๐™๐™‡๐™Š๐™’ 2 [Tokyo Revengers]...

By ALVACCHI

197K 43.4K 12.2K

"๐‚๐„๐‘๐ˆ๐“๐€ ๐˜๐€๐๐† ๐’๐„๐๐„๐๐€๐‘๐๐˜๐€ ๐๐€๐‘๐” ๐€๐Š๐€๐ ๐ƒ๐ˆ๐Œ๐”๐‹๐€๐ˆ. ๐Š๐€๐‹๐ˆ ๐ˆ๐๐ˆ ๐€๐Š๐” ๐“๐€๐Š ๏ฟฝ... More

ยฐยฐโ€ขโ€ข0โ€ขโ€ขยฐยฐ
=1= Good Dream
=3= Her Little Family
=4= Black Dragon Gang
=5= Perseteruan
=6= Denial
=7= Keras Kepala
=8= Onigiri
=9= Rapat
=10= Kunjungan
=11= New Home
=12= Welcome home
=13= The Future
=14= Sisi Lain
=15= Sick
=16= Little Bunny's Past
=17= The Wolf and The Rabbit
=18= Simbiosis Mutualisme
=19= No More Repeat
=20= The Day
=21= Malam Yang Panjang
=22= Night Waiting
=23= Who's the Traitor
=24= A Little Bit
=25= A Flashback
=26= Call her, (Nama)
=27= Lonely Little Killer
=28= Another side of Her
=29= Christmast Eve
=30= Her Fear
=31= Our Wins
=32= Her Point of View
=33= After Incident
=34= Permintaan
=35= A Regret
=36= Kereta
=37= A Gift
=38= Rencana
=39= An Obsession
=40= An Obsession (2)
=41= Night Festival
=42= 5th Division
=43= Touman Gang
=44= It's (not) a date!
=45= Night Festival (2)
=46= A Heart Warming
=47= Heart Warming (2)
=48= Jealousy
=49= A Bounding
=50= Ikatan
=51= A Piercing
=52= The Sibling Problems
=53= The Hidden Arc
=54= Attack!
=55= Attack!
=56= A War Between four siblings
=57= The End of The Beginning
=58= Tenjiku Gang
=59= Dating
=60= Ingatan Lainnya
=61= Pelabuhan
=62= A Plan
=63= Full of Blood
=64= Keputusan
=65= Drowning in Emotion
=66= A Knife
=67= Her Last Wish
=68= She's Dead
=69= Her Shadow
=70= Coming to an End
Season 3 info
LAST JOURNEY
Hanma Shuuji
๐’†œ ฦคฦฆฦŸฤนฦŸแŽถ ๐’†œ
๐’†œ 1. ๐’†œ Her
DISCLAIMER
๐’†œ 2. ๐’†œ Divisi Lima
๐’†œ 3. ๐’†œ Chaos
๐’†œ 4. ๐’†œ The Root
๐’†œ 5. ๐’†œ Emma's Death
๐’†œ 6. ๐’†œ A Quiet Day

=2= Karaoke

4.5K 982 281
By ALVACCHI

Bukan anak haram woi🤣🤣 parah klen🤣🤣🤣
Oiyaa.. kok bisa pada ngiranya mitsuya si?

Mianhae.. aku ubah warna mata bocil onlen kita jadi keunguan :( versi revisinya udh tk perbaiki :(
Mangaaaatss..

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca ❤️

***

"Yo."

(Nama) menghentikan sepedanya di depan bangunan karaoke yang sedang trend diantara para siswa sepertinya. Sosok Yuzuha dan Hakkai terlihat melambaikan tangannya sambil tersenyum.

"(Nama)!" Yuzuha langsung memeluk (Nama) erat walau gadis itu masih duduk di atas sepedanya.

(Nama) sendiri menepuk-nepuk punggung Yuzuha. "Yuzuha jangan erat-erat, aku tercekik!"

Yuzuha sendiri menghiraukan ucapan (Nama) dan tetap memeluk erat gadis sepantaran yang sudah jarang ia temui akhir-akhir ini. (Nama) menatap Hakkai dengan wajah meminta tolong.

Hakkai merona tipis. Ia menggaruk pipinya canggung, lalu beralih pada kakaknya. "Yuzuha, lepaskan pelukanmu. (Shortname)-chan bisa kehabisan napasnya." tangan pemuda itu ikut menarik lengan Yuzuha.

