Sunda Manda [COMPLETED]

Autorstwa yourlukey

3.6K 224 7

Joano dan Luna adalah dua remaja yang hidup berdampingan dengan luka dan trauma masa kecil. Mereka berusaha u... Więcej

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50

Part 37

38 5 0
Autorstwa yourlukey

"Bisa-bisanya lo bawa anak cewek pulang larut sampe jam segini!"

Joano hendak melayangkan tinjunya. Namun, begitu tangannya sampai di udara potongan ingatan kekerasan masa kecil kembali menghantuinya. Ia juga mengingat sebuah artikel yang menyatakan bahwa korban kekerasan berpotensi menjadi pelaku kekerasan.

Joano mematung seketika, matanya berapi-api juga rahangnya mengeras melihat wajah Daniel yang menatap tajam kepadanya. Daniel tidak ada rasa bersalah atau penyesalan karena membawa Luna pulang larut malam.

Sebelum perang dingin terjadi Luna segera menahan tangan Joano. "Jo lo ngapain sih?! Lepasin, nggak? Lepasin?!"

"Lun, dia itu bawa pengaruh buruk buat lo! Dia nggak sebaik yang lo pikir!" Tuduh Joano lantang.

Alih-alih membalas perkataan Joano, Luna justru dengan sekuat tenaga melepaskan tangan Joano yang sedang mencengkeram kerah Daniel dan menurunkan kepalan tangan lelaki itu. Setelah berhasil Luna langsung mendorong Joano menjauh dari hadapan Daniel.

"Lo bisa tenang nggak, sih. Daniel nggak salah. Lo nggak usah nuduh Daniel kayak gitu!" Bela Luna tak kalah lantang. "Yang ngajak Daniel jalan itu gue, jadi nggak usah nuduh Daniel yang enggak-enggak!"

Dahi Joano berkerut, matanya semakin tajam menatap mereka berdua.

"Kenapa? Emangnya gue nggak boleh jalan sama temen gue yang lain? Emangnya gue harus jalan sama lo doang? Kehidupan gue nggak seputar lo doang Jo. Please, nggak usah kayak gini. Gue juga pengen seneng-seneng sama temen gue yang lain. Kayak bocah tahu nggak cuma ngeributin hal kayak gini doang." Lanjut Luna.

Luna sejujurnya merasa bersalah akan perkataannya sendiri. Tidak seharusnya kan ia berbicara seperti itu? Joano hanya mengkhawatirkannya. Akan tetapi, di saat yang bersamaan Luna juga merasa kesal akan reaksi Joano yang berlebihan. Apalagi menuduh Daniel tanpa dasar seperti itu, justru hanya akan membuat hubungan pertemanan mereka menjadi canggung.

"Kayak gini doang lo bilang? Lo baru jalan sekali aja udah pulang larut kayak gini. Gimana kalau lo bergaul setiap hari sama dia." Tuduh Joano semakin menjadi.

"Please, Jo. Stop! Lo nggak ada hak apa-apa buat ngelarang gue jalan sama siapa aja dan pulang jam berapa. Itu nggak ada urusannya sama lo!" Balas Luna tegas. Gadis itu kemudian menoleh Daniel dengan tatapan tidak enak.

"Sorry Niel, kayaknya lo harus pulang deh. Sorry ya, suasanya jadi nggak enak gini."

"Nggak papa, Lun. Selama lo sama gue nggak ada masalah, itu bukan apa-apa." Tukas Daniel.

Luna tersenyum canggung. Ia sungguh tak enak hati pada Daniel. Padahal lelaki itu yang berusaha menghiburnya hari ini, tapi karena tindakan Joano yang kekanak-kanakkan, Daniel jadi dituduh yang bukan-bukan.

"Sorry, sekali lagi."

Daniel membalas senyum Luna dengan hangat, sangat bertolak belakang saat lelaki itu beradu pandang dengan Joano. Sangat tajam dan mengintimidasi. "Kalau gitu gue balik duluan, ya."

Daniel lantas kembali menunggangi motornya, mengenakan helm kemudian melajukan kendaraannya pergi dari area komplek.

"Reaksi lo tuh berlebihan tahu nggak. Nggak seharusnya lo nuduh Daniel kayak gitu. Bikin malu aja." Kata Luna sembari menatap tajam Joano. Gadis itu hendak berlalu dari hadapan Joano namun segera ditahan lelaki itu.

"Gue benci Daniel bukan tanpa alasan. Apa gue tipe orang yang nggak suka sama orang semudah itu? Daniel itu ngga sebaik yang lo kira, Lun."

Luna mendengus. "Nggak ada orang yang bener-bener baik, Jo. Manusia itu kompleks. Kalau dia nggak bener-bener baik trus gue harus jauhin dia? Gitu?"

