Sunda Manda [COMPLETED]

By yourlukey

3.6K 224 7

Joano dan Luna adalah dua remaja yang hidup berdampingan dengan luka dan trauma masa kecil. Mereka berusaha u... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50

Part 35

47 6 0
By yourlukey

"Jo, ayolah lo ikut jalan sama kita. Udah lama nih kita nggak hangout bareng. Lo nggak kangen ama kita apa?" Ujar Mike memaksa.

"Nggak ah. Gue mau langsung pulang aja." Tolak Joano tanpa basa-basi. Ia langsung memakai tasnya setelah membereskan buku-bukunya.

"Kamu nggak ikut bukan karena ada aku kan, Jo?" Tanya Bella dengan raut bersalah. Sepertinya ia masih tak enak hati karena apa yang telah ia lakukan pada Joano.

"Nggak lah, Bel. Santai aja." Jawab Joano singkat.

"Trus kenapa nggak ikut? Kalo lo nggak ikut itu artinya lo masih kesel sama Bella." Timpal Alfian sok tahu. "Lagian anak-anak juga udah percaya kok kalo kalian nggak pacaran. Nggak ada gosip apa-apa. Kan kita berempat. Lagi siapa sih yang nyebarin gosip nggak jelas? Ada-ada aja."

"Lo juga. Lagian kenapa sih kalo digosipin pacaran. Ama cewek ini, kecuali kalo lo di gosipin ama gue, baru." Tambah Mike. "Dulu lo digosipin ama Luna, biasa aja lo. Kenapa lo kayak gini ke Bella?"

"Tahu lo. Jahat banget jadi orang." Tukas Alfian lagi.

Joano ingin menyangkal semua tuduhan yang ditujukan padanya, tapi kalau dipikir-pikir apa gunanya juga? Mereka tidak akan percaya sampai ia menuruti keinginan mereka. Joano tidak ingin kemana-mana setelah pulang sekolah, ia hanya ingin belajar kemudian istirahat. Tidak ada alasan lain, selain sedang malas untuk diajak pergi keluar.

"Bukannya gitu, gue cuma lagi males aja." Jawab Joano pada akhirnya, ia tidak ingin memberi alasan apapun lagi.

"Males kenapa sih? Udah ayok. Gue nggak mau tahu pokoknya lo harus ikut." Kata Alfian memberi keputusan.

Joano hanya menghela napas kasar.
"Lun, yuk hangout bareng anak-anak. Mereka maksa mulu, nih." Ujar Joano saat Luna tengah beranjak dari tempat duduknya.

Luna diam sebentar sambil menatap satu per satu ke arah, Bella, Mike dan Alfian. "Nggak ah. Gue mau istirahat aja. PR kemarin juga belom gue kerjain."

"Yaudah, kalo gitu gue anterin lo pulang dulu." Usul Joano.

"Nggak usah. Udah jalan aja, gue bisa naik ojol." Tolak Luna buru-buru. Tidak mungkin kan orang lain menunggu Joano hanya karena dirinya?

"Tenang aja kali, masih ada gue. Gue fotoin nomor plat ojolnya." Bianca tiba-tiba nyeletuk di tengah obrolan mereka.

"Luna bukan anak TK yang harus lo jagain dua puluh empat jam, Joano."

"Tahu tuh Joano. Dia udah gede."

Ucap Mike dan Alfian bergantian.

"Kita duluan ya, have fun kalian." Bianca lalu meraih pundak Luna lalu menggandeng gadis itu keluar kelas.

***

Sesampainya di rumah, Luna langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Ia memejamkan matanya sambil menaruh lengannya di atas wajah gadis itu.

Dua detik kemudian ponselnya yang berada di atas meja berbunyi. Satu buah pesan masuk. Luna tak segera membuka pesan tersebut, ia terlalu malas untuk menggerakkan badannya yang sudah terlalu nyaman dengan posisinya sekarang.

Lima menit kemudian, Luna masih dengan posisinya ternyamannya. Tak selang berapa lama ponselnya kembali berdering, kali ini bukan sebuah pesan, melainkan sebuah telepon dari nomor yang tak di kenal.

Satu kali, dua kali Luna tidak menggubris hingga panggilan ketiga akhirnya ia mau mengangkat teleponnya.