Yuzuha sendiri mendengus. "Cih, bilang saja kau juga mau ikutan memeluk (Nama), Hakkai."

Wajah Hakkai sontak memerah. "Yuzuha," rengeknya tidak terima saat Yuzuha selalu menggodanya jika ada (Nama).

Gadis dengan netra (e/c) itu tertawa kecil. Tangannya terangkat mencubit pinggang Yuzuha kencang hingga Yuzuha meringis dan terpaksa melepaskan pelukannya.

"Kau curang, (Nama)!" seru gadis berambut kecokelatan itu sebal.

(Nama) mendengus sambil menjulurkan lidahnya. "Biarin."

"Nah sesuai janji, mana paket spesial doraemon nya?" sambung (Nama) menagih pada Yuzuha dan Hakkai.

Dua bersaudara Shiba itu saling pandang sejenak. Hakkai awalnya sudah membuka mulut hendak mengatakan yang sebenarnya, tapi Yuzuha keburu membekap mulutnya dan bicara duluan, "Masuk dulu dong. Memangnya makanannya mau diantar ke luar atau gimana?"

Pemuda tinggi berambut biru indigo itu menatap datar kakaknya.

(Nama) menghela napas. "Baiklah, baiklah. Biar aku taruh sepeda dulu."

***

Seperti dugaan Hakkai sebelumnya, bahwa (Nama) akan marah saat ia tahu Yuzuha menipunya.

"TIDAK ADA PAKET SPESIAL DORAEMON DI SINI?!" teriak (Nama) tidak terima. Ia menunjuk Yuzuha yang duduk di depannya. "Tapi dia bilang ada!"

Sang pelayan karaoke yang biasanya mengantar makanan membungkukkan badan meminta maaf takut-takut. "Ma-maafkan kami. Tidak pernah ada paket spesial seperti itu di tempat ini. Mu-mungkin Anda salah dengar atau salah memilih tempat."

"Tidak kok!" jawab gadis itu masih dengan nada tinggi. "Aku yakin di sini tempat---"

"Ma, ma, (Nama)-chan, tenanglah. Jangan marah-marah oke?" Yuzuha memeluk leher teman perempuannya erat. Sambil tersenyum lebar ia memaksa wajah (Nama) agar menghadap padanya. "Nah, daripada itu ayo kita mulai karaokenya."

"Tapi, katanya tadi--"

"Kasihan pelayannya loh, (Nama)-chan," potong Yuzuha cepat masih dengan senyum lebarnya. Mereka melirik pelayan perempuan yang masih membungkuk takut-takut padanya.

(Nama) menatap geram bercampur gemas. Pada akhirnya ia hanya berdecak sebal. "Terserah lah."

Yuzuha bersorak girang. Lalu dari dalam tas gadis itu ia keluarkan berbagai macam makanan ringan bergambar doraemon, ternyata ini yang dimaksud Yuzuha paket spesial. Buatan pribadi maksudnya.

(Nama) menepuk dahinya. Ingin kesal, tapi ia juga salah karena mudah terayu.

Ketiganya mulai bergantian bernyanyi di dalam ruang karaoke itu. Yuzuha tentu jadi orang yang paling sering menyanyi daripada Hakkai dan (Nama).

Saat Yuzuha tengah fokus bernyanyi, Hakkai yang duduk di depan (Nama) meletakkan sebuah ocha botol dingin di depan gadis itu. "Untukmu, (Shortname)-chan."

(Nama) mengangkat wajahnya. "Oh? Terimakasih, Hakkai. Kau sendiri minumannya mana?"

Pemuda itu menunjuk botol minuman Yuzuha. "Lagipula di depan juga ada vending machine, aku tinggal ke luar saja kalau haus."

"Begitukah?" kekeh (Nama) lucu. Hakkai hanya merona tipis dan menggaruk pipinya canggung.

Keheningan menyelimuti keduanya, selain suara nyanyian Yuzuha yang terus mengalun.

"Ngomong-ngomong, kalian sudah lama tidak bermain ke rumah Takacchi. Ada apa? Biasanya kalian rajin ke sana." (Nama) menatap netra kebiruan dari si bungsu dari tiga bersaudara Shiba tersebut. Tangannya terangkat untuk memangku dagu.

