GaReNdra (SELESAI)

By TintaBiru26

466K 45.2K 8.2K

Katanya, anak sulung bahunya harus kuat. Katanya, anak bungsu harus jadi penutup yang berbakat. Lantas, anak... More

1. awal
2. Tokoh
3. tak berpihak
4. Gara-gara Gara
5. Hargai aku
6. Tidak tahu terimakasih
7. Tolong mengerti
8. Nyebelin
9. Sakit
10. Tolong aku mama
11. Periksa
12. Benar atau bohong?
13. Lihat aku disini
14. Hasil lab?
15. Teman baru
16. berubah?
17. Pingsan?
18. teror
19. salah aku?
20. Kemoterapi atau Radioterapi?
21. Bolehkah aku iri?
22. Jangan Sakit
23. Sakit sendiri
24. bukan salahku
25. Pertolongan
26. Di rawat?
27. Pulang
28. Kemoterapi
29. efek kemo
30. Apa ini?
31. Ancaman?
32. Ternyata...
33. Mama, Revano disini
34. Aneh
35. Aku lelah
36. Info
36. terasa nyata
37. Bingung.
38. Papa Jahat
39. Terbongkar?
40. Putus
41. Nyata-nya.
42. pengorbanan
43. Anak tengah
44. UGD
45. Stuck
45. Janggal
46. Perubahan
47. Siapa?
48. Sandera
Help me
49. Dimana?
50. Saudara
51. Tau sesuatu?
52. Hanya melanjutkan
53. Ngaret
53. Kecewa
53. Terungkap
54. Antara hidup dan mati
55. Mati otak
56. Mati
.....
tak berjudul
57. 2 pangeran tidur
Baca dulu yukk

Spesial chapter | 1

5.8K 495 129
By TintaBiru26

Annyeong!!!

Apa kabar pecinta GaReNdra?

Btw, masih ada yang nyimpen cerita ini di perpustakaan gak sih?

Atau

Masih ada yang inget cerita ini gak sih?

..

Seperti judulnya, 'Spesial Chapter'.

Jadi kali ini aku kembali dengan membawa cerita tambahan.

Itung-itung nyenengin kalian

So...

HAPPY READING!!

🥀🥀

Lelaki yang membawa satu tangkai bunga mawar itu, membawa langkahnya memasuki area pemakaman.

Dengan wajah sendu, lelaki itu berjongkok tepat di samping makam. Menaruh satu tangkai bunga mawar itu tepat di atas pusara.

"Hai..." Lelaki itu mengucap dengan nada sumbang.

"Sorry, gue baru bisa kesini bang---" lelaki itu menghentikan ucapannya, tersenyum tipis. Namun setelahnya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia bimbang.

"---Eum, gue bingung mau manggil lo apa. Abang? Kakak? Atau panggil nama aja kaya biasanya?"

"Kita hanya beda 2 bulan btw, Jadi gakpapa kan kalo gue manggil lo Abang?"

Lelaki itu menghela nafas pelan, menatap nisan dengan tulisan nama seseorang membuat matanya memanas pun gemuruh di dalam dadanya.

"Kenapa? Kenapa mereka tega sama lo bang? Kenapa mereka tega mengorbankan lo? Padahal disini, lo juga berhak mendapatkan kehidupan lo. Lo berhak di sayang papa. Kenapa mereka tega sama kita bang?"

Air mata itu luruh tanpa seizinnya, tak apa, biarkan saja itu terjadi.

"Kenapa lo tinggalin gue dengan hati lo? Harusnya lo biarin gue ikut lo. Kenapa?"

Lelaki itu menunduk dengan punggung bergetar seraya menepuk dadanya sebentar.

"Harusnya kita bisa tinggal sama-sama,"

Puas menangis, akhirnya lelaki itu kembali menegakkan kepala, menghapus air matanya.

"Terimakasih, terimakasih buat semuanya bang." ucapnya, seraya menatap Lamat batu nisan.

"Gue cariin, ternyata lo disini Re.." 

***

"Pak! Pak tolong keluarkan saya dari sini! Saya ingin bertemu dengan anak saya pak! Tolong!" lelaki paruh baya yang memakai baju tahanan itu berteriak keras, berharap salah satu polisi membukakan sel jeruji besi itu agar ia dapat keluar.

