Indah menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kamar Prilly yang lebih layak disebut kapal pecah, "Masih belum ada yang cocok?"
"Gue gak ada baju, In," tubuh Prilly merosot ke lantai.
"Jadi, selama 45 menit lo ngapain aja hah?! Ngitungin keramik?" Tanya Indah dengan nada jengkel. Prilly bahkan telah mengeluarkan 85% isi lemarinya, mencoba baju, berputar-putar di depan cermin, lalu menggelengkan kepala dan beralih ke baju lain.
"Ya, bukan gitu, In. Tapi ini first date gue, ya kali gue pake baju ngasal," ujar Prilly dengan nada yang sama frustasi.
"Udah, paling cocok lo pake seragam aja, Pril. Atau karung goni noh," cibir Indah sarkas.
Prilly menatap Indah dengan garang, "Lo kok gitu sih, In! Ya, namanya ini kencan pertama gue sama Ali. Gue harus pake baju yang terbaik lah."
"Gaun biru tadi bagus," ujar Indah malas.
"Tapi, kalo ternyata Ali ngajak gue ke pasar malam gimana? Ya kali, ke pasar malam pake gaun," ujar Prilly bingung.
"Lo ribet banget, asli," Indah menggeram di tempatnya.
"Lo udah tanya mau ngerayain first date kalian dimana?" Prilly menggeleng dengan polos.
"Ya Tuhan, dosa apa gue punya temen bucin, mana goblok lagi," maki Indah dengan sebal.
"Mending sekarang lo tanya kalian bakalan first date dimana," ujar Indah. Prilly menggeleng tidak mau, "Gue mau surprise aja, In."
"Yaudah, kalo gitu fix lo pake seragam aja deh. Daripada lo bingung mikirin kostum," ujar Indah dengan ide yang sangat buruk.
"Gue pake celana aja kali ya? Menghindari salah kostum juga," balas Prilly yang dibalas dengan dengusan.
"Serah lo, Pril, daritadi gue udah muji celana lo bagus. Lo malah muter-muter nyobain gaun," Indah benar-benar jengkel dengan Prilly. Sedangkan, pelakunya hanya tersenyum cengengesan.
* * *
Ali menetralkan degupan jantungnya, ini kali pertamanya berkencan dengan orang yang telah mengusik hidupnya selama tiga tahun belakangan ini. Ali bahkan tidak pernah menyangka, hari seperti ini akan datang. Hari dimana ia dan Prilly berkencan dengan status baru mereka, in a relationship.
Prilly keluar dari rumahnya dengan senyuman malu-malu, terakhir ia memakai turtleneck lengan panjang berwarna merah marun dan ripped jeans hitam. Netra Ali beradu pandang dengan netra Prilly, senyumannya ikut mengembang. Debaran di dada mereka semakin tidak karuan.
Sampai akhirnya, Prilly berdiri tepat di depan Ali. Melihat Ali dari jarak sedekat ini, membuat ia terlihat tampan luar biasa, dengan memakai hoodie berwarna navy dan celana panjang putih.
"Udah belum senyumnya?" Tanya Ali sambil terkekeh pelan.
"Gak bisa berhenti senyum, Li," ujar Prilly jujur.
Ali melihat wajah polos Prilly hanya bisa mengulum senyuman gemas, "Silakan nikmati ciptaan Tuhan di hadapan kamu sepuasnya."
"Terima kasih Tuhan, udah menciptakan manusia titisan dewa di hadapan aku, gantengnya luar biasa," Prilly menatap langit seolah-olah ia sedang berbicara dengan Tuhan.
Ali gemas bukan main, ia mencubit hidung Prilly pelan. "Yuk, berangkat, keburu kemaleman ntar," ajak Ali yang diangguki semangat oleh Prilly.
Ali memasangkan helm di kepala Prilly, "Keselamatan Tuan Puteri, nomor satu."
Sial, hari ini Ali bertingkah sangat manis.
