Akhirnya Akbar meminjamkan hpnya itu pada Zahra. Zahra segera menelpon keluarganya, karena rasa rindu yang teramat besar.
"Mamah, Papah." Girang Zahra. Ia melakukan panggilan video.
"Salam dulu sayang, Assalamu'alaikum." Ucap Arumi.
"Hehehe, lupa wa'alaikum salam." Ucap Zahra melihatkan deretan gigi.
"Gimana kabar kamu, Ra. Betah?" Tanya Arumi.
"Dibikin betah aja lah Mah."
"Nak belajar yang rajin ya, papah sama mamah mengharapkan kamu jadi wanita yang sholehah, jadi penghafal Qur'an." Ucap lembut Adam.
"Insya Allah Pah, Fira mana kok gak kelihatan?" Ucap Zahra mencari keberadaan adeknya.
"Fira masih disekolah sebentar lagi pulang." Ucap Arumi.
"Assalamu'alaikum, Mamah, Papah, Fira pulang." Fira menyalami tangan kedua orang tuanya.
"Wa'alaikum salam." Jawab kedua orang tuanya dan Zahra.
Fira menghampiri kedua orang tuanya dan mencium punggung tangan keduanya. Dia menoleh ke arah hp. Ternyata Zahra yang sedang menelpon kedua orang tuanya.
"Kak Zahra, ih kenapa baru hubungun kita, kita kangen banget loh." Fira pura-pura marah.
"Maaf, hp Zahra kena razia, sekarang hancur dipalu."
"Ya Allah ra, mamah kan udah bilang, taruh hp nya ke kepengurus."
"Hehehe, udah lah mah kan udah kejadian juga."
Mereka melanjutkan acara obrolannya.
Kemudian Zahra menghubungi para sahabatnya, kebetulan sahabatnya sedang nongkrong bersama.
"Zahra ih kangen banget sama lo, kemana aja baru hubungin kita? bukannya lo bawa hp ya kesana?" Tanya Nindi.
"Iya ih kangen banget. Sini peluk online." Timpal Meta merentangkan tangannya seolah-oleh memeluk tubuh Zahra.
"Gue juga kangen banget sama kalian." Ia membalas kelakuan absurd Meta.
"Leo, Aldi, lo gak kangen sama gue, udah 1 bulan gue gak ketemu." Ucap Zahra pada dua teman laki lakinya.
"Kita juga kangen banget sama lo, Ra. Pengen banget rasanya kita kesana samperin lo." Ucap Aldi.
"Kesini lah maen." Ucap Zahra.
"Nanti kalau lo mau wisuda kita semua kesana." Ucap Leo.
"Bener ya." Ucap Zahra.
"Iya kita janji." Ucap para temannya.
"Nomor lo baru, Ra?" Tanya Meta.
"Bukan ini gue pinjem hp temen. Hp gue dah modar ketahuan, dihancurin deh."
"Eh gimana Bagas?." Tanya Zahra ia merindukan pacarnya.
"Bagas baik baik aja, dia juga kangen banget sama lo."
"Titip salam buat Bagas ya. Gue kangen." Ucap Zahra tulus.
"SIAP." Ucap mereka semua.
Mereka tertawa bersama, kangen-kangenan.
*****
"Bar, nih udah selesai." Ucap Zahra meyodorkan benda pipih pada pemiliknya.
Zahra duduk disamping Akbar.
"Bar, lo kok bisa sih mondok disini?" Penasaran Zahra.
"Kenapa emang?." Tanya Akbar melirik Zahra.
"Ya gak papa sih, gue penasaran aja gitu, orang tua lo kemana?" Tanya Zahra.
Akbar menatap lurus, "Orang tua gue gila kerja semua, sampe lupa kali ada anak yang butuhin kasih sayang mereka."
"Gue dari umur 14 tahun sampai sekarang umur gue 20, berarti gue udah 6 tahun disini. Orang tua gue ngejengukin gue cuma pas idul Fitri aja, itupun cuma sehari besoknya, ya kembali lagi ke rutinitasnya."
Zahra mendengarkan curhatan Akbar, selama ini ia salah terhadap Akbar. Akbar selalu menujukkan wajah cerianya terhadap Zahra, namun ia juga memiliki luka yang sangat besar.
Ia juga membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya.
"Gue anak satu satunya, yang seharusnya bisa dapat kasih sayang penuh sama orang tuanya, malah gue ngerasa ditelantarin. Gue cuma pengen orang tua gue ada waktu sama gue. Gue gak pengen mereka sakit karena kerja terus." Akbar meneteskan air matanya.
"Nangis aja gak papa jangan ditahan." Ucap Zahra.
