Sunda Manda [COMPLETED]

By yourlukey

3.6K 224 7

Joano dan Luna adalah dua remaja yang hidup berdampingan dengan luka dan trauma masa kecil. Mereka berusaha u... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50

Part 42

47 5 0
By yourlukey

Keesokannya.

Joano baru saja menghentikan skuternya di parkiran sekolah, tapi Bianca sudah setia menunggu di tempat itu. Tentu saja bukan Joano yang Bianca tunggu, melainkan orang yang ada di belakang lelaki itu. Luna.

"Buset, pagi amat lo datangnya." Ucap Joano sambil melepas helmnya.

"Biasa, nyokap berangkat pagi buta." Jawab Bianca.

"Trus lo ngapain berdiri di sini?" Luna ikut nimbrung sembari menyodorkan helm yang selesai ia gunakan kepada Joano.

Bianca tersenyum ceria. "Jam pertama dan kedua kosong, jadi gue mau ngajakin lo ke perpus. Tahu nggak sih kemarin katanya ada stok novel terbaru."

"Serius?" Luna ikut tersenyum semringah.

"Iya, ayok. Tasnya titipin Joano aja." Bujuk Bianca.

Luna setuju, tanpa menunggu persetujuan Joano, ia langsung menyerahkan tasnya pada lelaki itu.

Bianca langsung menggandeng lengan Luna dan mengajaknya pergi. Seketika keberadaan Joano di sana terlupakan.
Meski begitu, Joano hanya menggelengkan kepalanya sambil menggerutu. "Dasar para pecinta cowok fiksi."

Di perpustakaan, Luna dan Bianca duduk tenang sambil membaca novel terbaru yang sedari tadi mereka bicarakan.

Kondisi perpustakaan sangat sepi, hanya ada mereka berdua dan penjaga perpustakaan. Mungkin karena masih pagi makanya murid yang lainnya belum berminat untuk pergi ke sana.

Sepuluh menit berlalu, penjaga perpustakaan sudah pergi entah kemana. Di sana hanya menyisakan Luna dan Bianca.

Luna menutup bukunya lalu menoleh ke arah Bianca. "Bi, gue mau cerita sama lo."

"Iya." Bianca langsung memperbaiki posisinya menghadap ke arah Luna.
Sepertinya cukup serius, meski bukan yang paling serius Bianca tetap antusias mendengar gadis itu bercerita. Jarang-jarang kan Luna mau bercerita meskipun mereka cukup dekat.

"Sebenernya, Daniel udah pernah bilang ke gue kalau dia suka sama gue."

Mata Bianca membulat sempurna. Antusias.

"Serius? Trus gimana?"

"Gue nggak bisa."

Antusias Bianca berkurang. "Kenapa? Lo bener-bener anggep dia cuma teman, ya?"

"Iya. Gue seneng banget punya temen kayak Daniel. Tapi gue nggak bisa kalau lebih dari itu." Jelas Luna.

Bianca mengangguk paham. "Sejak lo berantem sama Joano masalah Daniel, gue nggak berani buat godain kalian, takut kalau Joano marah lagi. Lagian kenapa sih Joano seenggak suka itu sama Daniel. Mereka punya masalah?"

Luna menggedikkan bahu. "Nggak tahu."

Sebenarnya Luna juga penasaran mengapa Joano sangat tidak menyukai Daniel. Apakah hanya karena itu? Perkataan yang mungkin Joano sendiri salah mendengarnya. Entahlah. Yang pasti ia hanya menganggap Daniel sebagai temannya dan menganggap bahwa mungkin Joano salah sangka pada lelaki itu.

"Lun."

"Iya."

Kali ini Bianca yang nampak ragu saat ingin mengatakan sesuatu. "Lo pernah kepikiran nggak kalau sebenernya mungkin orang yang lo suka itu, Joano."

Luna terdiam sejenak kemudian tertawa kaku sambil mengibaskan kedua telapak tangannya. "Lo bicara apa si, Bi."

Bianca meringis. "Bukannya kenapa-kenapa, tapi biasanya cewek sama cowok itu nggak bisa sepenuhnya berteman."

"Mana ada. Lo kan juga berteman sama Joano. Sama kayak gue juga gitu." Sanggah Luna cepat.

"Gue serius, Lun. Pertemanan lo sama Joano itu beda. Nggak kayak gue sama Joano. Coba deh lo pikirin bener-bener lo suka nggak sama Joano? Kalau seandainya Joano pacaran sama Bella atau cewek lainnya, lo gimana?"

Luna sudah berulang kali meyakinkan dirinya sendiri bahwa perasaannya pada Joano murni hanya sebatas teman. Pertanyaan semacam ini berulang kali ditanyakan oleh Bella padanya saat gadis itu ingin melakukan pendekatan pada Joano.

