My Frenemy ( AS 10 )

Par Salwaliya

3M 284K 120K

Ikara sama Leo kalo disatuiin? Kacau balau. Ikara tau banget Leo nggak suka sama dia karena kerap dijadikan b... Plus

Cast AS 10
Prolog
1. 🥇🥈🥉
2. ⛳️ 📸📲
3. 🤳
4. 🚬
5. 📚
6. 👩🏼‍❤️‍💋‍👨🏼 ?
7. 👚🤦🏻‍♀️
8.
9. 📘📕
10
11. 🥟📲
12. 🫗
13. 😡
14. 📖
15.
16.📥
17. 🏊🏻‍♀️🚌
18. 🍓📸
19. ♨️
20. 🚑
21
22. ❤️‍🔥
23.
24. 🛤
25.
26. 🚲
27.
28
29
30.
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
43
44 ( kebalik $
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72. END

42

19.9K 4K 1.5K
Par Salwaliya


sekali" meme lapak ini.








42.








"Ra?!"

Ikara terlonjak kaget, dia langsung menegakkan badan sambil melirik anak kelas yang menatapnya. Sehingga ia menoleh pada Bella meminta bantuan.

"Dipanggil Pak Abri," bisik Bella.

"Saya?"

"Ikara ikut saya ke kantor. Anak-anak pelajaran hari ini selesai."

"Makasih, Pak Abri!"

"Makasih, Pak!"

Ikara diam sesaat, kemudian beranjak dari kursi dan melangkah keluar. Ia mengikuti Pak Abri di belakang, penasaran apa alasan dia dipanggil.

"Duduk,"

Mereka sudah sampai di kantor kesiswaan. Ikara menarik kursi dan duduk.

"Bapak denger Papah kamu ada urusan bisnis di Bali,"

Ikara tidak menjawab, jelas tau karena Pak Abri guru andalan papah untuk dimintai sesuatu.

"Temen-temen olim kamu nggak tau kan Ikara?" tanya Pak Abri. "Nggak mungkin dikasih tau dong, pasti kamu tau resikonya bakal kena ke kamu."

"Kenapa Bapak mau terima uang suap?"

Pak Abri terkejut sesaat, kemudian tertawa. "Lho lho lho, bukan uang suap itu namanya. Toh itu cuma olim yang nggak begitu ngaruh ke nilai kalian, nggak usah dipikirin banget."

Ikara menunduk sambil meremas rok seragamnya. "Terus gimana yang udah susah payah belajar, Pak?"

"Ya semua murid wajib belajar, anggep itu saku buat masa depan. Namanya hidup, nggak selalu berjalan lancar. Ini juga demi kebaikan kamu."

"Saya nggak mau kebaikan yang kayak gini Pak," Ikara menggelengkan kepala. "Saya nggak mau jadi alasan gagalnya usaha orang."

Pak Abri menghela napas berat. "Saya panggil kamu buat tawarin olim sosiologi, itu nilai paling tinggi di rapor kamu. Gimana?"

Ikara diam.

"Hm? Tawaran bagus loh, belum Bapak umumin ke anak-anak."

"Yaudah diumumin aja, Pak."

"Bapak prioritasin kamu dulu sebagai murid teladan di sekolah kami, Papah kamu juga bakal seneng kalo tau anaknya ikut olimpiade."

Ikara menundukan kepala sambil menautkan jari-jarinya. Ia kemudian mengangkat kepala. "Tolong sampeiin Papah, saya nggak mau ikut olimpiade." ucapnya sambil berdiri.

"Loh—"

"Permisi, Pak." Ikara pamit dari sana. Lalu mendorong pintu kaca yang paling besar setelah milik kepala sekolah. Mereka lebih memikirkan fasilitas para guru dibanding keperluan para siswa.

Ikara keluar dari ruangan, lalu berbelok kembali menuju kelasnya. Dan di samping ruangan sebuah tangan menarik pergelangan Ikara sampai berdiri di bawah tangga.

Ikara terkejut sesaat, tak perlu melihat wajahnya dia sudah bisa mengenali dari wanginya. Cewek itu hendak pergi tapi Leo menghadangnya.

"We need to talk,"

"Nggak mau,"

"Ra,"

Ikara melirik Leo dengan tatapan datar. "Renungin dulu kesalahan lo sebelum ngomong sama gue, jadi kita nggak berakhir debat kayak gini."

"Dengerin gue ngomong dulu,"

Ikara pergi berlalu tanpa membiarkan Leo bicara membuat cowok itu berdecak dalam hati.

