseno kecintaannya.


***

Siapa yang dosennya ketikannya kaya Pak Seno? ☝️☝️☝️☝️☝️☝️

Kadang tuh sampai rela pergi ke kampus buat ketemu langsung walau cuma buat nanya hal yang harusnya bisa ditanya lewat WA.

Soalnya kalau di WA typing dosennya aneh dan sering miss komunikasi, jadi mending ketemu langsung biar clear😅😅

Part selanjutnya sudah rilis lebih dulu di Karyakarsa (link di bio) yaaa

Yogyakarta,
02 September 2023

Continue Reading

You'll Also Like

73.9K 4.5K 38
Bagaimana nasib Jenette ketika bertemu lagi dengan senior dingin dan galak terlebih lagi dia atasannya?! Jenette (23) Baru pulang dari internshipnya...
514K 50.2K 39
(END) Dia ada, bersembunyi dibalik celah yang menatap penuh damba pada sosok tampan di depan sana. Tanpa mampu berkata, dia hanya diam bersembunyi di...
37.8K 4.3K 42
Tentang sebuah pengorbanan, bahwa hidup adalah perjuangan. Hidup tanpa suami tak membuat Haptari menyerah. Bagi wanita 34 tahun itu hidup ini keras d...
213K 14K 52
(cover baru) Tentang pasangan yang gagal mengatasi fase 'Titik Jenuh' dalam hubungannya. Happy reading .... Publish : 17/01/21 Finish :14/12/21