Hati Luna memang sakit saat Joano pergi bersama Bella, tapi bukankah perasaan itu wajar saat teman kita pergi dengan orang lain tanpa melibatkan diri kita, maka ada rasa iri. Apalagi orang itu benar-benar dekat dengan kita.

"Serius? Lo yakin?" Bianca menekan perkataannya.

Lidah Luna kelu, pertanyaan Bianca tiba-tiba saja tidak mampu ia jawab.

"Bukan Joano sebagai teman lo, tapi Joano sebagai cowok." Tanya Bianca sekali lagi.

Luna menundukkan kepalanya. Pertanyaan Bianca sungguh membuatnya kembali berpikir apakah perasaannya pada Joano memang cuma sekedar perasaan teman atau lebih dari itu.

"Kalau mau ngobrol nggak di sini tempatnya." Penjaga perpustakaan yang baru saja memasuki ruangan itu langsung berkomentar menohok.

"Kalian kan sudah kelas dua belas, bukannya belajar latihan soal buat ujian malah baca novel." Lanjut penjaga perpustakaan lalu duduk di tempatnya. Masuk akal juga. "Jam istirahat sudah mau selesai, kalian nggak balik ke kelas. Jam kosongnya dua jam doang, kan?"

Dari pada harus mendengar omelan penjaga perpustakaan, lebih baik Luna dan Bianca keluar saja dari ruangan itu.
Mereka mengembalikan novel yang telah mereka pinjam kemudian keluar dari perpustakaan.

Sepanjang perjalanan menuju kelas, Luna melihat Joano di sebuah tempat sepi sedang menarik kerah teman sekelasnya dengan sorot mata tajam.

Tak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Luna lantas berlari menghampiri mereka. Diikuti Bianca di belakangnya.

***


"Kenapa nggak ngasih tahu sih kalau kalian lagi pacaran? Kita kan bukan orang asing." Mike langsung bicara sok tahu saat Joano baru menarik kursinya dan duduk di bangkunya.

Bella juga baru sampai di kelas saat orang-orang menatapnya dengan penuh curiga.

Berpacaran dengan teman sekelas bukan sesuatu yang 'wah' sampai semua orang penasaran. Melainkan dengan siapa mereka berpasanganlah yang selalu menjadi topik perbincangan.

Bella dengan kesempurnaan fisik dan juga materi, sementara Joano dengan keahlian dalam bidang akademik dan kepandaiannya dalam bergaul menjadikan mereka sebagai pasangan paling serasi di sekolah. Itu menurut anak-anak.

Sayangnya berita itu tidak benar, mereka tidak berpacaran. Sekeras apapun Joano dan Bella membela diri, teman-teman mereka tidak percaya. Ditambah lagi foto mereka tersebar di media sosial yang semakin memperkuat rumor keduanya.

"Nggak pacaran." Tegas Joano singkat.

"Serius, Bel?" Tanya Alfian memastikan.
Bella tersenyum simpul. "Fotonya nggak seperti apa yang kalian lihat kok."

Mike dan Alfian spontan menoleh ke arah Joano. Lelaki itu mengangguk mantap, membenarkan pernyataan Bella.

"Lagian siapa sih yang nyebarin foto nggak jelas kayak gitu? Bikin heboh aja." Gerutu Joano.

Mike dan Alfian kembali menatap ke depan. Nampak kecewa karena berita yang mereka nantikan tidak benar.

Ponsel Joano kembali bergetar, ia mendapat satu pesan dari Bella.

Sekali lagi gue minta maaf ke lo, Jo.

Joano menatap Bella sambil tersenyum tipis. "Iya."

Rumor pacaran antara Joano dan Bella sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Banyak siswa-siswi ikut bergosip membicarakan keduanya, berkasak-kusuk memberi penilaian seolah mereka paling tahu segalanya. Meski begitu, Joano tidak ambil pusing. Ia tidak peduli meski orang-orang sedang membicarakannya. Menurutnya, sanggahan yang pernah Bella lontarkan ke anak-anak sudah cukup mewakili. Sisanya terserah mereka.

Joano sedang mengantri untuk membeli makan di kantin. Keberadaannya tak lepas dari pantauan para siswa yang telah duduk di sana. Sebagian dari mereka masih tertarik dengan rumornya, sebagian lagi sudah tidak peduli.

Dari pada menghiraukan tatapan-tatapan yang menyebalkan, Joano lebih memilih mengalihkan pandangannya ke arah menu makanan yang menggugah selera. Satu langkah Joano maju ke depan, masih ada beberapa orang mengantri di depannya. Tak sabar, Joano ingin segera menyantap makan siang.