Sekali lagi, suara-nya tidak di dengar.

"Pak! Saya tidak bersalah! Saya gak sepatutnya ada disini! yang pantas berada disini itu Laskar Abimanyu! Bukan saya!"

"TOLONG PAK!"

"DIAM!" gertakan itu berhasil membuat lelaki di dalam sel itu sedikit memundurkan langkah. Namun tak lama, karena setelahnya lelaki itu kembali seperti semula, mencekal besi yang saat ini mengurung dirinya.

"Pak, tolong. Satu kali ini...saja, izinkan saya keluar. Saya ingin bertemu anak saya, saya ingin mengunjungi makamnya, saya ingin meminta maaf." lelaki itu berucap dengan nada memohon.

"Selesaikan hukuman anda terlebih dahulu, baru anda dapat keluar." lelaki berperawakan tinggi dan tegap itu membawa langkahnya, meninggalkan Putra.

"PAK! SAYA MOHON! TOLONG KELUARKAN SAYA DARI SINI! GAVIN, ANAK SAYA GAVIN! SAYA INGIN BERTEMU DENGANNYA! SAYA INGIN MENGUNJUNGI MAKAMNYA! TOLONG PAK!" lelaki itu, Putra. Mengguncang jeruji besi itu dengan sangat kuat. 

"SAYA TIDAK JAHAT! LASKAR YANG JAHAT!"

"SEHARUSNYA BUKAN SAYA YANG DI HUKUM! TAPI LASKAR ABIMANYU!"

"DIA YANG SUDAH MEREBUT ISTRI SAYA!"

"PAK POLISI TOLONG SAYA!"

***

"Semuanya kacau saat itu, tidak ada yang baik-baik saja setelah mendengar kabar kematian kalian. Termasuk gue, Re."

Anya, gadis itu melirik ke arah Revano yang hanya terdiam dengan tangan saling meremas satu sama lain.

"Gue bisa lihat betapa sedih dan hancurnya Tante Nilam,"

"Gue bisa lihat se-kacau apa Kak Gara dan Andra,"

"Bahkan gue juga bisa lihat, Om Laskar nangis dengan keras sambil terus memanggil nama lo."

"Semuanya sayang sama lo, Re."

Melihat tangan Revano yang semakin meremas, Anya menggenggamnya bahkan mengusapnya dengan lembut.

"Lo tau, sebahagia apa mereka saat detak jantung lo kembali?"

"Mereka bahagia di atas penderitaan Tante Meta?"

Anya terdiam.

"Apa mereka gak mikir perasaan Tante Meta? Dia seorang ibu, dan Gavin adalah putra satu-satunya, Gavin harapan dia. Tetapi justru Gavin malah mati dengan cara seperti ini. Seharusnya, donor hati itu tidak di lakukan. Gue jadi merasa bersalah sekarang."

"Re, semua itu atas izin Tante Meta juga. Ya, walaupun om Laskar harus memaksanya. Tapi, Tante Meta mau. Karena dia sadar, semakin ia mempertahankan Gavin dengan alat-alat medis, semakin kesakitan pula Gavin-nya, Re."

"Papa gue, Egois, An,"

"Itu biar jadi urusan dia, Re. Yang harus lo lakuin sekarang adalah, menerima semuanya pelan-pelan.  Disini---"

Anya membawa satu tangan Revano untuk menyentuh dada bidang milik Revano.

"---Ada kehidupan yang perlu lo jaga dengan baik."

Anya tersenyum manis sekali, berusaha meyakinkan Revano bahwa semuanya baik-baik saja. Melihat itu, Revano jadi ikut menarik kedua sudut bibirnya.

"Lo gak perlu merasa bersalah heum? Karena ini semua bukan atas kemauan lo. Ini takdir, Re."

"Udah ah, gak usah sedih-sedih. Intinya lo harus bahagia, karena gue juga bahagia lo masih hidup."

"Lo bahagia, gue hidup?" tanya Revano, ia memiringkan kepalanya. Menatap jahil ke arah Anya. Membuat, Anya memalingkan muka. Sungguh di tatap seperti oleh Revano, mampu membuat detak jantungnya tak karuan.

"Apaan sih, Re. Udah ah." Anya menoyor wajah Revano pelan.

