2 hari kemudian.
Seperti rencananya beberapa hari lalu, Akbar dan Zahra menuju ke tempat pernikahan Bagas dan Nindi.
Mereka menikah di rumah sang mempelai wanita dan hanya dihadiri oleh keluarga beserta teman-teman dekat mereka.
Saat ini sedang di mulai acara ijab qabulnya, Zahra harus mempersiapkan hatinya. Ia tak mungkin lupa dengan Bagas, laki-laki yang mencintainya dengan tulus.
"Saya terima nikah dan kawinnya Anindira Dirgantara binti Ahmad Andri Dirgantara, dengan maskawin tersebut dibayar tunai." Dengan satu tarikan nafas, Bagas mampu mengucapkan ijab qabulnya dengan tegas dan lantang.
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH."
"Alhamdulillah."
Mendengar kata sah, air mata Zahra mengalir dengan deras. Hatinya sakit, namun ia harus ikhlas. Harus ikhlas karena dengan ini hatinya di uji. Ia harus merelakan sesuatu yang bukan miliknya.
Ia juga yakin akan ada suatu saat dimana ia bisa dihargai sekaligus dicintai oleh seseorang. Ia yakin itu.
Akbar yang berada disampingnya, turut menenangkannya, ia mengelus pundak Zahra.
'Ikhlas, Ra, Ikhlas, lo pasti bisa'
Kata-kata itu yang selalu menjadi penyemangat untuk dirinya sendiri.
Tiba saat pasangan pengantin menyalami para tamu undangan. Dan sekarang giliran Zahra yang ikut menyalami dan memberi mereka selamat.
Saat Nindi melihat kehadiran Zahra, ia tak kuasa menahan tangisnya. Ia juga tidak bisa membayangkan jika ia berada diposisi sahabatnya itu.
Zahra memeluk tubuh sahabatnya.
"Selamat, Nin. Lo berhak dapetin Bagas. Lo harus bahagia sama Bagas. Buat Bagas mencintai lo. Gue sayang sama lo." Ucap Zahra dalam pelukan Nindi.
"Makasih, Ra. Maafin gue ya." Ucap Nindi terisak.
Zahra melepaskan pelukannya, "Ih, kok malah nangis, nanti luntur make-upnya udah cantik juga. Jangan minta maaf terus, gue udah Ikhlas."
Nindi kembali memeluk Zahra dan melepaskannya.
Ia berganti menangkupkan tangannya pada Bagas dan dibalas olehnya.
"Bahagiain sahabat aku ya, kak. Jangan buat dia sedih. Cintai dan sayangi Nindi setulus hati. Kalau sampai Nindi sedih aku bakalan marahin kamu." Tawa kecil Zahra disela-sela tangisnya.
Bagas tersenyum dan mengangguk, "Iya, aku janji. Terima kasih buat 3 tahun yang indahnya." Ucapnya tulus.
Zahra mengangguk, "Kamu juga harus bahagia sama orang yang kamu cintai. Seorang Gus itu." Lanjut Bagas.
Mendengar itu, seketika senyumannya luntur, kenapa harus mengingatnya kembali. Ia ke Jakarta selain ingin menghadiri pernikahan mantannya, ia juga ingin menghilangkan sejenak masalah yang ada dipesantren.
"Eh, selamat ya, semoga pernikahan kalian samawa. Dan bahagia terus sampe Kakek-Nenek." Ucap Akbar mengalihkan perhatian. Ia paham dengan Zahra.
'Makasih Bang, lo selalu bisa ngertiin gue.'Ucap batin Zahra
"Jangan lupa ponakannya yah. Buat 11 supaya bisa jadi pemain sepak bola." Ucap Zahra bercanda.
Nindi yang mendengarnya terkekeh, "Jebol punya gue, Ra."
Para tamu yang mendengar pun tertawa.
Zahra memberikan bingkisan kado, "Jangan lupa dipake buat nanti malam." Bisiknya pada Nindi.
