๐™๐™‡๐™Š๐™’ 2 [Tokyo Revengers]...

Por ALVACCHI

198K 43.5K 12.2K

"๐‚๐„๐‘๐ˆ๐“๐€ ๐˜๐€๐๐† ๐’๐„๐๐„๐๐€๐‘๐๐˜๐€ ๐๐€๐‘๐” ๐€๐Š๐€๐ ๐ƒ๐ˆ๐Œ๐”๐‹๐€๐ˆ. ๐Š๐€๐‹๐ˆ ๐ˆ๐๐ˆ ๐€๐Š๐” ๐“๐€๐Š ๏ฟฝ... Mรกs

ยฐยฐโ€ขโ€ข0โ€ขโ€ขยฐยฐ
=1= Good Dream
=2= Karaoke
=3= Her Little Family
=4= Black Dragon Gang
=5= Perseteruan
=6= Denial
=7= Keras Kepala
=8= Onigiri
=9= Rapat
=10= Kunjungan
=11= New Home
=12= Welcome home
=13= The Future
=14= Sisi Lain
=15= Sick
=16= Little Bunny's Past
=17= The Wolf and The Rabbit
=18= Simbiosis Mutualisme
=19= No More Repeat
=20= The Day
=21= Malam Yang Panjang
=22= Night Waiting
=23= Who's the Traitor
=24= A Little Bit
=25= A Flashback
=26= Call her, (Nama)
=27= Lonely Little Killer
=28= Another side of Her
=29= Christmast Eve
=30= Her Fear
=31= Our Wins
=32= Her Point of View
=34= Permintaan
=35= A Regret
=36= Kereta
=37= A Gift
=38= Rencana
=39= An Obsession
=40= An Obsession (2)
=41= Night Festival
=42= 5th Division
=43= Touman Gang
=44= It's (not) a date!
=45= Night Festival (2)
=46= A Heart Warming
=47= Heart Warming (2)
=48= Jealousy
=49= A Bounding
=50= Ikatan
=51= A Piercing
=52= The Sibling Problems
=53= The Hidden Arc
=54= Attack!
=55= Attack!
=56= A War Between four siblings
=57= The End of The Beginning
=58= Tenjiku Gang
=59= Dating
=60= Ingatan Lainnya
=61= Pelabuhan
=62= A Plan
=63= Full of Blood
=64= Keputusan
=65= Drowning in Emotion
=66= A Knife
=67= Her Last Wish
=68= She's Dead
=69= Her Shadow
=70= Coming to an End
Season 3 info
LAST JOURNEY
Hanma Shuuji
๐’†œ ฦคฦฆฦŸฤนฦŸแŽถ ๐’†œ
๐’†œ 1. ๐’†œ Her
DISCLAIMER
๐’†œ 2. ๐’†œ Divisi Lima
๐’†œ 3. ๐’†œ Chaos
๐’†œ 4. ๐’†œ The Root
๐’†œ 5. ๐’†œ Emma's Death
๐’†œ 6. ๐’†œ A Quiet Day

=33= After Incident

2.9K 622 176
Por ALVACCHI

From : Takacchi

Aku akan menjengukmu lagi nanti setelah menjemput Luna dan Mana. Berhati-hatilah, jangan terlalu dekat dengan mereka

(Nama) menghela napas membaca deretan kalimat yang dikirim Mitsuya lewat pesan email. Gadis itu tahu 'mereka' yang disinggung Mitsuya tidak lain dan tidak bukan adalah Haitani bersaudara.

Tapi, emm, bagaimana (Nama) membalas pesan tersebut?

Gadis itu menggulirkan bolamatanya, sosok Ran tengah duduk sambil membaca majalah di sofa sementara Rindou mengupas jeruk di tangannya.

Ia bingung bagaimana menjelaskan situasi ini.

"Sepertinya Tuan Putri Tidur kita malah asik dengan ponselnya ketimbang dengan kakak-kakaknya di sini," interupsi Ran yang kini tengah menatapnya sambil memangku dagu. Senyum malas setia bertengger di bibirnya.

Perempatan imajiner tercetak di dahi (Nama) ketika mendengarnya. "Kakak-kakak apaan. Kalian merawatku saja tidak, hanya setor muka, paling sebentar lagi pulang kan? Aku sudah hafal tindak-tanduk kalian," ucap gadis itu melambaikan tangannya ke depan muka.

Rindou terdiam. Dengan sepiring jeruk yang sudah dikupas di tangannya, ia mendekat ke (Nama) dan mengulurkan sebelah tangan untuk mengecek suhu pada dahinya.