"Kok jadi salting gini sih? Wajah lo juga merah."

"Revano udah!" rengek Anya dengan wajah memerah. Membuat tawa Revano menguar.

"Revano mah, Ahh." Anya sampai menutup wajahnya karena malu.

"An," Revano menarik lembut kedua tangan Anya, agar wajah gadis itu tidak lagi di tutupi.

"Apa mau jahil lagi?"

Revano menggeleng, ia tatap kedua bola mata Anya dengan serius. Melihat itu, mampu membuat tubuh Anya menegang.

"Re? Kenapa?"

Revano tersenyum, kepalanya kembali menggeleng, namun tatapannya tak teralihkan.

"Re, jangan bikin gue takut ah."

Tanpa aba-aba, Revano membawa tubuh Anya kedalam pelukannya. Dan itu mampu membuat Anya terkejut bukan main.

"Makasih An, gue banyak-banyak mengucap terimakasih sama lo. Dari dulu, lo orang satu-satunya yang menganggap gue manusia. Gue udah pernah ngomong ini sebelumnya sama lo. Tapi, sekali lagi terimakasih."

Anya menarik kedua sudut bibirnya, mengangguk pelan seraya membalas pelukan Revano.

"Gue juga mau bilang makasih sama lo, makasih udah bertahan."

Mendengar itu, membuat Revano mengeratkan pelukan.

"Tetep jadi temen gue ya, An?"

"Iya, Lo juga ya? Tetep sehat selalu. Jangan sakit-sakit lagi. Jangan ada niatan untuk pergi. Karena lo gak sendiri."

Revano mengangguk, ia usap belakang kepala Anya pelan, membuat Anya memejam namun hanya sesaat, saat ia tidak sengaja melihat hadirnya seseorang di belakang Revano.

"Mau apa lagi, om kesini?" dengan refleks yang bagus, Anya melepaskan pelukan lalu menarik tangan Revano, agar Revano berdiri di belakangnya.

"Om Putra?" lirih Revano perlahan, ia tatap Putra serta tangannya yang di pegang erat oleh Anya, secara bergantian.

"Anak saya mati." ucap Putra tanpa nada, Membuat Anya memundurkan langkahnya.

"Itu karena om!"

Anya tidak habis pikir, mengapa bisa Putra berkeliaran seperti ini? Bukankah lelaki itu harusnya berada di penjara?

Putra tersenyum tipis. "SEHARUSNYA KAMU YANG MATI BUKAN GAVIN PUTRA SAYA!" teriak Putra seraya menunjuk Revano yang masih terdiam di belakang tubuh Anya.

"OM GILA?" balas, Anya.

"SAYA TIDAK GILA! MEMANG SEHARUSNYA SEPERTI ITU! SEHARUSNYA LASKAR YANG HANCUR BUKAN SAYA!"

"OM MEMANG GILA!"

Plak!

Kepala Anya tertoleh kesamping, membuat Revano yang berdiri di belakangnya mendelik. Ingatan saat, Putra membanting tubuhnya saat itu kembali terputar di dalam memori. Dan Revano masih ingat rasa sakitnya.

"Jaga bicara kamu, anak gadis."

"Om ema---"

"ITU PANTAS OM DAPATKAN! KARENA OM ADALAH SEORANG KRIMINAL!" teriak Revano dengan nafas terengah.

"SIALAN! MATI KAMU!"

"JANGAN SAKITI REVANO! BERANI KAMU MENYENTUHNYA? KAMU BERHADAPAN DENGAN SAYA MAS!"

***

"Revano belum pulang?" tanya Gara, lelaki itu menghampiri Andra yang tengah asyik menonton TV.

"Eum? Belum kak, kenapa?"

"Enggak, ini udah Maghrib tapi dia belum pulang."

"Gue habis chattan sama kak Anya tadi, katanya mereka lagi di jalan."

Gara hanya manggut-manggut, lelaki itu menyambar satu toples cemilan yang ada disana, lalu memakannya.

"Kak, soal hubungan lo sama kak Ellina gimana?"

Gara berhenti mengunyah, Namun tatapannya masih mengarah ke arah layar televisi.

"Eumm, gue mau akhiri aja kayanya."

pernyataan Gara, mampu membuat Andra mengubah posisi. Ia tatap wajah Gara dari samping.