"Anjir, lo mah nakut-nakutin aja." Bisik Nindi.
Setelah itu para sahabat sahabatnya menyalami dan memeluk mereka.
Beberapa saat kemudian Zahra dan Akbar pamit pergi.
Tiba-tiba dijalan perut Zahra berbunyi padahal ia sudah makan banyak saat kondangan tadi.
"Masih laper, Ra." Akbar terkekeh.
Zahra nyegir dan mengangguk, "Iya, makan dulu yuk."
Akbar mengangguk, ia menghentikan mobilnya di depan penjual bakso.
Mereka makan kembali.
Disela-sela makan Akbar mengajak Zahra ngobrol.
"Habis ini mau kemana? Mau jalan-jalan?" Tanya Akbar.
Zahra mengangguk, "Boleh, ke taman depan aja gimana? Sambil beli cemilan."
Akbar mendengus, "Makan mulu lo. Mentang-mentang habis ditinggal mantan nikah, pelampiasannya ke makanan."
"Ya dari pada pelampiasannya lukain tubuh, mending makan. Kenyang."
*****
Setelah mereka pergi ke taman, Akbar menghantarkan Zahra kembali ke rumahnya.
"Makasih buat waktunya, udah nemenin Zahra ngobrol-ngobrol sama beli makanan banyak banget. Sampe Zahra bingung mau habisin yang mana dulu." Girang Zahra.
Akbar terkekeh mendengarnya, "Sama-sama. Dua hari lagi gue jemput. Eh, besok ke rumah gue yuk, Mamah sama Papah katanya pengen ketemu lo." Ucap Akbar.
"Serius? Boleh-boleh, ada makanan kan?" Tanya Zahra sedikit bercanda.
"Makan mulu lo, tapi tetep aja kurus." Ejek Akbar.
Zahra menabok lengan Akbar, "Sembarangan gue ini ideal gak kurus. Lagian kalo lagi sedih pelampiasan gue ke makan."
Akbar mengangguk, "Bener sih bener. Gue salut sama lo wanita kuat, tangguh dalam masalah percintaan."
Zahra tertawa mendengar penuturan Akbar, "Suhunya ditinggal nikah."
"Taulah. Ya udah bye. Assalamu'alaikum. Besok gue jemput."
"Wa'alaikum salam."
Zahra masuk dalam rumahnya, ia melihat Arumi dan Fira yang sedang memasak, kemudian ia menghampirinya.
"Zahra bantuin ya?" Ucap Zahra menawarkan.
"Ish, gak usah. Kamu cape kan pasti habis kondangan." Ucap Arumi.
"Gak papa, Mah, Zahra malah seneng bisa bantuin Mamah sama Fira masak."
Akhirnya Arumi mengangguk, Zahra memotong motong daging ayam.
Ia akan membuat opor ayam, karena itu salah satu makanan yang harus tersedia dimeja makannya.
Setelah mengolah, Zahra memasaknya.
Disela-sela masaknya Arumi bertanya mengenai hal sensitif baginya untuk saat ini.
"Ra, Gus mu kayaknya suka sama kamu deh, pas Mamah sama Papah hadirin wisuda dia ngelihatin kamu terus, apalagi pas ngalungin medali buat kamu, uh romantis. Jadi pengen Mamah angkut buat jadi mantu Mamah." Ucap Arumi.
"Mamah setuju deh kalo kamu sama dia." Lanjut Arumi.
Zahra hanya diam mendengar ocehan dari Mamahnya.
"Kalau dia jadi mantu Mamah, Mamah yakin dia bisa bimbing kamu. Ngejagain kamu."
"Mending Mamah kubur impian Mamah itu." Sahut Zahra.
"Loh kenapa dikubur?" Tanya Fira.
Zahra mengembuskan nafasnya berat, "Dia udah mau nikah, dia dijodohin."
Arumi dan Fira langsung bertatap muka. Kemudian melihat Zahra.
"Yang bener? Mamah lihat dia suka sama kamu."