"Oh itu.., tidak ada apa-apa kok, (Shortname)-chan. Hanya ... akhir-akhir ini kakak kami sering pulang," jawab Hakkai sambil memutar ponselnya di tangan. Matanya menatap nanar jejeran makanan ringan di depannya tanpa selera.

"Taiju?" tanya (Nama). "Bukankah memang dia sering di rumah kalau tidak sedang sekolah?" gadis itu menatap bingung.

(Nama) ingat pernah bertemu dengan Taiju setiap gadis itu main ke rumah Shiba tersebut. Hubungannya tidak buruk dengan Taiju, tapi juga tidak baik.

Tiap bertemu, (Nama) agak takut karena sifat pemarahnya. (Nama) menyebut Taiju angry bird.

Mirip soalnya. Hehe.

Yuzuha bergabung saat gilirannya bernyanyi selesai. "Apa apa? Kalian sedang membicarakan apa?" ia duduk di samping (Nama) dan meneguk minuman miliknya.

"Tidak ada. Hanya bertanya kenapa kalian jarang main ke rumah Takacchi sekarang," jawab (Nama). "Oh iya, tadi kita sedang membahas Taiju. Ada apa dengan kakak kalian?"

Mendengar pertanyaan (Nama), dua Shiba bersaudara itu diam dan saling pandang. Hakkai menyenggol lengan kakaknya.

Yuzuha menggigit bibirnya tipis, lalu menatap (Nama) dengan tatapan yang tidak terbaca. Gadis itu menghela napas. "Ini ... aku agak malu menceritakannya, (Nama)."

"Sebenarnya, Taiju, kakak kami beberapa lama ini diangkat menjadi ketua dari geng Black Dragon generasi ke-10," sambung Yuzuha dengan mata sendu.

(Nama) memproses informasi yang baru didapatnya. "Ha? Tunggu. Black Dragon? rasanya terdengar familiar ...," bisik (Nama) mengusap dagunya sambil berpikir.

Yuzuha mengangguk. "Dia membatasi pergerakan kami selama ini, jadi jika dia di rumah terkadang kami tidak bisa ke mana-mana."

Setelah menceritakan tentang itu, ketiganya kembali melanjutkan ber-karaoke, lalu tak lama kemudian memutuskan untuk pulang.

"Besok kita pergi ke arena bowling bersama ya, (Nama), setelah itu main ke rumah kami. Bye-bye~" Yuzuha melambaikan tangannya bahagia ke arah (Nama). Dia dan Hakkai ada urusan setelah ini, jadi mereka pulang lebih dulu.

"Oi, jangan memutuskan seenaknya dong," seru (Nama) sebal, tapi ia masih tetap membalas lambaian tangan Yuzuha. "Hati-hati," gumamnya pada dua bersaudara Shiba tersebut.

Menghela napas, (Nama) mengarahkan sepedanya ke arah jalan pulang. Langit sudah menunjukkan warna kuning-jingga, sebentar lagi malam.

Gadis itu berhenti di depan sebuah mesin minuman dan memutuskan membeli satu untuk meredakan hausnya.

"Black Dragon, Black Dragon," gumam (Nama) sambil memencet tombol (fav/drink) dan berjongkok di depan mesin itu. "Kurasa pernah mendengarnya di suatu tempat..."

Bayangan gadis itu terlempar pada sosok Shiniciro yang sering menceritakan sebuah geng yang bernama ...

"Black Dragon?!" pekik (Nama) tidak percaya. Minuman kaleng di tangannya jatuh menggelinding ke tanah.

(Nama) masih dalam keadaan kaget dengan kenyataan yang baru diterimanya, saat gadis itu mengejar minuman kalengnya yang menggelinding dan berhenti tepat di depan kaki seseorang.

"Huh?"

Netra keunguan itu bertemu dengan permata (e/c) milik (Nama).

"Kau!" (Nama) menunjuk Izana dengan wajah terkejut.

Sementara itu, Izana hanya diam. Matanya menyipit tidak suka saat (Nama) berlari kecil mendekatinya.

(Nama) mengambil minuman di kaki Izana dan menatap Izana dengan mata berbinar. "Wah, kita bertemu lagi. Dunia memang tidak sempit-sempit sekali ya," kekeh gadis itu.

"Yang sempit itu pikiranmu," sahut Izana cepat membuat mata (Nama) melebar.

"Oi!" serunya tidak terima.

Izana tidak peduli. Ia tidak mengacuhkan keberadaan (Nama) dan melanjutkan jalannya.