Ali membuka pijakan motor di belakang, membiarkan Prilly naik dengan nyaman. Kemudian, ia menarik kedua pergelangan tangan Prilly dan membiarkan lengan Prilly melingkar sempurna di perutnya.
"Udah siap?" Tanya Ali yang dihadiahi anggukan oleh Prilly, "Kalau gitu, pegangan yang erat ya, Princess."
Motor Ali melaju dengan kecepatan sedang. Dua insan yang duduk di atas motor itu sama-sama tersenyum menikmati waktu yang mereka habiskan. Ali melirik wajah berseri Prilly dari spion, hari ini Prilly terlihat sangat damai dan tulus.
Prilly bersitatap dengan Ali melalui spion, "Kenapa?" Tanya Prilly dengan suara lantang.
"Kamu hari ini kelihatan bahagia," balas Ali yang sama lantangnya. Karena suara mereka beradu dengan suara angin.
"Aku selalu bahagia bersama kamu," ujar Prilly jujur.
"Aku juga merasakan hal yang sama," balas Ali.
"Aliando Syarief," teriak Prilly dengan keras. Kedua tangannya ia rentangkan seluas mungkin, membiarkan angin menerpa tubuhnya.
"Iya, Prilly Latuconsina?" Tanya Ali dengan suara tak kalah keras.
"Aku sayang kamu," teriak Prilly.
Ali tertawa kecil, "Aku lebih sayang kamu."
"Aku paling paling sayang sama kamu," balas Prilly tak mau kalah.
"Tapi, aku sekarang lebih sayang sama kamu," ujar Ali terkekeh.
"Gak bisa, pokoknya aku yang dari dulu udah sayang sama kamu. Jadi, jelaslah aku yang paling sayang sama kamu," lagi dan lagi, Prilly tak mau kalah.
"Tapi..."
"Tapi apa?!" Tanya Prilly sebal.
"Iya, Sayang." Rasa panas menjalari pipi Prilly, ia tak dapat menahan geraman bahagia di dadanya.
"Cie, blushing, cie." Goda Ali. Prilly kembali memeluk perut Ali, bahkan kali ini pelukannya terasa sangat erat.
Sudut hatinya yang kosong dan hampa beberapa tahun kemarin, pelan-pelan terisi dan terobati. Dalam hati, Prilly merapalkan doa agar ia bisa menghabiskan seumur hidupnya bersama Ali.
Akhirnya, Prilly memutuskan untuk menyerahkan diri kepada orang yang ia cintai. Meskipun ia sadar, tidak akan ada jaminan untuk terus bahagia. Namun, segala keraguan dan ketidak-pastian yang akan ia hadapi, tidak akan berarti apa-apa. Selama Alinya berbahagia.
Mengingat Ali sudah resmi menjadi miliknya membuat jantung Prilly berdebar pelan, darahnya berdesir hangat, perutnya teraduk seolah ribuan kupu-kupu sedang berterbangan. Prilly janji, ia akan terus memperjuangkan cintanya untuk Ali.
* * *
Prilly menatap Ali dengan horor, "Kok disini?" Ali mengajaknya dinner di restoran bintang lima.
"Kenapa? Kamu gak suka? Atau kamu mau makan di restoran lain?" Tanya Ali dengan nada khawatir.
Prilly hanya menghela napas, "Ali, aku sebenarnya seneng banget diajak kemana pun sama kamu."
"Kalo gitu, ayuk masuk," Ali menarik pergelangan tangan Prilly.
Prilly menahan tangan Ali, "Aku gak mau makan disini, Li. Aku gak suka sama makanan disini."
Ali menatap Prilly dengan heran, bagaimana mungkin ada orang yang tidak suka diajak ke restoran yang memiliki reputasi makanan terbaik di kota mereka?
Prilly melanjutkan ucapannya, "Li, disini mahal."
Ali mengacak rambut Prilly gemas, "Gapapa, aku udah nabung kok."
Prilly menggelengkan kepalanya, "Sayang, kita pindah aja ya?"