"Serius kak? Bukannya selama ini, keliatannya lo cinta berat sama kak Ellina?"

Gara tersenyum tipis, "Gue emang cinta sama Ellina, Ndra. Tapi, gue sayang juga sama Revano. Gue mikir, kalo gue terus melanjutkan hubungan gue sama Ellina, yang ada Revano semakin sakit. Revano emang gak ngomong, tapi gue tau. Jadi, bukannya harus ada yang di korbankan?"

"Jadi?"

"Gak mungkin kan, gue ngorbanin Revano hanya karena perempuan?"

Andra tersenyum, "Iya juga sih kak, tapi gimana sama mama dan papa?"

Gara terdiam, "Gue udah ngomong sama mama, dan mama setuju-setuju aja sama keputusan gue. Kalau papa, gue belum ketemu lagi sama papa. Tapi nanti gue coba ke apartemen-nya. Gue akan ngomong baik-baik supaya papa ngerti."

"Nanti gue temenin."

"Serius?"

Andra mengangguk, setelah itu mengambil alih toples yang masih berada di tangan Gara.

"Lo, gimana?"

"Gimana apa nya?"

"Sama Anya?"

"Maksudnya?"

"Ndra, gak usah pura-pura deh. Gue tau lo suka Anya, kan?"

Kali ini, Andra yang terdiam, ia meletakkan toples itu di atas meja.

"Ndra? Lo gakpapa kan?"

Andra menggeleng seraya tersenyum, "Gakpapa kok kak, justru kalau gue lihat-lihat, kak Vano cocok juga sama kak Anya."

"Terus Lo?"

"Seperti yang lo bilang, harus ada yang di korbankan. Dan seperti yang lo bilang, gak mungkin juga mengorbankan Kak Vano. Selama ini, dia udah berkorban. Sekarang giliran kita yang berkorban."

Gara tertegun, Andra, adiknya itu sudah bisa berfikir sejauh itu. Artinya, adiknya sudah dewasa. Membuat Gara tersenyum seraya menatap Andra kagum.

"Perempuan banyak kali kak, masih bisa di cari. Kalau saudara kayak lo dan kak Vano, mau cari kemana? Tanah Abang?" ucap Andra dia akhiri dengan tawa, Gara yang mendengar itu ikut tertawa.

"Uhh, adek bungsu gue udah gede. Udah gak perlu minum susu pisang lagi kan ya?"

"NOOO...SUSU PISANG NOMOR SATU!" tawa keduanya menguar, membuat Nilam yang sedari tadi berdiri di undakan tangga terakhir tersenyum. Ia bahagia, walau tanpa adanya Laskar sekarang.

Baru saja hendak menghampiri kedua anaknya, tayangan berita di televisi mampu membuat detak jantungnya tak karuan. Satu nama langsung terlintas di dalam otaknya. Revano.

'SEORANG TAHANAN BERINISIAL WP BERHASIL KABUR DARI SEL TAHANAN. DAN SAAT INI PIHAK KEPOLISIAN MASIH BERUSAHA MENCARI."

Nyatanya tak hanya Nilam, tetapi dua remaja yang berbeda dua tahun itu pun ikut merasakan apa yang Nilam rasakan.

"Revano.." lirih keduanya.

Tling!

Ponsel Andra berbunyi, cepat-cepat Andra mengeceknya. Pesan dari Anya.

Kak Anya : Ndra, bisa tolong kesini? Revano dalam bahaya. Om Putra menghadang gue sama Revano. Please, Ndra. Telpon om laskar dan polisi. Tempatnya, gak jauh dari rumah lo.

Nafas Andra terasa tercekat, ternyata Putra secepat itu.

"Kenapa Ndra?" tanya Gara, bahkan Nilam sudah berdiri di sebelahnya.

"Kak Vano dalam bahaya. Cepat telpon polisi kak. Kak Vano sama kak Anya di hadang om Putra."

Bahu Nilam merosot, wajahnya panik bukan main. Bahkan air mata mulai membasahi pipinya, kejadian saat itu kembali terulang. Suara tembakan kini memenuhi pendengarannya. Ia takut, takut kejadian itu terulang dan menimpa anaknya.

"Revano, hiks."

Gara dan Andra menoleh. Enggak, Nilam tidak boleh seperti ini.