"Masih bego aja,"

Leo mendongak, menatap kehadiran Audra dari tangga. "Mana rokoknya?"

"Nggak ada,"

"Dih?" Audra menghadang Leo. "Jangan sangkut pautin kegalauan lo sama urusan kita ya?"

"Awas," Leo menggeser tubuh Audra dan melangkah pergi tapi cewek itu menarik lengannya. "Woi? Tepatin janji lah main pergi aja ihhh."

"Ya nanti lahhh,"

"Wait gue mau nanya," Audra tetap menarik tangan Leo agar menghadap padanya. "Soal temen lo."

"Ck,"

Di belokan mereka tak sengaja berpapasan dengan Ikara yang salah jalan membuat Leo tersentak. Ikara menunduk melihat kedua tangan mereka yang terpaut, jadi Leo refleks menjauhkan tangannya membuat Audra nyaris membentur tembok.

"Anj," Audra menganga.

Ikara menatap Leo sesaat, kemudian berlalu dari mereka.


"Gara-gara lo tai,"

Audra malah tertawa. "Kenapa? Emang yakin dia cemburu?"

Leo menoleh malas. "Dia suka sama gue, kenapa lo?"

"Pantes diminta merenungi kesalahan," Audra menggelengkan kepalanya. "Malu-maluiin aja."

"Lo siapa malu?" Leo mendorong bahu Audra.

"Nggak usah sentuh-sentuh anj," Audra menepisnya. Bersamaan dengan itu teman Leo muncul membuat Audra menahan lengan Leo. "Tetep di sini, gue mau ngomong sama dia."

"Awas lo minta rokok—"

"Sssst," Audra mendelik. Ia kemudian melangkah mendatangi Willy dan menghadangnya membuat pemuda kalem itu menaikan alis.

Leo memandang mereka berdua heran, lalu pergi dari sana tak mau peduli.





💞💞💞💞💞💞💞



"Ikara!"

Ikara yang baru saja keluar kelas menoleh kepada Fai yang berlari kecil ke arahnya. "Lo dijemput Pak Seto?" tanyanya.

"Iya," Ikara mengangguk. Dia sudah bilang pada Ela dan dia mau mengerti.

Fai menggaruk alisnya sesaat. "Sebenernya Mamah Gina mau ketemu sama lo, mau ngasih sesuatu. Kalo nggak keberatan, mau ke rumah?"

Ikara diam sesaat. Tante Gina adalah orang yang baik, dia sudah berteman dengan Fai sejak SMP jadi sering main ke rumah mereka. Jadi kali ini ia terima karena tante Gina yang ingin bertemu, Ikara tidak menyangkut pautkan orang lain ke dalam masalahnya.

"Boleh,"

Fai tersenyum lebar. "Temenin gue ambil jersey baru dulu ya,"

"Di mana?"

"Gor futsal, kita dibuatin seragam baru buat lomba,"

"Oh," Ikara mengangguk. Ia melangkah di samping Fai yang masih menceritakan tentang bola sampai mereka tiba di gor futsal.

Ikara agak kagok karena ternyata di dalam ada banyak sekali cowok yang sedang berkumpul untuk mengantri seragam juga. "Gue tunggu luar aja,"

"Nggak papa," Fai terkekeh. "Di luar malah lebih rame orang."

"Gue nunggu kantin aja deh,"

"Jauh Ra dari sini, tenang aja mereka baik-baik." Fai melangkah masuk ke dalam.

Semua langsung memusatkan perhatiannya kepada mereka berdua membuat Ikara menundukan kepala dan berusaha tidak melihat orang-orang tersebut. Apalagi saat para cowok mulai menyoraki Fai dengan siulan dan teriakan kencang.

"FAI ANJENGGG MENANG BANYAK!"

"IKARA MAU JOIN FUTSAL??"

"Le," Abel yang sedang duduk di lapangan menyenggol lengan Leo yang sedang berbaring sambil mendengarkan musik.

"Le,"

"Paan anjing,"

"Ikara,"

Leo bangun membuat Abel melirik heran. Cowok itu menatap ke arah kerumunan, lalu melihat sosok Ikara di sana, bersama Fai. Membuat ekspresi Leo berubah menjadi malas.

"Woi udah pada ambil jersey belom?" tanya anak futsal yang lewat.

Abel menunjuk Leo dengan dagunya. "Nunggu tuan dulu,"

"Gue duluan bro,"

"Yoi yoi,"

"Le, duluan,"

"Bel, kirim foto kemaren di grub!"

Beberapa anak futsal yang dekat dengan Leo pamit keluar sambil membawa jersey. Dan setelahnya masih banyak orang baru masuk lagi karena anak futsal dan basket disatukan.