Gantian, sekarang wajah Ali yang memanas bahkan telinganya berkedut merah. Kemudian Ali mengangguk, "Kamu mau makan dimana?"
Prilly tersenyum simpul, "Di mana aja, asal bareng sama kamu."
"Gombal," cibir Ali yang membuat Prilly tertawa renyah.
Kemudian, mereka memutuskan untuk makan nasi goreng gerobakan. Sekarang, Prilly dan Ali duduk berhadap-hadapan. Tangan Ali bahkan tidak ragu untuk menggenggam telapak tangan Prilly.
"Senyum mulu dari tadi," ujar Ali.
"Yee, biarin. Kan hari ini, aku adalah perempuan paling bahagia sejagat raya, se tata surya, se galaksi bima sakti," Prilly berkata dengan percaya diri.
"Bukan hanya hari ini, Pril, tapi setiap hari kamu harus menjadi perempuan paling bahagia," balas Ali dengan tulus.
"Li, tipe perempuan idaman kamu itu gimana sih?" Tanya Prilly membuka topik baru.
"Ehm, kenapa?" Ali berbalik bertanya. Prilly menggeleng, "Ih, dijawab dulu kali."
"Punya image yang baik, pendiem, cerdas, dan perhatian?" Balas Ali dengan jujur.
Prilly mengangguk-anggukan kepalanya, "Image yang baik ya? Hm, berarti mulai besok aku harus bantuin guru-guru di kantor. Pendiem? Ini agak susah, but i will try. Cerdas? Tenang, aku bisa belajar lebih giat lagi. Perhatian, tenang aja, aku bisa jadi alarm yang buat kamu merasakan cinta sepenuhnya."
Ali tertawa mendengar penuturan Prilly, gadis di hadapannya memang er...sedikit ajaib. Ali kira Prilly akan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, ternyata ia malah berniat untuk mengubah dirinya agar memenuhi kriteria pacar idaman Ali.
"Tapi, sejak jatuh cinta sama kamu, tipe aku berubah," kata Ali dengan tatapan serius.
Prilly mengernyitkan dahinya, "Berubah?"
"Iya, berubah." Ujar Ali meyakinkan.
Prilly bertanya, "Terus, sekarang tipe idaman kamu gimana?"
"Tipe idaman sekarang udah gak penting lagi, Pril. Karena bidadari di hadapanku udah ngebuat aku jatuh cinta. Jatuh cinta sama kepribadiannya yang unik, jatuh cinta sama mulutnya yang gak bisa berhenti ngoceh, jatuh cinta sama godaan-godaannya, jatuh cinta sama ketulusannya, dan jatuh cinta sama semua hal yang ada pada dirinya."
"Gak ada yang perlu diubah lagi, Pril. Cukup jadi diri kamu sendiri, karena tanpa menjadi sosok yang lain pun, kamu udah berhasil buat aku jatuh cinta." Lanjut Ali yang membuat Prilly tertawa.
"Ternyata pelet dari Nyai Kembang manjur juga ya," ujar Prilly sambil tertawa.
"Heh? Ternyata kamu pelet aku?" Tanya Ali dengan tidak percaya.
Prilly mengangguk dengan mimik serius, "Kamu gak marah kan?"
Ali terlihat berpikir sebentar, "Kenapa gak dari dulu aja, Pril? Biar aku gak perlu bersusah payah untuk jatuh cinta sama kamu."
Kemudian, mereka tertawa bersama. Tawa bersama sebagai sepasang kekasih. Tawa yang mengalun sangat merdu, menyejukkan hati pendengarnya. Tawa yang sama-sama dilangitkan agar dapat amerta.
* * *
Gimana, gimana? Mungkin beberapa chapter ke depan bakalan mengocok perut para jomblo!!! Setelah ini, mari kita selesaikan konflik keluarga Prilly dan can't wait karena hampir menyentuh ending.
Tolong, jangan berekspetasi apapun tentang ending.