Pagi-pagi sekali, Ali telah datang ke rumah Prilly. Ia datang dengan sebuah kotak makan di tangannya, "Ini masakan Bunda, katanya buat calon mantu."
Prilly tertawa pelan, "Titip makasih ya ke calon mertua." Ali mengangguki ucapan Prilly.
Prilly menarik tangan Ali menuju kamarnya, Ali mengikuti langkah Prilly tanpa berkomentar apapun. Prilly mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah muda.
Ali mengerutkan dahinya, "Apa ini?"
"Kotak," jawab Prilly.
"Aku juga tau, Sayang. Maksudnya, kenapa ngasih aku kotak?" Tanya Ali menjelaskan.
Prilly menggelengkan kepalanya, "Ini, kotak ini, isinya tentang kita."
"Jadi, aku nulis banyak hal tentang kamu di kotak ini. Coba kamu buka deh," ujar Prilly.
Tangan Ali membuka kotak merah muda itu, tatapannya jatuh pertama kali pada puluhan polaroid dirinya yang diambil diam-diam.
"Paparazzi," cibir Ali yang membuat Prilly tertawa lebar.
"Emangnya kalo aku minta langsung kamu bakal ngasih? Nungguin kamu baik-baikin aku aja susah banget, apalagi minta foto." Balas Prilly sendu.
Ali mengeluarkan ponselnya, "Kalo gitu, sini kita foto bareng. Dan ke depannya, kamu bebas minta foto aku kapanpun. Kita harus banyak ngeabadiin momen kita."
Prilly mengangguk kemudian tersenyum cerah, tangannya berpose di depan kamera. Ali yang melihat hal itu gemas bukan main, kini gantian ia yang mengecup pipi Prilly tiba-tiba. Merasakan pipi kanannya dicium oleh Ali, wajah Prilly memanas hingga ke telinga.
"Nakal," gantian Prilly yang mengatai Ali.
"Nakal sama pacar sendiri kok," ujar Ali santai.
"Ih...Ali," ujar Prilly dengan geraman gemas.
"Kenapa?" Tanya Ali polos.
"Aku jadi pengen bawa kamu ke KUA," lanjut Prilly sambil tersenyum mesem-mesem.
Ali tertawa, "Coba aja kalo bisa."
Prilly mencebikkan bibirnya, "Kamu jangan nantangin aku ya!"
"Jadi, gak beli bunganya?" Tanya Ali.
"Ih, gak romantis banget. Harusnya tuh kamu dateng dengan buket bunga, terus surprise gitu loh." Ali hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ekspetasi gadis itu.
"Ayok," ajak Ali sambil merangkul Prilly. Prilly mengangguk dan mengikuti Ali.
* * *
Sejak keluar dari toko bunga, bibir Prilly tidak berhenti mengembang dan tersenyum. Matanya bahkan menyipit karena tidak bisa menahan buncahan kebahagiaan di dalam perutnya.
"Kemarin, kenapa kamu ngasih aku bunga matahari?" Tanya Ali kepada Prilly.
Prilly mengangguk dan kemudian menjelaskan, "Bunga matahari itu identik sama kesetiaan. Aku berharap kamu bisa setia sama aku, Li."
Ali mengangguk, "I will."
"Bunga matahari juga melambangkan kebahagiaan dan keceriaan, persis seperti rasa yang kamu kasih ke aku. Selalu buat aku ngerasa full of happiness." Lanjut Prilly.
"Dan, kamu juga selalu ngebuat aku seperti hidup kembali. Ngasih aku semangat dan rasa optimis." Prilly memeluk lengan Ali dari samping. Tangannya satu lagi memegang erat buket bunga yang dibelikan Ali.
"Aku juga ngerasain hal yang sama, Pril. Kamu itu ibarat matahari yang menghangatkan dunia aku yang terlalu dingin ini. Kamu juga ngasih aku cahaya dan kesilauan, supaya aku bisa ngelihat sisi-sisi lain dari diri kamu," balas Ali dengan tulus.
Prilly tersenyum sambil mencium bunga yang berada di pelukannya itu. Kemudian, senyumnya mengembang sekali lagi.
"Tolong jangan tinggalin aku ya?" Tanya Prilly yang diangguki oleh Ali.
"Aku gak akan pernah ninggalin kamu." Balas Ali kemudian mengecup lama puncak kepala Prilly.
"Pril, kamu tunggu bentar ya disini. Biar aku ngambil motor dulu di seberang," ujar Ali kepada Prilly.
"Gapapa, kita barengan aja," balas Prilly menolak.
"Sayang, kamu tunggu disini ya? Aku bentar doang kok." Ali tau, Prillynya akan luluh dan menuruti ucapannya apabila ia menggunakan panggilan 'Sayang'.
Kemudian, Prilly mengangguk sambil tersenyum kecil. Ia melepas pelukan di lengan Ali, dua tangannya memeluk erat buket bunga yang dibeli Ali tadi. Ini adalah kado terindah yang pernah ia terima sepanjang hidupnya.
Mawar merah dari seseorang yang sangat ia cintai.
Tin.
Tin.
Tin.
Suara klakson mobil dari jalan raya membuat Prilly mendongakkan kepalanya. Ia melihat Ali berjalan dengan cukup cepat ke tepian jalan di seberang sana. Mobil itu, mobil itu, melaju dengan sangat kencang!
"Ali, awas!" Prilly berteriak sambil menahan napasnya.
Prilly berlari sekuat tenaga, menangkap tubuh Ali dari belakang. Buket bunganya terhimpit di dalam pelukannya. Semuanya terjadi begitu cepat.
Braaaakkk...
Tubuh mereka terpental cukup jauh setelah dihantam oleh mobil tadi. Bahkan Prilly terguling beberapa langkah dari Ali, kepalanya membentur tepi jalan dengan cukup kuat.
"A...Ali, maaf ya, bunganya rusak."
"Tapi kamu gapapa 'kan?" Setelah menanyakan hal itu.
Dunia Prilly menggelap.
Ali yang tergeletak bersimbah darah di dekat Prilly, tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Sudut matanya mengeluarkan air, bibirnya terasa kelu dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Ali menyeret tubuhnya. Ia mengesot mendekati tubuh Prilly yang terkapar tidak berdaya. Tangannya berusaha meraih tangan Prilly.
"Pril...Ly," Ali berbisik dengan lirih.
"Tolong bertahan," ujar Ali dengan napas tercekat.
"Jadi ya, emang bener adanya kalo gue pacaran sama Ali, bahkan udah tahap suami-istri gitu loh. Jadi, bagi yang masih berharap sama my prince charming unyu-unyu Ali, tolong mundur teratur ya! Tau diri dikit dong, awas aja kalo kalian ketahuan berharap sama suami orang. Gue cakar, rawr..."
Ali tersenyum tipis mengingat awal mula ia menolak Prilly, kepalanya mulai berdenyut tidak karuan. Matanya memandang langit biru kemudian menutup dengan pelan. Ia menjatuhkan tubuhnya di sebelah Prilly.
"I will..."
"Stay with you."
Setelah itu, dunia Ali juga ikut menggelap.
* * *
Finally, cerita ini udah di penghujung banget.
Sisa 2 part lagi, setelah itu epilog:)