Ikara duduk di salah satu kursi sambil menunggu Fai, di samping kanan dan kiri ada kumpulan cowok yang terang-terangan berganti baju membuat Ikara menunduk sambil bermain hp.

"Bentar ya nama gue belum disebut," Fai mendatanginya.

"Masih lama?"

"Bentaran paling,"


"Crishtian Leo!"


Ikara mengangkat kepalanya, bertemu tatap dengan Leo yang sedang melangkah menuju pengambilan seragam. Baru ingat cowok itu juga anak futsal.

"Lo kemarin nggak papa kan?" tanya Fai mengalihkan perhatian Ikara.

"Kenapa?"

"Dia marah-marah semalem,"

"Oh, nggak papa."

"Fai, baru dateng lu," Beberapa teman Fai mendatanginya dan mengerumuni tempat jadi ia duduk sendiri di situ berteriak dalam hati karena ingin pergi.

Mereka terus mengobrol dan Ikara hanya bisa menyibukkan diri dengan hp agar tidak diajak bicara. Masalahnya mau keluar depan sampingnya cowok semua.

Ikara mengangkat kepala, kebetulan bertemu tatap dengan sosok Leo yang sedang duduk di lapangan sambil menatap tajam ke arah sini. Cewek itu segera menunduk kembali bermain hp.


"Gue nggak suka. Gue benci liat lo balik temenan sama Fai, gue benci dia nganter lo pulang."


Ck. Kenapa jadi kepikiran gini. Ikara harusnya nggak perlu takut, mereka punya hubungan aja enggak.



"Ikara, ya?"


Tolong jangan ajak dia bicara!



Jangan.


"Temen lo Fai? Apa siapa?"

"Iya temen," jawab Fai. "Ra, ini temen gue."

Ikara mendongak, lalu mengangguk sesaat. "Ikara," katanya kembali menunduk.

"Pemalu emang dia," kata Fai.

"Kita nggak gigit kok, Ra."

Ikara mendengus dalam hati. Dia bukan malu, emang nggak mau ngomong sama mereka. Dia juga nggak tau kenapa harus panas dingin cuma karena Leo masih menatapnya dari kejauhan.

"Nama gue dipanggil, bentar ya, Ra." Fai berlari menuju pengambilan seragam.


Meninggalkan Ikara bersama teman-temannya. Ya, dia sendiri. Sial.



"Anak kelas mana, Ra?"

Ikara melirik mereka. "IPS 3,"

"Wih, sekelas sama Bella?"

"Iya,"

"Sepupu gue tuh, dia di kelas gimana? Bego apa pinter? Sampeiin ya gue Bama, dia masih ada utang tuh kurang ajar."

"Ya minta sendiri lah anj anak orang lo suruh nagih,"

"Awas aja Bella sampe rumah gue abisin skincarenya,"


Ikara berusaha tidak mendengarkan mereka, ia terus menatap Fai yang sedang bicara dengan para pelatih. Memprediksi kapan orang itu akan kembali lagi.

Ikara berdecak. Fai inget nggak dia lagi di sini? Udah 3 menit ngobrol nggak balik-balik.


Ikara menoleh kaget saat teman-teman Fai duduk di sampingnya membuat ia bergeser sambil memeluk tasnya. Ia mulai merasa tidak nyaman karena berada di tengah-tengah.

Ikara kehilangan kesabaran. Ia memutuskan untuk beranjak dari sana membuat teman-teman Fai memandangnya. Sekarang bukan teman aja, semua orang di lapangan melihatnya karena dia perempuan sendiri.

Ikara benci situasi seperti ini.


"Cewek cakep euy,"

"Ikara itu anjir,"

"Temen Fai dia."

"Yang sama Ali kan?"


Ikara terus berjalan menuju luar sementara Fai masih mengobrol dengan pelatih. Cewek itu memunduk berusaha agar tidak membuat kontak mata dengan mereka.

"Ikara bukan?"

Ada salah satu orang yang menghadangnya membuat ia berhenti. Ikara diam berusaha menguasai diri. "Iya,"

"Bagi nomer boleh?"

"Nggak," jawab Ikara.

"YAAA KASIAN HAHAHAHHAHA."

"MAMPUS DEN MAMPUS!"

"JANGAN MAU DEK DIA BUAYA!"

"Mutualan Insta mau?"

Ikara menautkan alis. Mau? Kenapa jadi kayak penawaran? Ia memilih pergi saja tapi tangannya ditahan membuat suasana lapangan makin heboh.