"Ma, jangan nangis. Jangan buat aku sama Andra tambah panik. Mama tenangin diri dulu. Aku akan telpon polisi heum? Kita harus gerak cepat."

"Tapi Revano," Nilam sadar, dengan dirinya seperti ini malah memperkeruh keadaan. Maka dari itu, ia menghapus air matanya dan berusaha untuk tenang. Walau jauh di dalam hatinya, tidak akan pernah merasa tenang sebelum semua anaknya berada disini dan baik-baik saja.

***

"Setelah membunuh putraku, kamu juga ingin membunuh satu-satunya peninggalan putraku?"

"Jangan ikut campur Meta, urus saja selingkuhanmu itu. Biar dia, ikut saya."

Meta menepis tangan Putra. "Enggak! Kamu gak boleh sedikit pun menyentuhnya!"

"Minggir Meta!"

"Enggak Mas!"

Meta berbalik, ia tahan tubuh Putra dan menatap ke arah Revano.

"Nak, pergi dari sini ya? Kemana saja yang penting aman. Cepat!"

Anya dan Revano saling pandang. Merasa bingung dengan apa yang terjadi, seolah saraf-saraf di otak  mereka mendadak bermasalah.

"Nak, cepat!" Meta masih berusaha menahan tubuh Putra.

"Re, Ayo."

Revano menggeleng. "Tante Meta?"

"Jangan pikirin Tante, nak. Cepat pergi. Tante akan tahan manusia brengsek ini."

"Lepaskan saya Meta!"

"Re, Ayo."

"Tapi, An?"

Brak!

Anya dan Revano terpaku, matanya terbelalak saat melihat Putra membanting tubuh Meta dengan entengnya.

"Tante!" pekik Anya, berbeda dengan Revano yang hanya terdiam memandang sendu wajah Meta yang terlihat meringis menahan sakit.

"Jangan pernah macam-macam sama saya, Meta!"

Tangan Revano terkepal, ia marah. Marah kepada putra yang dengan seenaknya menyakiti perempuan.

Bugh!

"Om tidak seharusnya menyakiti perempuan!"

Wajah Putra tertoleh saat Revano membogem ujung bibirnya dengan kencang. Putra bisa merasa, ujung bibirnya terluka dan berdarah, ia bisa mengecap rasa amis itu.

"SIALAN!"

Bugh!

"REVANO!"

tubuh Revano terjungkal saat Putra menendang perutnya dengan keras. Bahkan lelaki itu sampai terbatuk di buatnya. dengan segera, Anya membantunya untuk bangkit.

"MAS PUTRA!" UDAH AKU BILANG, JANGAN MENYENTUHNYA!"

BRAK!

Putra di buat meringis kala rasa pening menghantam belakang kepalanya.

BRAK!

Lagi, Meta memukul belakang kepala Laskar menggunakan kayu. Beruntung di dekatnya tadi ada kayu yang tidak begitu besar.

Sementara Putra meringis, berusaha meredam nyeri. Meta menghampiri Revano dan Anya. Tanpa banyak bicara, ia menarik tangan Revano dan Anya untuk segera pergi dari sana.

"META SIALAN! JANGAN LARI KAU JALANG!"

Tak lagi peduli dengan rasa sakitnya, Putra mengejar mereka.

"KEMBALIKAN ANAK ITU! ANAK ITU HARUS MATI AGAR LASKAR HANCUR!"

DORR!

Tubuh Meta terjerembab, pun dengan Revano dan Anya. Mata mereka mendelik dengan nafas tercekat. Ketiganya menoleh kearah sumber suara. Jauh di belakang sana, tubuh Putra tergeletak. Tidak jauh dari tempat Putra, ada Gara yang tengah menyodorkan sebuah pistol.

"Kak Gara?" lirih Anya.

"Mas, Putra..." Meta bangkit, dengan segera berlari ke arah Putra. Sementara Meta menghampiri Putra, Gara berlari menghampiri Revano dan Anya.

"Revano, Anya, kalian gakpapa kan?" pertanyaan Gara hanya mendapatkan gelengan kepala dari keduanya.

"Ayo kita pergi, Mama sama Andra menunggu di rumah."

"Terus mereka?"

"Lo gak usah mikirin mereka, biar papa sama pihak kepolisian yang urus."