"Iya lo harus jauhin dia!" Tegas Joano membuat keputusan. "Gue tuh pernah denger dia ngomongin masalah gaya, tempat dan telanjangin. Apa maksudnya coba? Dia itu nggak bener, kita juga bukan anak kecil yang nggak ngerti maksudnya apa kan?"

Luna menghela napas panjang sambil menggertakkan giginya. "Jadi itu yang bikin lo benci sama Daniel? Nggak masuk akal tahu, nggak? Itulah permasalahan orang-orang seperti kita, Jo. Kita itu terlalu naif. Selalu nganggep sesuatu yang mempunyai konotasi negatif itu bener-bener negatif, nggak pernah ngelihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda."

"Memangnya kenapa kalau Daniel nyebutin kata-kata itu? Lo denger kalimat selanjutnya? Lo benci hanya karena denger tiga kata itu? Nggak masuk akal."

Luna hendak melangkah pergi, namun Daniel lagi-lagi menahan tangannya.

"Gampang kalau udah nemu tempatnya. Pakai gaya apa aja bisa, santai... bego lo kalau pake itu. Yaudah nanti gue kabarin, jangan lupa bawa alat-alatnya. Udah telanjangin aja, repot banget. Itu adalah kalimat selanjutnya." Ungkap Joano mengcopy perkataan Daniel yang pernah ia dengar. Berharap Luna mau mempercayainya bahwa Daniel tidak sebaik seperti apa yang Luna kira.

"Gue nggak mau bahas masalah ini lagi. Lepasin tangan gue." Luna menarik tangannya lalu menghempaskan tangan Joano begitu saja. Gadis lantas berjalan masuk ke dalam rumah, meninggalkan Joano seorang diri.

Joano mendecak sebal karena Luna tak juga mempercayainya. Ia segera merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. Ia kemudian mengirim pesan pada gadis itu.

Gue nggak mau bicara sama lo sebelum lo menjauh dari Daniel.

Hubungan pertemanan Joano dan Luna masih memanas hingga ke-esokan harinya. Mereka tidak saling bicara satu sama lain. Bahkan pagi tadi saat berangkat sekolah Luna berangkat lebih dulu padahal Joano sudah menunggu gadis itu cukup lama. Joano baru tahu setelah Marisa mengatakan bahwa putrinya pergi pagi-pagi sekali.

Bianca yang biasanya bermain dengan mereka berdua pun terkena imbasnya. Ia bingung harus memihak yang mana karena mereka berdua belum memberi tahu apa permasalahan mereka sebenarnya.

"Kenapa lo nggak bilang kalau kalian tadi malem pergi sama Daniel?" Bianca baru saja akan memasukkan satu butir bakso ke dalam mulutnya sebelum Joano berkata demikian. Ia menelan ludah lalu menaruh bakso itu kembali ke dalam mangkuk.

"Jadi lo berdua diem-dieman gara-gara ini?" Tanya Bianca tak percaya.

Joano menarik kursi, duduk di samping Bianca, kemudian menghujani gadis itu dengan berbagai macam pertanyaan. "Ini salah satunya. Yang paling bikin gue marah itu mereka pulangnya malem banget. Lo kenapa nggak pulang bareng sama mereka? Selesai makan kalian kemana? Mereka nggak ngapa-ngapain kan? Kenapa lo nggak bales chat gue? Lo tahu nggak gimana cemasnya gue nungguin Luna pulang?"

"Jo, Luna itu bukan anak SD. Dia bisa jaga dirinya baik-baik. Lo kenapa sih nuduh Daniel begitu? Pantesan Luna balik marah sama lo, orang lo nuduh Daniel begitu. Dan, gue minta maaf sama lo karena nggak bales chat lo. Tadi malem nyokap gue marah sama gue karena gue kegap hangout tanpa bilang-bilang. Yah, bilang juga nggak bakal diizinin juga sih. Setelah gue ngabarin Luna kalau nyokap gue marah, handphone gue langsung disita, jadi gue nggak bisa ngabarin lo."

"Trus tadi pagi Daniel cerita kalau setelah makan mereka pergi ke tempat nyanyi-nyanyi gitu. Gue nggak tahu tempatnya di mana. Intinya, Daniel cuma mau ngehibur Luna karena Luna akhir-akhir ini keliatan banyak masalah. Lo tahu sendiri Luna kalo ada masalah ceritanya sama lo doang. Ya karena lo sekarang punya temen yang lebih deket yaudah Luna jadinya mendem sendiri."

Joano terdiam, seketika ia merasa bersalah pada Luna karena tidak memperhatikan gadis itu. "Emang Luna punya masalah apa?"

