VaNa(ON GOING)

By Heldainaa

59.9K 2.8K 1K

"Capek boleh, nyerah jangan. Cobalah istirahat sejenak, terkadang berjuang juga butuh tenaga". Itulah prinsip... More

1. Pertemuan Pertama
2. EVAN SAPUTRA
3. Pendekatan
4. Maju terus
5. Kesempatan
6. Berkunjung
7. Definisi Jodoh datang sendiri
8. Peningkatan?
9. Bad day and Good day
10. Sakit
11. pendekatan Nafi
12. Membujuk
13. Sleep Call
14. Undangan Hari minggu
15. Restu dari mama
16. Membingungkan
17. Ada yang Salah
18. Mengungkapkan
19. Sulit dimengerti
21. Cukup Paham
22. Asing
23. Camping
24. Nyusahin
25. Tanda tanya
26. Mimpi Buruk
27. Stuck
28. Baik
29. Apa lagi
30. Biasa, manusia
31. Gosip lagi
32. 1/2 kebenaran?
33. Alasan
34. Bohong tapi jujur
35. Berulah
36. Speechless
37. Diluar Ekspektasi
38. Hampir
39. H-1
40. Penjelasan Billa
41. Sudah Tau
42. Silent But Care
43. Hari H
44. Gengsi vs GR
45. Ina Joules
46. Titik terendah
47. Tempat Ternyaman
48. Evan Buaya
49. Ina kenapa
50. Ungkapan Dari Hati
51. Kita bikin Romantis
52. orang bilang
53. Terlupakan
54. Tanpa effort
55. Sakit
56. Tentang Ina
57. Kehilangan?
58. Sama Tapi Beda

20. Waktunya untuk Berhenti

1K 45 13
By Heldainaa

Dulu ada seseorang yang membuatku
Bersemangat untuk bertemu dengannya, dan sekarang orang itu menjadi orang yang paling tidak ingin aku temui.

*~Heldaina Putri Arkia~*

*

*

*

*

*

_______________________

Saat ini ina berada dikelas yang masih tetlihat sepi, sepertinya ia datang terlalu pagi. Ina memutuskan untuk mencoba bermain game untuk menghilangkan rasa gabutnya.

Sebenarnya ina sudah melihat tutorial cara bermain game tersebut, ina sudah cukup paham dengan materinya, dan sekarang ia ingin mencoba praktiknya.

Ina berlatih untuk bermain game tersebut atas keinginannya sendiri, itung itung nambah ilmu.

Ina tampak fokus dengan hpnya, tanpa ia sadari kelas sudah tampak ramai, dipenuhi oleh penghuni kelas tersebut.

"Woi cill serius amat, tumben main game". Beo wawa dengan suara nyaring nya.

"Gabut". Jawab ina singkat.

"Caelah, udah kayak si doi aja main game". Goda fani kepada ina.

Ina menatap fani tajam,
"Apa an, emang dia aja yang boleh main game".

Ina melirik ke meja evan, ternyata evan sudah berada disana duduk anteng menatap jendela. Ia ingin bertanya kepada evan, apa yang dimaksud pria tersebut kemarin. Tapi niatnya ia urungkan karna bell sudah berbunyi.

"Na, hpnya simpan dulu, udah masuk". Kata nafi yang berada di seberang meja ina dan bila.

"Eh iya". Ina melirik billa tidak enak, tapi seprtinya billa biasa biasa saja.

"Billa, kemaren nyokap gue nanyain lu, katanya harini mau ngajak lu main kerumah, lu maukan?". Tanya nafi ke billa.

Billa tampak gugup, namun bersaha menutupinya,

"Gua doang". Tanya billa datar.

"Iya, lu mau kan bill, mau ya, nanti gue beliin es krimm deh".

"ck... Emang gue bocil".

"hahaha makanya, lu mau kan, bisa ngamuk nyokap gue kalau lu gak datang". Kata nafi bergedik ngeri.

"Hmm, gue usahain datang". Ucap billa,

Billa ini gengsi tapi mau, fikir ina, memperhatikan interaksi mereka berdua. Dan hanafi orang yang tidak peka.

"Serasa jadi nyamuk". Gumam ina, yang masih didengar nafi dan billa.

"Hahaha, nyamuk apaan cantik kayak gini". Kata nafi tanpa beban.

Wah seketika rasa tidak enak ina kembali lagi. Ina melirik billa yang juga tertawa santai.

"Hahaha, manis banget mulut buaya". Kata ina menghilangkan rasa canggungnya, sepertinya hanya dia yang merasa canggung.