"Tunggu, tunggu," susul (Nama) cepat sambil menuntun sepedanya, berjalan di samping Izana. "Kau belum menjawab salamku kemarin. Siapa namamu? Aku (Surname)."

"Aku tidak tertarik," jawab Izana cepat. (Nama) berkedip beberapa kali. Izana masih saja memperlakukan (Nama) dengan dingin dan cuek. Tapi, entah kenapa gadis itu merasa ingin dekat dengan Izana, terutama karena ia sendiri pernah memberikan sebuah gelang pada pemuda itu.

(Nama) memajukan bibirnya sebal. Ia lalu melirik tangan Izana, netranya tidak menemukan bentuk gelang hitam yang sebelumnya ia berikan.

"Loh, kau tidak memakai gelangnya?"

Izana tetap menatap lurus ke depan. "Tidak," jawabnya pendek.

"Kenapa?" tanya gadis itu penasaran. Ia agak mempercepat langkahnya saat sadar langkah Izana yang lebar.

Pemuda dengan rambut abu-abu itu hanya diam. Matanya kosong, wajahnya berekspresi datar. Dia sama sekali tidak peduli dengan kehadiran (Nama).

"Kenapa?" ulang (Nama).

"Ck." Izana melirik tidak suka pada sosok gadis yang lebih pendek darinya itu. "Aku membuangnya."

Langkah (Nama) terhenti. "Heee nande?! Kenapa kau membuangnya?! Kalau tidak suka, bukankah lebih baik kembalikan padaku?!"

(Nama) menatap penuh emosi pada punggung Izana. Tangannya meremat stang sepedanya keras. "Hei!"

Namun, Izana acuh tak acuh. Pemuda itu terus berjalan menjauh.

Gigi (Nama) bergemeletuk saat ia mengetatkan rahangnya. Gadis itu menarik napasnya panjang, lalu berteriak.

"KAU INI MANUSIA ATAU PATUNG SIH?!"

Teriakan (Nama) terdengar sangat keras bagi keduanya yang tengah melewati taman. Belum lagi tatapan penasaran dan terganggu dari orang-orang yang ada di dekat mereka membuat Izana mau tak mau menghentikan langkahnya.

Melihat Izana berhenti, senyum (Nama) terbit. "Ternyata harus diteriaki dulu ya, biar peduli."

Cengirannya makin lebar saat Izana terlihat berjalan mendekat, lalu mengulurkan tangannya.

(Nama) pikir Izana ingin bersalaman dengannya, makanya ia dengan senang hati ikut mengulurkan tangan. "Namaku (Surname)--- waahh!"

Izana menarik lengan (Nama) dan menyeretnya ke suatu tempat.

"Hei, lepaskan! Kau mau kenalan atau ngajak baku hantam?!" teriak (Nama) menarik tangannya. Langkah gadis itu terseok-seok mengikuti jalan Izana yang cukup cepat.

Sepeda (Nama) jatuh tertinggal di belakang. Gadis itu terus berontak di tangan Izana.

Izana sendiri hanya berwajah datar, dia menarik tangan (Nama) dan menyeretnya ke sebuah tempat sepi dimana jarang orang lewat. Izana baru melepaskan genggamannya ketika keduanya sampai di sana.

"Sakit oi!" (Nama) memegang pergelangan tangannya yang terdapat bekas kemerahan karena Izana mencengkeramnya terlampau erat.

Netra keunguan itu menatap (Nama) datar dan lurus. "Apa yang kau inginkan?"

"Huh?" bingung gadis itu. Ia melirik sekitar, lalu kembali menatap sepasang mata ungu yang melihatnya. "Apa yang aku inginkan?" beo (Nama) sambil menunjuk dirinya.

Pemuda berambut keabuan itu diam saja. Menanti jawaban.

(Nama) kikuk dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Aku ... hanya ingin berkenalan denganmu saja kok. Soalnya kau mengenal Shiniciro, jadi aku ingin berbagi cerita tentang dia."

"Apa kau tidak diajari sopan santun?" sembur Izana seolah menjadi panah imajiner yang menusuk jantung (Nama).

"A-ah, maaf," cicit (Nama) menyadari kalau setiap bertemu Izana, ia seolah memaksa pemuda itu untuk berkenalan dan juga selalu berisik. "Aku tidak bermaksud mengganggumu, hanya saja saat aku tahu kau mengenal Shinichiro--"

"Menjadikan Shiniciro-sama sebagai alasanmu? Kau sungguh kurang ajar," potong Izana cepat sambil menatap tajam (Nama).