Zahra mengangguk, "Emang suka, tapi takdir berkata lain Mah. Zahra juga cape berharap sama manusia terus."
Arumi memeluk dirinya, "Kamu harus semangat ya, kamu masih muda kejar cita-cita kamu aja dulu. Masalah percintaan akan datang dengan sendirinya. Berdoa terus minta yang terbaik sama Allah. Oke sayang."
Zahra mengangguk membalas pelukan Arumi, "Makasih, Mah."
"Tujuan aku sekarang bukan buat nikah aja, Mah. Yang utama karena pengen banggain Mamah, Papah juga Fira. Zahra pengen jadi orang sukses."
"Tapi kamu juga harus nikah, Ra. Mamah juga pengen dapet cucu dari kamu."
Zahra tersenyum masam, "Sekarang hati Zahra udah bener-bener sakit, Zahra harap sih bukan mati rasa. Zahra kecewa sama yang namanya cinta."
*****
Seperti apa yang mereka obrolkan kemarin, Zahra pergi ke rumah orang tua Akbar. Dirinya disambut dengan baik layaknya anak sendiri.
Zahra makan bersama keluarga Akbar.
"Zahra, setelah kamu lulus SMA, kamu mau lanjut kemana?" Tanya Fera.
"Iya Zahra, kamu kuliah aja sama Akbar." Saran Arka.
Zahra tersenyum, "Zahra gak mau kuliah dulu, Zahra mau fokus sama hafalan. Kalau kuliah mungkin Zahra akan susah membagi waktunya. Lagian Bang Akbar juga beberapa bulan lagi selesai sama skripiannya."
Fera dan Arka mengangguk paham.
"Akbar, Abang mu, 2 minggu lagi mau nikahkan?" Tanya Fera.
"Bang Atthar?" Tanya Akbar memastikan.
Kenapa harus ngomongin dia lagi sih, malah makin sakit hati gue. Batin Zahra.
Fera mengangguk.
Akbar melirik Zahra yang tengah menunduk, pasti sedih kembali.
"Iya Mah, udah ya jangan ngomongin Bang Atthar lagi, nanti juga dikabarin sama dia." Ucap Akbar.
Fera menangguk lesu, "Ya udah deh."
"Akbar, udah ada cewe belum nih? Kasian jomblo terus. Mamah juga katanya pengen cepet-cepet punya cucu. Iya kan, Mah?" Tanya Arka pada istrinya. Fera mengangguk membenarkan, sekalian juga ingin menggoda anak tunggalnya. "Iya nih. Kapan nih mau kenalin ke Mamah."
Akbar mengendus kesal, "Apaan sih, Pah, Mah. Akbar masih muda. Belum ada calon juga."
Zahra tertawa mendengar obrolan dari keluarga bahagia ini, "Udah ada tuh si, Acha." Celetuknya.
Akbar mendelik, menetap kesal Zahra.
"Dih apaan, sorry gak level gue sama Acha."
"Kalo jodoh tau rasa."
Fera dan Arka tertawa, "Kalian ini. Kenalin dong Acha sama Mamah."
Zahra mengangguk, "Nanti Zahra kenalin sama calon mantu Mamah."
"Acha itu gimana orangnya, Ra? Siapa tau masuk kriteria Akbar." Tanya Arka.
"Acha itu cantik, baik, banyak ngomong kaya Zahra. Tapi setiap ketemu sama Akbar, mereka berdua selalu aja ribut. Tapi anehnya muka mereka agak mirip."
Fera bertepuk tangan, "Keren, gak sabar pengen lihat calon mantu. Apalagi kalau sampe nikah dan punya anak nanti ya, Pah?."
"Bener banget, Mah."
"Apaan sih, gak ada calon mantu, calon mantu." Kesal Akbar.
Mereka menggelakkan tawanya melihat Akbar kesal.
*****
Khusus buat HUT RI ke-77, hati ini saya sempetin buat double up.
Seneng???
Diharapkan banyak vote + komennya.
Sekian.
TBC.
17 Agustus 2022.