"Gue seri—".

Ucapan nafi terpotong saat guru masuk kekelas mereka. Ina bernafas lega.




"Na, fan, lu mau makan apa, biar gue pesanin, kalian cari tempat duduk aja".

"aku samain kayak kamu aja wa".

"Gue juga".

Setelah mendapatkan kursi, fani dan ina pun langsung duduk dikursi tersebut. Ina asik bermain hpnya, sedangkan fani mengamati lingkungan sekitar, sepertinya ia sedang mencari gosip terkini.

"Khmm, oh iya na, lu udah tanyain evan soal chat dia kemaren". Tanya fani membuka obrolan.

"Belum, mungkin nanti".

"Oh, jadi na, lu masih mau suka sama si kutub itu?".

"Gak tau".

"ck... Tapi ya na gue yakin banget kalau evan juga suka sama lu, orang kayak lu itu sangat dibutuhin untuk kelangsungan hidup evan".

"Kenapa mikir gitu?".

"Soalnya gue juga punya teman cuek, persis kayak evan, katanya dia kalau nyari cewek itu yang bisa ngertiin sifat dia, yang bisa cairin suasana, yang banyak omong kalau sama dia, soalnya katanya dia butuh orang kayak gitu untuk melengkapi".

Ina hanya mangut mangut mendengarnya, benar apa salahnya saling melengkapi.

"Makanan datang". Kata wawa membawa nampan.

"Jadi kan na—".

"Udah ceritanya dipending dulu, ntar lagi masuk, habisin nih makanannya, udah cape capek loh gue nungguin". Omel wawa.

"Siap kanjeng ratu". Ucap fani bercanda.

"Wa, kamu kalau ngomong riweh banget". Canda ina tertawa.

"Serah kalian dah mau ngomong apa, yang penting makanannya dihabisin".

~~•~~

Saat menuju koridir kelasnya, semua orang menatap mereka bertiga perihatain, ralat hanya ina. Ina mengabaikan tatapan itu.

"Ini pada kenapa sih". Tanya fani saat kelas mereka tampak ramai.

Fani yang penasaran pun, memilih berjalan deluan meninggalkan ina dan wawa yang berada diambang pintu, ia menuju sesuatu yang dikerubungi oleh penduduk kelas tersebut.

Fani membelalakan matanya, melihat itu ia langsung melangkah mundur menuju wawa dan ina.

"Eh na, ke kantin yuk". Cegat fani kepada ina yang hendak melangkah kekerumunan orang orang tersebut.

"Hah kantin? Tadi kan udah, gak mau ah ntar lagi masuk". Ucap ina yang tetap melangkah.

"wa, tahan ina wa". Bisik fani kepada wawa.

"Maksud lu". Tanya wawa bingung.

Melihat ina yang sudah berada dikurumunan tersebut, fani langsung menarik tangan wawa mengabaikan pertanyaan wawa tadi.

Ina penasaran, apa yang sedang ditonton teman temannya itu. Baru saja hendak melangkah lebih dekat, langkah itu terhenti saat ina mendengar suara yang begitu familiar ditelinganya.

Ina mengintip dari sela sela, dan ternyata benar bahwa yang sedang dikerumuni teman teman sekelasnya itu evan, yang sedang berhadapan dengan seorang gadis yang juga ina kenal.

"Gue serius, Gue Suka Sama Lu ra".

Seketika suasana hening, atensi kelas berpindah kepada ina saat mereka menyadari ina sudah didekat mereka.

Ina tersenyum sinis, apa apa an drama di depannya ini, oh ia mengerti jadi ini maksud chat evan kemarin, kejutan yang menarik fikirnya.

"Jadi ini maksudnya, parahhh, gak nyangka sih". Kata ina menanggapi kejadian itu.

Tiba tiba sesorang dari arah belakang menutup mata ina, dan menyeret ina untuk pergi dari situ.

"Udah na, ngapain liat begituan kayak gak ada tontonan lain aja". Kata wawa menenangkan.

"Apa an sih, aku biasa aja kali". Ucap ina berusaha melepas tangan waawa dari matanya.

"Mending kita ke taman belakang aja, gue baru dapat kabar katanya kita free class soalnya guru pada rapat, untuk persiapan kemah".




Saat ini mereka duduk lesehan dibawah pohon, menikmati angin yang berhembus.

"Gue gak nyangka evan nembak rara". Kata fani tak habis fikir.