Rasa bersalah makin menyerang hati gadis itu. (Nama) mengerjap. "Tidak, aku--"

Tak disangka Izana keburu berbalik dan meninggalkan gadis itu pergi. "Aku tidak peduli," sambung Izana sambil menjauh.

(Nama) terdiam. Tangannya yang tadi hendak terulur, terhenti di udara. Netra (e/c) nya menatap lamat punggung Izana yang makin menjauh.

"Maaf, aku tidak bermaksud," gumam (Nama) sendu. Tapi tak lama, sebuah perempatan imajiner tercetak di pipi gadis itu. "dan apa-apaan itu? Kenapa dia marah hanya karena aku menyebut Shiniciro?! Apa susahnya tinggal menyebutkan namamu saja. Cih."

Gadis itu lalu berbalik ke arah berlawanan dengan Izana, tapi ia kembali lagi karena sepedanya tertinggal di taman.

***

S.S Motor Cycle

Sosok Izana berdiri di depan bangunan toko motor sekaligus bengkel tersebut. Ini adalah awal-awal didirikannya S.S Motor tersebut, jadi pendatangnya belum terlalu banyak.

Saat akan membuka pintu, dari dalam seseorang sudah membukanya dan Izana bertabrakan dengan seorang gadis berambut panjang yang baru dari dalam.

"Ah, maaf!" seru gadis itu dengan wajah bersalah, tapi ia terlihat panik. "Aku tidak sengaja, maaf ya. Permisi, aku harus pergi dulu," ucapnya lalu berlari kecil menjauh dari bangunan tersebut.

Izana tidak memedulikannya. Toh, dia tidak mengenalnya. Remaja laki-laki itu melanjutkan langkahnya memasuki bengkel tersebut dan menuju ke sebuah ruangan.

Netra keunguan itu menangkap sosok Shiniciro tengah terduduk di depan bodi motor yang sedang diperbaiki.

"Shiniciro-sama," panggil Izana pelan.

Shiniciro yang tengah terfokus pada pekerjaanya pun menoleh. "Oh, Izana?"

Izana tersenyum tipis.

Keduanya duduk di kursi yang ada di pinggiran bengkel. Mereka membicarakan banyak hal. Sembari bercakap-cakap, Izana melihat Shiniciro juga sibuk memakan sebuah onigiri dari kotak bekal di tangan pemuda itu.

Shiniciro menangkap tatapan Izana pada kotak bekalnya, lalu tertawa kecil. "Kau mau? Ini dikirim seseorang untukku. Bantu habiskan ya?"

Wajah Shiniciro memang tertawa, tapi itu tak bisa menipu Izana saat ia lihat butiran keringat besar bercucuran di dahi Shiniciro. "Tidak enak ya?" tebak Izana.

Shiniciro tertawa canggung.

Walau begitu, Izana tetap mengulurkan tangannya meraih sebuah onigiri. Diperhatikannya bentuk onigiri yang rapi dan cantik dengan taburan wijen di atas lapisan rumput lautnya.

Terlihat enak.

Izana menggigit onigiri itu dan ekspresi wajahnya berubah gelap.

"Asin ..," gumamnya hampir memuntahkan makanan itu. "Saking asinnya sampai terasa pahit dan pedas," lanjut remaja itu.

Shiniciro tertawa keras. "Kan? Aku juga bicara hal yang sama denganmu saat pertama memakan ini dan masakan lainnya."

Izana menatap Shiniciro dalam. "Ini bukan pertama kalinya Shiniciro-sama makan onigiri sampah ini?"

"Menyebutnya onigiri sampah terlalu kejam, Izana," kekeh Shiniciro mengunyah onigiri itu seolah terbiasa dengan rasa asinnya yang keterlaluan. "(Nama) sedang rajin belajar memasak dan dia memintaku mencobanya tiap kali dia memasak sesuatu. Jujur saja, bahkan aku pernah merasakan yang lebih buruk dari ini."

Izana terdiam.

"Daripada menyebut 'merasakan', ini lebih seperti Shiniciro-sama menjadi kelinci percobaan masakan ini," sahut Izana dan Shiniciro sweatdrop bersamaan. Wajah mereka sangat gelap seolah tidak tahan lagi dengan makanan itu.