***

"Kenapa bisa, Putra bisa kabur kaya gitu? Bikin bahaya aja tau gak?"

"Ini masalah kamu sama Putra, tapi kenapa anakku yang jadi incaran dia?"

"Aku gak mau tau ya, dengan persetujuan kamu atau tidak. Aku akan bawa anak-anakku pindah dari kota ini. "

"Kamu ingin memisahkan aku dengan anakku, Nilam?"

Nilam menggeleng, "Tidak memisahkan, saya hanya ingin anak-anak saya aman, sudah itu saja."

"Tapi jangan seperti ini, mereka butuh saya, Nilam."

"Apa yang bisa kamu berikan Mas? Apa? Bahkan setelah kita memutuskan untuk bercerai pun, kamu tidak memiliki pekerjaan tetap sampai saat ini. Apa yang akan kamu kasih ke anak-anakku?"

Laskar terdiam, mencerna baik-baik ucapan Nilam. Ada benarnya juga, tapi apa harus dengan cara memisahkan ia dengan anak-anak seperti ini?

"Kamu diam kan? Kamu juga bingung kan? Udahlah, lusa, aku akan bawa anak-anakku pindah keluar negeri."

"Sejauh itu, Nilam? Aku gak siap buat jauh dari mereka."

"Ya terus maunya kamu gimana? Anak-anakku tetap disini dengan hidup tidak aman seperti ini? Itu mau kamu? Kamu ingin salah satu dari anakku mati? Atau bahkan kamu ingin semua anakku mati?"

"Enggak Nilam!"

"YA TERUS MAU KAMU APA MAS?" Air mata Nilam menetes, demi tuhan ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan ketiga anaknya.

Laskar menunduk, ia juga tidak mau terjadi apapun, tapi di jauhkan dari ketiga anaknya pun ia tidak mau. Ia bingung.

"Putra sudah kembali ke tahanan, bahkan hukuman dia di tambah." ucap Laskar sedikit melirik, ia setelah mengurus Putra, Laskar mengunjungi rumah Nilam hanya untuk mengecek jika anak-anaknya baik-baik saja.

"Terus kamu pikir kejadian yang sebelum-sebelumnya gak bakal terulang lagi? Putra itu gila! Dia gak akan diam aja, Mas."

"Semua ini salahku Nilam, aku minta maaf."

"Kamu sadar akan hal itu kan? Jadi, izinkan aku bawa anak-anak pergi dari sini."

Di tengah perdebatan antara Nilam dan Laskar, nyatanya tak jauh dari mereka berada ada salah satu anaknya yang sedari tadi mendengarkan.

'Yang om Putra, incar itu aku. Bukan Gara maupun Andra. Jadi, bukan kah harusnya aku yang pergi?'

'Kalo aku pergi, semua aman. Mama gak akan lagi ketakutan dan papa gak akan lagi kehilangan.'













'Karena memang cerita ini berawal dari aku, si anak tengah. Maka, cerita ini pun harus berakhir dengan aku.' RNF.






Huaaaaaaaaaaaaaa

Aku gak tau ini harus di bilang chapter spesial atau engga.
Karena, ini gak ada spesial-spesialnya coyyy!!!

Dahlah yaaa, baca ajaa...kalo rame, aku lanjut☺️

Btw, maaf kalau gak sesuai sama harapan kalian.

Karena sejujurnya aku buat chapter ini itu, karena aku rindu Revano😭

Bye semuanyaa
Sampai jumpa.

Continue Reading

You'll Also Like

98.9K 8.4K 46
"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa ya...
37.5K 2.2K 25
"Lo maunya apa, sih, Bang?" "Lo mati." ***** "U-udah gu-e kabulin, B-bang." "Bangun, anjing!" ***** Hanya sepenggal kisah antara Jeyfano laki-laki ya...
16.3K 2.2K 32
* Jangan lupa vote dan follow aku ya! . . . Lavender punya arti kesetiaan. Ia menjujung tinggi rasa percaya tanpa sedikitpun ingin berkhianat. Ia suc...
6.2K 383 20
Cerita Terjemahan. Penulis: Ji Mu Liuge Jenis: perjalanan waktu dan kelahiran kembali Status: Selesai Pembaruan terakhir: 01-05-2023 Bab Terbaru: Da...