"Kau sudah tidak demam lagi tuh," ucap Rindou, lalu bergantian menempelkan tangan ke dahinya sendiri.

(Nama) makin kesal.

"Aku ini masuk rumah sakit karena tertembak, bukan sakit demam," geram (Nama) sebal dengan perempat imajiner pada kepalanya.

"Oh ya?" Rindou menaikkan sebelah alisnya. "Saat kau koma hari ke dua, kulihat kau sedang demam tinggi tuh."

(Nama) mendengus. Ia juga mendengar dari Bibi kalau setelah sempat kritis, ia koma selama 3 hari dan sekarang sudah hari ke tujuh ia tinggal di rumah sakit.

"Jangan sok tahu," gerutu (Nama) mengalihkan pandangannya. Kini tatapan gadis itu terfokus pada puring di tangan Rindou.

Hatinya agak melembut saat melihat tumpukan jeruk yang sudah dikupas.

Memang, tidak semua orang akan selalu bersikap menyebalkan. Seperti Ran kemarin yang mengambilkannya minuman, Rindou pasti sudah bekerja keras mengupaskan buah untuknya.

(Nama) tersenyum, ia mengarahkan tangannya ke arah piring. "Terimakasih, Rindou-- eh."

Ucapannya terhenti begitu tangan Rindou terangkat ke atas. "Ha? Mau apa kau?" tanyanya dengan sepasang netra ungu yang menatap tajam.

Gadis itu bingung. "Makan? Bukankah kau mengupaskan jeruk untukku?"

Rindou memasang ekspresi enak saja pada wajahnya. Ia langsung berbalik sambil membawa piring itu lalu duduk di samping Ran. "Kupas sendiri sana. Ini untukku."

Perempatan imajiner kini muncul beberapa kali di kepala sang gadis. "K-konoyaro.." ucapnya gemas sambil mengepalkan tangan.

"Yang luka itu pinggangmu, bukan tangan. Jangan manja," ucap pemuda dengan surai pirang dan cyan itu pada (Nama).

Dengan emosi (Nama) melempar bantal ke arah Rindou. "Ah brengsek, kau! Padahal buah yang kau ambil berasal dari kulkasku, kan?!"

"Tapi nenekku yang beli tuh."

Jawaban cepat dan tepat dari Rindou membuat (Nama) terdiam tanpa bisa menjawab. Ya benar sih, tapi seperti ada sesuatu yang salah dan itu sangat mengganggu (Nama).

Suara kekehan berasal dari Ran. Pemuda dengan surai pirang dan hitam yang dikepang itu menatap (Nama). "Butuh bantuan?"

"Apalagi?!" jawab gadis itu ketus.

Pemuda itu menyilangkan kakinya dan kembali tersenyum. "Akan kukupaskan buah untukmu dan kau harus memanggilku 'Onii-san'."

"Ah." (Nama) menahan dirinya untuk melempar isi dari meja di sampingnya ke arah dua bersaudara yang masih setia menikmati buah-buahan miliknya. "Dasar kakak-beradik brengsek."

Menghela napas entah ke berapa kali (Nama) hari ini. Gadis itu menggerakkan kakinya turun dari ranjang.

"Mau ke mana kau?" tanya Rindou begitu tahu (Nama) hendak mengambil tiang yang untuk menggantungkan cairan infusnya.

"Kamar mandi," jawabnya pendek. Gadis itu menoleh. "Apa?! Mau mengantar?"

Rindou ber-oh panjang, lalu kembali duduk santai. "Tidak. Cuma tanya saja. Hati-hati, kalau terpeleset nanti bilang ya," ucapnya sambil memasukkan jeruk ke mulutnya.

(Nama) makin kesal mendengarnya. Ingin rasanya ia melempar tiang cairan infus ke wajah Rindou, tapi karena ia masih waras, ia tidak jadi melakukannya.

Gadis itu berbalik kesal. Ia berjalan tertatih dan sangat pelan menuju kamar mandi di dalam ruangan rawatnya.

Satu menit berlalu, ia malah baru setengah jalan.

(Nama) merasa kakinya kaku dan lukanya juga baru sembuh, jadi ia tetap harus berhati-hati.

Namun, begitu (Nama) hendak mengambil langkah lagi, dari belakang, dua tangan mengambil alih tiang cairan infus dan memegangi tangan (Nama).

"Kalau susah, bilang saja, akan merepotkan jika nenek tua itu tahu kalau cucu perempuan tersayangnya mati karena terlalu lama menahan buang air kecil," ejek Ran memapah (Nama) pelan, tentu saja disertai ekspresi yang menjengkelkan bagi (Nama).