Sepersekian detik pandangan Joano beralih ke ponsel seorang lelaki yang berdiri membelakanginya. Awalnya Joano pikir jika orang di hadapannya itu hanya mencari foto mengenai dirinya yang tersebar di internet, namun setelah Joano lihat lebih seksama lagi, layar ponsel lelaki itu menunjukkan halaman profil pengguna anonim yang menyebarkan fotonya.

Dengan cepat Joano meraih secara paksa ponsel tersebut dari genggaman si pemilik.

Andrian, ia adalah teman sebangku Daniel. Orangnya pendiam dan tidak terlalu menonjol. Joano tidak benar-benar mengenal sifat dan karakter yang dimiliki lelaki itu, ia hanya mengenal karena mereka adalah teman sekelas.

Joano menatap layar ponsel itu lagi untuk memastikan jika apa yang ia lihat itu benar adanya. "Jadi lo yang nyebarin foto gue?"

Andrian tidak menjawab, ia terlihat gugup karena tertangkap basah oleh Joano.

"Kenapa lo nyebarin foto gue?" Tanya Joano dengan tatapan menghardik.

"Jo, Maju Jo. Kita juga lagi ngantri nih." Seorang siswa laki-laki di belakang Joano protes karena Joano dan Andrian tidak bergerak maju ke depan.

"Iya bentar." Jawab Joano singkat. Bola matanya masih menatap lurus ke arah Andrian. "Kenapa lo nyebarin foto gue?"

Andrian masih tidak menjawab, dengan gerakan cepat tangannya merebut kembali ponsel miliknya. Ia lantas keluar barisan dan pergi dari kantin.

Joano tidak ingin kehilangan orang yang telah menyebarkan foto tentang dirinya. Ia buru-buru mengejar Andrian dan segera mengintrogasi lelaki itu dengan berbagai macam pertanyaan.

"Kenapa lo nyebarin foto gue? Punya masalah apa lo sama gue sampai nyebarin foto buat nyerang gue?!"

Kedua bola mata Andrian bergerak kesana-kemari, raut gugup juga takut terlihat jelas di wajahnya.

"Mau lo apa? Gue punya masalah apa sama lo? Kenapa lo nyebarin foto gue?!"

"Buat apa? Buat seru-seruanlah!"
Andrian tiba-tiba berteriak lantang dengan jawaban tak terduga. "Lo pikir selain buat seru-seruan emangnya buat apa lagi?!"

Geram dengan jawaban Andrian, Joano kontan menarik kerah seragam lelaki itu. "Lo nyebarin foto itu buat seru-seruan? Gimana kalau sampai tersebar ke guru-guru?" Ujarnya dengan tatapan tajam.

"Joano! Lo ngapain sih?" Luna berteriak kemudian berlari menghampiri Joano dan segera melerai keduanya sebelum pertengkaran mereka benar-benar terjadi.  "Apa-apaan sih lo main narik-narik baju orang. Kita di area sekolah, gimana kalau kita dapet masalah."

"Jo lo kenapa sih? Emang nggak bisa dibicarain baik-baik apa?" Bianca yang datang bersama Luna ikut melerai dengan menjauhkan Andrian dari jangkauan Joano.

"Dia yang nyebarin foto gue di medsos! Kalian tahu nggak jawabannya apa?! Buat seru-seruan katanya!" Ujar Joano lantang. Toh, Andrian duluan yang memulai dan memancing emosinya, jadi ia tetap tidak merasa bersalah.

"Foto apaan sih?" Tanya Bianca tak tahu menahu. Diantara mereka berempat sepertinya hanya dirinyalah yang tak mengerti apa yang menjadi penyebab perdebatan mereka.

Belum sempat Bianca mendapat jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan. Seseorang lebih dulu memanggil mereka.

"Guys, udah bel masuk. Pelajaran selanjutnya mau dimulai. Bisa ngamuk Pak Hendra kalau nggak lihat kalian di kelas!" Seru Daniel dari kejauhan.

Perkataan Daniel mampu menghentikan mereka berempat, bukan karena siapa yang mengatakan tapi karena isi kalimat Daniel lah yang berhasil membuat mereka membubarkan diri.

***

Continue Reading

You'll Also Like

131K 1.7K 52
Well i mean its just imagines of walker sooooo Also request are open so if you want one just let me know!
19.9K 1.8K 29
"Holly, is there something you want to tell me?" Miss Adeline made me swallow the lump in my throat as her piercing eyes were staring into my soul. "...
38K 117 15
just know it's gonna make you hella wet🤭
70.5K 2.8K 37
ᴅɪᴠᴇʀɢᴇɴᴛ; ᴛᴇɴᴅɪɴɢ ᴛᴏ ʙᴇ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴏʀ ᴅᴇᴠᴇʟᴏᴘ ɪɴ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴅɪʀᴇᴄᴛɪᴏɴꜱ.