"Ya enggak tahu lah. Luna kalo depan gue kan ketawa-ketawa doang. Gue nanya juga nggak bakal dijawab jujur." Jawab Bianca, jujur.

Ketika Joano dan Luna bertengkar, tak jarang Bianca yang menjadi jembatan bagi keduanya untuk menyampaikan keluh-kesah sifat masing-masing. Seperti pertengkaran keduanya kali ini, Bianca juga yang harus menengahi.

Bianca awalnya ragu membuka obrolan masalah pertengkaran Luna dengan Joano, tapi ia akhirnya memberanikan diri setelah melihat Joano dari tempat duduknya memberi kode pada Bianca untuk segera memulai topik pembicaraan.

Untungnya kelas dua belas hari ini banyak jam kosong karena para guru sedang rapat, jadi Bianca sedikit lebih leluasa untuk memulai obrolan.

"Lun kalian berdua tadi malem pulang jam berapa? Gue tadi malem nggak bisa chat lo lagi soalnya handphone gue disita nyokap, pulang sekolah baru dibalikin." Tanya Bianca pada akhirnya. Tidak seperti biasanya, kali ini jantung Bianca sedikit berdebar karena melihat reaksi Luna yang super dingin.

"Lo semalem diomelin nyokap lo nggak? Apa didiemin doang?" Luna bertanya sembari mengerjakan beberapa soal matematika.

"Baru didiemin sih. Nggak tahu nanti. Bodo amatlah. Toh gue perginya juga nggak setiap hari."

"Yaudah jujur aja. Kali aja nyokap lo ngerti."

"Iya." Jawab Bianca pendek, ia kembali mengulang pertanyaannya. "Semalem lo pulang jam berapa?"

Luna meletakkan pensilnya saat itu juga, lalu menoleh ke arah Bianca. "Kenapa? Katanya Daniel udah cerita sama lo? Joano yang nyuruh buat ngebahas masalah semalem?"

Bianca tersenyum kaku. "Bukan gitu. Gue juga percaya sama Daniel. Tapi ya gitu, Joano kan khawatir sama lo-"

Luna mendesis lalu memotong perkataan Bianca. "Bilang sama Joano gue nggak mau ngobrol sama dia sampe dia terima kalo gue sama Daniel bisa hangout kapan aja. Gue nggak mau dia ikut-ikutan masalah gue sama Daniel."

"Luna, lo nggak boleh gitu sama Joano. Dia cuma khawatir sama lo. Dia nggak pengen lo kenapa-kenapa."

Luna menatap Bianca sebal. "Sekarang gue tanya sama lo, emang gue bakal kenapa kalau sama Daniel? Lo sendiri kan yang sering jodoh-jodohin gue sama Daniel. Misalkan kalo gue beneran pacaran sama Daniel trus hubungan gue hancur karena Joano, menurut lo gimana? Lo jodoh-jodohin gue sama Daniel karena lo percaya kan sama Daniel? Kayak lo percaya sama Joano."

"Trus apa masalahnya? Pulang malem? Gue kalo pergi sama Joano juga sering pulang malem kok. Nggak ada tuh orang protes trus nyalahin Joano nuduh yang enggak-enggak." Tukas Luna panjang lebar. Gadis itu kemudian berdiri dari tempatnya dan beranjak keluar kelas.

Bianca tidak bicara apa-apa lagi. Ia bingung. Juga merasa bersalah pada Luna karena selalu menggoda gadis itu dengan Daniel. Bianca tidak menyangka candaannya tentang mereka malah menjadi bumerang bagi hubungan pertemanan mereka.

***

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

137K 6.7K 47
ငယ်ငယ်ကတည်းက ရင့်ကျက်ပြီး အတန်းခေါင်းဆောင်အမြဲလုပ်ရတဲ့ ကောင်လေး ကျော်နေမင်း ခြူခြာလွန်းလို့ ကျော်နေမင်းက ပိုးဟပ်ဖြူလို့ နာမည်ပေးခံရတဲ့ ကောင်မလေး နေခြ...
69.1K 2.8K 37
ᴅɪᴠᴇʀɢᴇɴᴛ; ᴛᴇɴᴅɪɴɢ ᴛᴏ ʙᴇ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴏʀ ᴅᴇᴠᴇʟᴏᴘ ɪɴ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴅɪʀᴇᴄᴛɪᴏɴꜱ.
71.6K 379 18
စိတ်ကူးယဥ်ဇာတ်လမ်း
103K 642 24
spoiler "Berani main-main sama gue iya? Gimana kalau gue ajak lo main bareng diranjang, hm? " ucap kilian sambil menujukan smirk nya. Sontak hal ter...