"Halo."

"Selamat siang mbak Luna, saya dari ojol mau nganterin makanan ke rumah mbak Luna. Saya sudah di depan mbak, tapi rumahnya tertutup. Saya tinggal makanannya di depan rumah atau gimana ya mbak?" Tanya panjang pendek seorang laki-laki di seberang telepon.

Luna terjingkat, ia segera berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekat ke arah jendela, ia membuka tirai dan melihat seorang ojol sedang menunggu di depan komplek rumahnya.

"Saya di dalem, Pak. Tunggu sebentar." Jawab Luna singkat. Ia lalu membuka pintu dan mengambil makanan yang ditujukan kepadanya.

Sebenarnya Luna sendiri tidak memesan makanan secara online, tapi entah mengapa saat tukang ojol itu menyebut namanya, secara naluriah ia langsung menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih lanjut lagi. Untungnya setelah mengonfirmasi tentang kebenaran alamat dan pemilik nama, makanan itu memang benar di tujukan kepadanya.

Luna membuka ponselnya dan memeriksa pesan yang belum sempat ia baca.

Dari Joano

Pasti lo belom makan. Cepet makan, habisin!

Luna mengulum senyum. Ia kemudian membuka box pizza yang ada di hadapannya, menyantap dengan nikmat makanan favoritnya tersebut.

Di tengah kegembiraan akan santapan makan siangnya itu, Bel rumah Luna berbunyi. Gadis itu terdiam sejenak, mengira-ngira tentang siapa yang berkunjung ke rumahnya siang bolong seperti ini. Biasanya hanya Joano yang datang, itu juga ia langsung membuka pintu sendiri atau teriak super kencang.
Luna beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu rumahnya.

"Taraaaa~"

Bianca berteriak cukup keras setelah Luna menampakkan wajahnya.

"Lo kok bisa nyampe sini." Tanya Luna heran.

Karena mempunyai orang tua yang mengekang, Bianca hampir tidak pernah bermain setelah pulang sekolah, bahkan saat ingin bermain ke rumah Luna pun ia tidak berani meminta ijin pada Ibunya. Selama tiga tahun, Ibunya hanya mengijinkan Bianca pergi ke beberapa tempat yang memang sudah dapat dipercaya kejelasannya. Misalkan, acara kemah dari sekolah dan tur wisata.

Adapun satu-satunya acara yang tidak berkaitan dengan kegiatan sekolah adalah saat acara ulang tahun di rumah Bella. Itupun karena salah satu orang tua Bella merupakan teman masa kecil dari Ibunya Bianca dan ada pengawasan dari saudara dekatnya Bianca. Alasan Bianca dikekang oleh orang tuanya adalah karena takut dengan pergaulan anak muda zaman sekarang. Karena itu kedatangan Bianca ke rumah Bella adalah kesempatan langka yang tidak datang dua kali.

"Nyokap gue ada rapat mendadak, katanya pulang agak maleman." Ungkap Bianca sambil menyungging senyum di bibirnya. "Gue telepon Daniel buat anterin gue ke sini."

Saat Luna baru menyadari keberadaan Daniel yang sedari tadi berdiri di samping Bianca.

"Nggak disuruh masuk nih?" Tanya Bianca membuyarkan lamunan Luna.

Sepertinya Luna ikut takut jika tiba-tiba orang tua Bianca datang ke rumahnya karena anak mereka pergi bermain tanpa izin.

"Masuk, masuk, masuk." Kata Luna sambil memberi jalan pada Bianca dan Daniel untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Wih, enak nih kayaknya." Bianca langsung berseru begitu melihat pizza yang ada di atas meja ruang tamu. Tanpa basa-basi lagi, gadis itu mengambil satu potong pizza tersebut dan memasukkan ke dalam mulutnya.

"Makan gih. Gue lagi makan, eh kalian tiba-tiba dateng." Ucap Luna lantas pergi ke dapur, mengambil beberapa botol minuman kemasan lalu menaruhnya ke atas meja ruang tamu. "Makan aja Daniel. Tadi Joano beliinnya banyak kok."

Daniel mengurungkan keinginannya untuk mengambil sepotong pizza setelah nama Joano disebut. Untungnya Luna tidak menyadari, jadi ia tidak perlu canggung karena alasan konyolnya. Daniel memilih membuka botol minuman yang telah Luna sediakan.