"Tapi gue bersyukur, Ra. Keluarga om Umar sama tante Fara baik banget. Mereka sayang banget sama gue. Gue juga seneng kalo sama lo, berasa punya adek."
Zahra tersenyum tulus mendengar penuturan Akbar.
"Lo boleh anggap gue adek lo. Gue juga pengen punya kakak cowo." Zahra pun sama meneteskan air matanya.
"Jangan nangis lah, Ra." Ucap Akbar.
"Gue pengen peluk lo tapi gak bisa hiks." Tangis Zahra.
Akbar terkekeh, "Gue yang curhat lo yang nangis."
"Bar, gue boleh panggil lo abang gak?" Ucap Zahra. Berharap Akbat memberikan jawaban Ya.
"Boleh." Jawab Akbar.
Disaat mereka melanjutkan obrolannya, tiba'tiba ada suara bariton.
"Kalian ini, sudah pernah dihukum masih saja melakukannya lagi, perlu hukuman cambuk, hah." Ucap Gus Atthar sedikit membentak.
"Sekarang Zahra kamu kembali ke asrama." Ucap Gus Atthar tegas.
"Gus ngusir gue." Ucap Zahra.
"Terserah kamu bilang saya mengusir atau apa. Laki-laki dan perempuan yang bukan mahram haram berduaan tanpa ikatan halal." Ucap Gus Atthar.
Akbar tersenyum dalam hati ia mengejek, "bilang aja kalo cemburu elah, pake gengsi segala."
"Kalo kita terus berduaan aja kenapa." Ucap Zahra, sengaja memancing amarah Gus Atthar.
"Nanti ada syaiton yang jadi orang ke tiga, dan menumbuhkan rasa nafsu pada kalian mau." Ucap Gus Atthar sedikit emosi.
"Kalau setan jadi orang ketiga tandanya Gus Atthar dong setannya, ya kan, Bar." Akbar hanya tersenyum mendengar kepolosan Zahra.
"Bukan itu maksudnya. Sekarang kamu kembali."
Zahra menurutinya, ia kembali ke asramanya, namun ia tak sadar ada benda jatuh kepunyaannya.
"Bilang aja Bang kalo cemburu, pake gengsi segala." Ucap Akbar mengejek.
"Saya tidak cemburu, saya hanya memperingati kamu agar tidak berduaan di tempat yang lumayan sepi seperti ini, nanti akan timbul fitnah." Ucap Gus Atthar.
"Iyain aja lah, kalo suka kitbah Bang." Akbar lari terbirit'birit sebelum Abangnya mengamuk.
Gus Atthar mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Dasar anak muda."
Gus Atthar tak sengaja menginjak sebuah lingkaran berwarna hitam. Ia mengangakatnya.
"Punya siapa geleng ini." Ia melihat ada ukiran nama pada gelang itu.
"Zahra." Gumamnya. Kemudian ia memasukkan gelang itu ke dalam saku celananya.
*****
Sore hari selepas ia mandi, Zahra kelimpungan mencari gelang kesayangannnya pemberian Mamahnya.
"Gelang gue mana sih."
Teman-temannya datang menghampiri.
"Ra, kamu cari apa? Dari tadi mondar-mandir terus." Ucap Difa.
"Gelang kesayangan gue hilang."
"Gelang yang gimana Ra?" Tanya Qila.
"Yang item itu loh, kemana ya." Zahra terus mengobrak-abrik ranjang serta lemarinya.
Teman-temannya pun membantu Zahra mencari.
"Gelangnya berarti banget ya, Ra?" Tanya Nabila membantu Zahra.
Zahra mengangguk, "Banget."
"Dijalan kali, Ra. Kamu kan sempat pergi tadi siang." Ucap Qila.
Zahra baru sadar, ia keluar dari kamarnya. Menuju tempat yang tadi ia dan Akbar tempati.
Ia sampai berjongkok mencari gelangnya.
"Gelangnya mana sih, nanti kalo Mamah tau pasti marah." ingin menagis saja rasanya.
*****
Malam hari setelah bermurojaah, Gus Atthar mengingat gelang itu, ia lupa mengembalikan pada pemiliknya.
"Gelangnya bagus, kalau saya gadai gimana ya." Monolog.
"Gelangnya cantik, seperti pemiliknya." Ia tersenyum dan tak sadar memuji kecantikan Zahra.
Gus Atthar menggeleng-gelengkan kepalanya agar pemikiran itu pergi.
"Astaghfirullah tidak boleh Atthar, jangan sampai kau mencintainya, bisa jadi bencana nanti."
*****
09 Mei 2022