Wajah (Nama) memerah, bukan malu atau terpesona, lebih ke saking sebal dan marahnya ia jadi bingung mau bagaimana. Tetapi, tak urung ia memang tengah membutuhkan bantuan.

Ran memegangkan tiang infus dan memapah (Nama) dengan tangan lain, sementara Rindou melihat dari sofa.

Huh, bossy sekali dia, batin (Nama) sebal.

Kamar mandi di dalam ruangan rawatnya memang tidak jauh, tapi tertutup dinding. Dari tempat Rindou duduk, ia tidak bisa melihat pintu kamar mandi kecuali ia ikut masuk dan melongok ke dalam.

Saat ini, Ran bersandar di dinding kamar mandi, sementara di sampingnya ada pintu yang tertutup. (Nama) sedang menuntaskan misinya di dalam.

"Terimakasih."

Mata Ran awalnya tertutup. Ia menyender ke dinding dengan tangan bersedekap.

Sepasang netra keunguan itu berkilat begitu empunya membuka mata. "Oya? Ada apa ini?" ejeknya.

Dapat Ran bayangkan, di dalam sana (Nama) sedang gelagapan karena salah tingkah hanya karena mengucapkan terimakasih. Dan pemuda itu benar.

"Ja-jangan salah paham! Aku hanya berterimakasih karena kau sudah menuntunku kemari," ucap (Nama) merengut.

Diam. (Nama) tidak bisa seenaknya keluar dan melihat ekspresi Ran saat ini.

Pemuda di luar pintu itu terlihat tengah memikirkan sesuatu dengan tatapan kosongnya.

"(Nama)."

(Nama) tersentak. Ini pertama kalinya Ran memanggil namanya dengan benar dan jelas.

"Ha-ha'i!" sahut gadis itu gugup.

Dengan sepasang bolamata ungu itu, Ran menatap langit-langit bangunan yang tengah ia tempati saat ini. "Untuk sementara ini, menjauhlah dari Touman."

"Apa?!"

Oh. (Nama) tidak mendengarnya dengan jelas. Ia keburu memencet tombol air, hingga suara Ran teredam dan kalah.

Tak lama gadis itu membuka pintu dan melongok ke arah Ran. "Maaf aku tidak dengar, kau bilang apa tadi?"

Ran menatap lurus ke arah sepasang netra (e/c) itu. Ia berdecak. "Tidak ada," sindirnya, lalu berjalan menjauh.

Hal itu membuat (Nama) berekspresi bingung dan hanya menatap punggung Ran yang menjauh, sebelum kemudian ia teringat sesuatu.

"Oi, Ran! Kok aku ditinggal?!"

***

Jam 4 sore, gadis itu duduk di ranjangnya sambil membolak-balikkan majalah beberapa kali dengan tidak santai.

"Aish. Bosan." (Nama) meraih ponselnya, lalu kembali menaruhnya di atas kasur.

Baterai lemah. Ia sudah membaca majalah berkali-kali untuk menghapuskan rasa bosannya, tapi tetap saja tidak bisa.

Gadis itu memangku dagunya, lalu menatap jendela yang ada tiga meter di samping kanan ranjangnya. Jendela yang membawakannya pemandangan langit mendung dan beberapa bangunan gedung pencakar langit.

"Hujan salju." (Nama) melihat titik-titik putih berjatuhan dari langit.

Netra (e/c) itu menatap kosong. Bayangannya terlempar pada beberapa waktu lalu, hari dimana insiden natal terjadi.

Masih belum jelas keberadaan Deux dan Tetra di sini. Mereka kabur dan menjadi buron setelah (Nama) melaporkannya ke polisi.

Tak berapa lama setelah kejadian itu, One menghubunginya.

Karena kepergian Deux yang tiba-tiba, perusahaan yang tengah dikelola dua bersaudara tertua itu mengalami banyak masalah. Penta datang membantu sebagai pengganti kakak keduanya.

Kakak pertama dan adik bungsunya itu bersama memperbaiki kekosongan yang ditinggalkan Deux selama ini.

Dari informasi yang diberikan One dan Penta, keberadaan dua saudara mereka yang lain juga masih belum bisa ditemukan. Jika ada perkembangan info, mereka akan menghubungi.

"Aku ingin semuanya berakhir." (Nama) berkedip sekali. Kilatan gelap dari netra (e/c)nya terlihat.