"Bentar please, nama IG lo aja deh apa?"

Ikara berusaha menarik tangannya, tapi orang di depannya melepas duluan dan melangkah menjauh. Ia pun menoleh, melihat sosok Leo berjalan ke arahnya.

Pengaruh banget, ya? Dateng doang bikin seisi lapangan diem.

"Nama lo dipanggil," ucap Leo menepuk bahu orang itu lalu mendorongnya agar pergi.

Lantas tangannya meraih pergelangan Ikara dan menariknya keluar dari gor. Sampai di luar keduanya masih berpegangan tangan membuat beberapa orang yang lewat melihat.

Ikara menarik tangannya lagi. "Makasih,"

"Lain kali tunggu luar aja, dia maksa lo masuk?"

"Enggak,"

"Gue lebih kenal Fai dari pada lo,"

Ikara diam.

Leo melangkah mendekat, ia menundukan kepalanya sambil mengusap jari mungil Ikara. "Pukul aja kalo ketemu orang rese kayak gitu lagi."

Ikara menundukan kepalanya. "Gimana kalo dipukul balik?"

"Call gue,"

Ikara diam cukup lama.

Ia kemudian mengulurkan tangannya untuk menyentuh pergelangan tangan Leo membuat cowok itu  tertegun. "Emang langsung dateng?" tanyanya sambil mengusap tangan Leo.

Cowok itu menelan ludahnya. "Hm, langsung dateng."




Ikara mendongak menatap Leo. "Orang paling rese di hidup gue elo, pukul sekarang boleh?"




Leo mengerjap. "Hm?"




Ikara mendengus, memukul tangan Leo membuat cowok itu mengaduh. "Awas kalo nggak mau dipukul," ketusnya sambil melangkah pergi.

Leo memandang kepergian Ikara dengan ekspresi tak percaya, kemudian menunduk sambil menyentuh dadanya yang berdegub sangat kencang. "Anjing," umpatnya padahal tangannya hanya diusap.


"Ikara mana??"

Leo menoleh, ekspresinya langsung berubah melihat Fai muncul. Ia menahan bahu cowok itu sebelum pergi. "Ngapain mikirin dia? Lanjut ngobrol sama pelatih lo aja,"

"Paan sih lo?"

"Udah selesai kerjaan lo?"

"Kerjaan apa maksud lo?"

"Bikin semua nganggep kalian deket."

Fai terbungkam dengan tatapan jengkel. Ia kemudian pergi dari sana.

Leo menatap Fai sampai hilang dari pandangannya. Cowok itu kemudian menyender pada pintu sambil menyentuh dadanya lagi. "Sial,"



"Sehat?" Abel muncul dengan tatapan aneh.

Leo langsung menegakkan badannya dan berdeham. "Ayo kantin,"

"Nih jersey lo," Abel menyodorkan sebuah pakaian. "Kenapa punya gue M punya lo L anj, badan gue nggak kecil."

Leo mendengus. "M belum tentu pas,"

Abel meliriknya sinis. "Mulut lo gue jahit sini, Le. Mau?" dumelnya. "Tadi gue liat lo naik peri Ikara, kemana dia sekarang? Lo lepas lagi?"

Leo melirik. "Lepas apa?"

"Dia itu peri Le suka terbang, lo kalo mau tangkep harus usaha nggak bisa diem di tempat doang."

Leo menaikan alisnya, paling nggak bisa liat Abel sok serius gini. "Call Willy, tar malem ps."

"Nggak ah, gue jagaiin bocil di rumah."

"Bela?"

"Nggak, anak Kak Elia."

"Punya anak?" Leo menaikan alis.

"Nggak, anak lakinya. Ke rumah gue aja kalo mau, ajak Willy sekalian."

"Terserah,"

Abel berjalan sambil bersiul, sempat melewati mading kelasnya. Tadinya hanya melirik, tapi melihat ada yang janggal ia mendekat. "Le,"

Leo masih berjalan.

"Woi! Dipanggil juga, ada nama Ikara."

Leo menoleh. "Apa?"







Abel membaca kata demi kata di dalam mading tersebut. "Hah? Dia nyuap guru buat batalin olim? Emang iya, Le?"






Bersambung.....

tsay gatau update kapan minggu ini super sibuk hihi. nanti kukabari yh

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

My Sexy Neighbor Par F.R

Roman pour Adolescents

1M 15.3K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
4.1M 318K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
MUARA KIBLAT Par Awaliarrahman

Roman pour Adolescents

537K 58.1K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...
MAHESA Par anotherfavgirl23

Roman pour Adolescents

535K 40.6K 27
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...