"Pakai ojol?" Tanya Bianca setengah tidak jelas karena mulutnya dipenuhi oleh makanan.

"Iya." Jawab Luna singkat.

"Sempet-sempetnya dia, udah kayak bapak lo aja." Lanjut Bianca.

Luna hanya meringis menanggapi perkataan Bianca. Jika boleh jujur, Luna merasa bahwa kebaikan Joano bahkan tidak bisa disandingkan dengan Ayahnya sendiri. Luna cepat-cepat mengalihkan topik pembicaraan, ia tidak ingin lama-lama membahas tentang sesuatu yang mengingatkan Ayahnya.

Obrolan ketiganya berjalan dengan seru, saling tertawa dan bercanda satu sama lain hingga sore menjelang. Setelah itu, mereka pergi ke tempat angkringan pinggir jalan untuk menyantap makan malam. Selagi menunggu pesanan, ketiganya melanjutkan obrolan yang belum selesai.

"Bi, kayaknya lo harus pulang deh." Luna tiba-tiba menyela omongan mereka sambil menatap satu arah dengan senyum canggung.

Bianca dan Daniel menoleh ke arah ke belakang dan mendapati Ibu Bianca tengah berada di dalam mobil sembari menatap tajam ke arah mereka.
Bianca mengerucutkan bibirnya. Raut wajahnya terlihat masam. "Gue cabut dulu, ya."

Tanpa menunggu persetujuan dari teman-temannya, Bianca langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Ibunya. Dan, tanpa sepatah kata lagi, Bianca bersama Ibunya pergi dari tempat itu.

Beberapa detik setelahnya, makanan yang mereka pesan datang. Luna dan Daniel menyantap makan malam dengan obrolan yang lebih tenang, tidak seheboh saat Bianca masih bergabung.

"Lo udah mau pulang apa masih mau nyari makanan penutup lagi Lun?" Tanya Daniel sembari memasang helm di kepalanya.

"Boleh, kalau mau nyari makan penutup. Mau kemana?"

"Kemana ya, lihat nanti aja." Tukas Daniel sambil menyalakan mesin motornya.

Ponsel Luna berbunyi, satu pesan dari Bianca.

Gue nggak papa, tapi nyokap ngediemin gue. Nggak usah khawatir besok juga udah baikkan.

Luna menghela napas kasar. "Kata Bianca nggak usah khawatir." Lapor Luna pada Daniel.

"Yaudah kalau gitu nggak usah khawatir, pakai helmya, kita jalan."

Luna tersenyum melihat reaksi santai Daniel. Gadis itu mengenakan helmnya kemudian naik ke atas motor lelaki itu.

"Habis nyari makanan penutup, mau ke tempat yang seru nggak Lun?" Seru Joano sembari terus mengemudian sepeda motornya.

"Boleh. Gue juga lagi pengen jalan nih." Jawab Luna cepat.

Setelah bersosialisasi dengan orang dalam jangka waktu yang lumayan lama, sebenarnya Luna sudah mulai lelah dan ingin pulang ke rumah. Namun, saat mengingat semua yang terjadi pada keluarganya, sepertinya pergi ke suatu tempat yang belum pernah ia kunjung tidak terlalu buruk. Luna ingin menghirup udara segar dan suasana baru, karena itu ia langsung mengiakan ajakan Daniel.

***

Continue Reading

You'll Also Like

68.9K 2.8K 37
ᴅɪᴠᴇʀɢᴇɴᴛ; ᴛᴇɴᴅɪɴɢ ᴛᴏ ʙᴇ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴏʀ ᴅᴇᴠᴇʟᴏᴘ ɪɴ ᴅɪꜰꜰᴇʀᴇɴᴛ ᴅɪʀᴇᴄᴛɪᴏɴꜱ.
158K 2.7K 48
just read
71K 378 18
စိတ်ကူးယဥ်ဇာတ်လမ်း
148K 11.1K 13
Her şey bana gelen mektupla başlamıştı. Ufacık bir not kağıdında yazan şeyler büyük olaylara ve hayatımın değişmesine yol açmıştı. Ben kendimden emin...