Ia teringat pesan yang dikirim Takemichi semalam. Setelah insiden natal, ia dan Mikey pulang bersama dan saat itu Mikey bilang pada Takemichi untuk terus berada di sampingnya dan memarahinya seperti yang Shiniciro lakukan jika Mikey mulai kehilangan arah.

Dari situ juga, Takemichi memberi tahu (Nama) jika Mikey seperti perlahan kehilangan kendali atas dirinya, sejak Baji meninggal.

"Mikey .." gumam (Nama) menatap tangannya. Di sana terdapat sebuah pita lidi yang ia bawa sedari malam insiden itu.

"Apa yang harus kulakukan sekarang, Shiniciro?" tanyanya seolah ia tidak sendiri. "Masa depan harusnya berubah dengan kalahnya Black Dragon dan Hakkai yang kembali ke Touman. Tapi entah, aku merasa ini semakin mengkhawatirkan."

"Jika kau masih di sini, semuanya tidak akan serumit ini, Shiniciro," sambung (Nama).

Srakk

Pintu terbuka.

"Kau bicara dengan siapa?"

Tubuh (Nama) berjengit kaget sehingga pita di tangannya terlempar ke lantai. Gadis itu langsung menatap kesal kepada sosok yang memasuki kamarnya tanpa izin. "Oi, bisakah kau mengetuknya dahulu sebelum masuk?!"

Pemuda berambut pirang dengan bagian atas rambutnya dikuncir, memakai kaos biasa didobeli mantel musim dingin tebal serta syal. Di tangannya terdapat plastik putih berisi buah-buahan. Mikey juga tengah memakan apel di tangan yang lain. "Hm? Ini salahmu yang tidak kunjung menjawab tadi," omel Mikey tidak terima ia disalahkan.

Setelah melepas mantelnya, pemuda itu mendekat ke ranjang dan menaruh kantong plastik di atas kaki (Nama). Ia langsung duduk di kursi samping ranjang sang gadis.

"Ah, tsukareta. Di luar hujan salju ringan tapi udaranya dingin sekali," ucap Mikey merenggangkan tubuhnya.

(Nama) membuka isi kantong plastik dan langsung mengincar anggur di sana. "Draken mana? Kau sendirian?" tanyanya dengan mulut penuh anggur.

Mikey hanya mengedikkan bahu. "Emma minta diantarkan ke tempat lain. Sebentar lagi mereka sampai kok."

Gadis itu hanya manggit-manggut paham. "Tte? Hanamichi tidak ikut?"

Mikey yang awalnya tengah bersandar sambil mendongakkan kepalanya ke langit kini langsung menatap (Nama) dengan mata sedikit menyipit.

"Apa-apaan tatapanmu itu?" omel (Nama) dengan mulut penuh.

Mikey tidak menjawab. Ia hanya mencubut pipi (Nama) dengan sebelah tangannya keras hingga gadis itu mengaduh.

Pemuda tersebut langsung mendapat hadiah gaplokan di bahunya oleh (Nama).

"Sakit, tau!"

Mikey hanya mengusap bahunya datar. "Ya, salahmu. Yang datang aku, yang dicari malah yang tidak datang."

Mendengar alasan sepele itu membuat (Nama) ingin melempar Mikey dari jendela kamarnya.

***


Hai, kembali lagi dengan Alva hehehhe
Kali ini alva membawa sebuah fanart picrew dari salah satu reader flow >\\\<
Kyaaaa sy salting bgt kalo masalah ginian ueueue

Kek ... Aku ngerasa kalau (Nama) itu ada tempat tersendiri di hati kalian //d'avv

Aaaa pokoknya terimakasih banyak buat kalian yg udah ngikutin Flow dari jaman masih cover hitam putih sampe berseries di Flow 2 ini 😭

Love you guys soooo much

Okaay.. kali ini datang dari NabilaPutriaji

Ini udh dari lama si sebenernya, dari awal hiatus, cuma baru tk up sekarang//plak
Maaf yaa Nabilacchi ueueu😭🙏

Ini dia (Nama) versi Nabila-san🧚🧚








Ahhh... Dadah kawan, alva mau pingsan dulu melihat kebadasan ini

*Pingsan



***

Seguir leyendo

Tambiรฉn te gustarรกn

485K 36.7K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
63K 7.5K 21
Ibarat masuk isekai ala-ala series anime yang sering ia tonton. Cleaire Cornelian tercengang sendiri ketika ia memasuki dunia baru 'Cry Or Better Yet...
85.9K 16.7K 181
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
432K 34.6K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh๐Ÿ’ซ"