Melihat ina tidak merespon, wawa langsung memukul tangan fani,

"Lu ini, ngerti suasana gak sih, jangan bahas itu dulu". Bisik wawa

"Hahah, aku gk papa kali, santai aja". Kata ina tiba tiba tertawa.

Wawa dan fani saling bertatap, lalu menatap kearah ina.

"Na, yang sabar ya, gue tau pasti hati lu lagi potek kan na".

"Gak lah, lebih sakit gigi aku inii". Kata ina memegang pipinya.

"Miris banget lu cil, udah sakit gigi, eh malah ditambah sakit hati, dobel sakitnya". Canda wawa.

"Iya miris". Tanggap ina santai

"Jadi lu gimana cil?".

"Ya gak gimana gimana".

"Lu gak sakit hati gitu".

"Ya sakit dong wa, nyesek ini, tapi kan gak mungkin aku nangis nangis, terus mohon mohon biar evan batalin pernyataannya tadi, nanti malah disangka gila akunya".

"Widih bocil gue udah dewasa". Bangga wawa.

"Bener, rencananya sekarang lu harus move on, terus bikin evan nyesel karna lebih milih sisensi dari pada lu dan kita akan bantuin". Ucap fani mengepalkan tangannya bersemangat.

"Haha, serah kalian aja deh".

"mmm, makasih ya udah selalu ada buat aku, maaf selama ini aku lebih mentingin diri sendiri".

"Apaan lu, kayak sama siapa aja, kalau itu mah kita juga paham kok".

Mereka berbincang bincang cukup lama, serta candaan yang dikeluarakan wawa dan fani mampu memghibur hati ina.

"Yuk kekelas, waktunya kita pulang".

"betul, datang harus tepat waktu begitupun pulangnya". Kata wawa menarik tangan ina dan fani menuju kelas.

Sepertinya berita evan dan rara jadian sudah tersebar dikalangan angkatan mereka. Buktinya orang orang menatap ina prihatin.

Tiba tiba siswi dari kelas sebelah menghampiri ina sambil berlari, lalu menggenggam bahu ina.

"Na yang sabar ya na, gue juga pernah rasaain yang kayak lu rasaain, ditinggal pas lagi sayang sayangnya, semangat na kami ada untuk lu". Kata siswi tersebut menyemamgati.

"i-iya". Ucap ina seadanya berusaha melepas cengkaraman dibahunya.

Yah hampir satu angkatan mengetahui bahwa ina sangat menyukai evan, bahkan mereka menjadi saksi mata atas perjuangan ina mendekati evan.

Setelah siswi tersebut pergi, ina langsung menghembuskan nafasnya, melihat itu wawa dan fani langsung merangkul bahu ina dan membawa ina memasuki kelas mereka.

Suasana yang biasanya ramai kini begitu canggung saat ina memasuki kelas, ina memasang wajah datarnya, mengabaikan pemikiran orang tentang dirinya.

Ina melewati meja evan, tapi berusaha tidak menatap sama sekali kearah evan.

"Na, sabar ya, gue jadi bingung deh kenapa jadi begini". Ucap billa sedikit kesal karna hal yang terjadi.

Ina membereskan mejanya lalu memasang tas kepundaknya, ina melirik kearah evan yang mendekati meja rara, bukan hanya ina, bahkan penduduk kelas memperhatikan tiap gerak gerik evan sangking penasarannya kepada laki laki tersebut.

"Ra gue tunggin diparkiran". Kata evan datar, yang dibalas anggukan oleh rara.

Lagi lagi ina berusaha biasa saja. Ia mengabaikan hal tersebut. Oke kalau evan mau ina menjauh, ina tidak akan segan untuk menurutinya. Toh juga biasanya ia nurut sama setiap perintah evan.

"Na lu gak papa". Kata nafi melihat ina melamun.

"eh gk papa santai aja, oh iya kalian pulang barang kan, hati hati naf bawa anak orang, jangan kebut kebut, bil kalau nafi kebut kebutan peluk aja dari belakang". Goda ina, berusaha terlihat ceria.

"yuk pulang cil, gue antarin". Kata wawa yang langsung menarik tangan ina.

Saat sudah didalam mobil, mata ina tak sengaja melirik kearah evan yang sedang membonceng rara dibelakangnya.

Terlihat rara memegang punggung evan dari belakang. Wah rasanya ina cukup terbakar, ina menarik nafas lalu menghembuskannya.

"Sabar ya cil". Kata wawa.

"Gak bisa, aku iri aku bilang". Kata ini kesal.

_____________________



Tbc.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 132K 29
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
498K 37.4K 44
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
887K 6.3K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 72.3K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...