"(Nama)?" beo Izana kemudian mempertanyakan sosok yang disebut Shiniciro.

Pemuda berambut hitam di depannya mengangguk. "Sahabat Mikey. Dia sering datang ke sini untuk mengantarkan makanan atau sekedar bermain. Kurasa dia baru saja pergi tak lama saat kau datang."

Oh, Izana ingat tentang gadis yang menabraknya tadi.

"Dia bilang lupa mengerjakan tugas sekolahnya, jadi dia buru-buru pergi," sambung Shiniciro sambil terus mengunyah onigirinya.

Izana mulai terbiasa dengan rasa di lidahnya. Ia juga tidak bisa sembarangan memuntahkan makanan pemberian orang yang ia hargai seperti Shiniciro.

"Shiniciro-sama, jika kau tahu rasa masakan dia selalu buruk, kenapa kau menerimanya? Setidaknya, kau bisa membuang makanan ini dan mengatakan kalau kau sudah memakannya habis." Izana menatap netra kehitaman dari Shiniciro yang tengah minum ocha botol.

Meletakkan botol minuman di meja samping, Shiniciro terkekeh mendengarnya. "Tidak bisa seperti itu, Izana," gumamnya masih terdengar oleh remaja berambut keperakan tersebut.

Shiniciro menatap nanar onigiri di tangannya. Senyum tipisnya terbit di bibir pemuda itu. "Membayangkan seseorang membuatkan makanan untukmu sambil memikirkanmu, bukankah itu hal yang membahagiakan?

"Maksudku, itu seperti kau tahu jika ada orang di luar sana masih memikirkan tentang dirimu bahkan tanpa kau sendiri memintanya," sambung Shiniciro. Pemuda itu tersenyum lebar.

Izana tertegun. Ia ikutan menatap onigiri miliknya yang bahkan belum habis, sementara Shiniciro sudah menghabiskan tiga onigiri selagi keduanya berbicara.

"Aku masih belum paham," ucapnya datar. "Bagaimana bisa kau merasa bahagia hanya karena diberi makanan sampah ini?"

Shiniciro sweatdrop. Ia mengangkat tangannya dan menepuk kepala Izana beberapa kali lembut. "Kau akan tahu saat kau merasakannya sendiri, Izana," jawabnya sambil tersenyum.

***

"Aku masih belum paham, Shiniciro-sama," gumam Izana menatap gelang di telapak tangannya lamat.

Di depan taman, ia duduk di sebuah bangku di pinggiran tempat itu. Netra keunguannya nanar melihat butiran bunga sewarna dengan matanya yang menjadi bandul gelang itu, lalu pikirannya terlempar pada sosok si pemberi benda tersebut.

"Kenapa kau bersikeras menghabiskan makanan yang bahkan tidak layak disebut makanan itu, juga kau selalu tersenyum jika menceritakan kebodohan gadis yang bahkan pasti lebih bodoh dari ceritamu." Izana menggenggam tangannya erat.

Matanya menatap nyalang ke depan.

"Aku membencinya."

***

Continue Reading

You'll Also Like

4.2K 611 8
Kepingan mu bersamaใ…ก tunggu tunggu! Status kalian apa?! โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€โ”€ #stop_plagia(t)risme
188K 27.5K 75
'Dia pengantin Raja kutukan.' Itu sudah menjadi makanan sehari-hari Sakurai (your name) ketika kutukan melihatnya. (your name) tidak begitu mengerti...
7.9K 1.2K 15
๐—”๐—ก๐—ก๐—˜๐—Ÿ๐—œ๐—˜๐—ฆ๐—˜ ; ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ช๐˜ข๐˜ณ๐˜ต๐˜บ ๐˜ต๐˜ฉ๐˜ฆ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ต๐˜ณ๐˜ช๐˜ฐ๐˜ต. ยฉ ๐—†๐—ˆ๐—ˆ๐—‡๐—‰๐–บ๐—‹๐—„๐—Œ ยฉ ๐—‹๐—’๐—ˆฬ„๐—Œ๐—Ž๐—„๐–พ ๐—. ๐—๐—‚๐—„๐–บ๐—‹๐—Ž ๐—†...
10.9K 1.4K 10
"Dirimu bagaikan mawar yang menawan namun menusuk, diriku yang hina dan kotor ini tak akan bisa mendampingi dirimu, Lady" [William J. Moriarty x Read...