Be My Miracle Love [End] āœ”

By senoadhi97

55.8K 9.9K 15.3K

Wajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh... More

Eps.1 - Prince Charming
Eps.2 - My Enemy Brother
Eps.3 - Siap Bertemu Kembali
Eps.4 - Who Is Him?
Eps.5 - My Teacher Is Handsome
Eps.6 - Me vs Cowok Trouble Maker
Eps.7 - Awal Dekat Dengannya
Eps.8 - Ribuan Detik Bersamamu
Eps.9 - My Annoying Father
Eps.10 - Crazy Boy
Eps.11 - Hari Balas Dendam
Eps.12 - Janjian
Eps.13 - Dibully Geng Syantik
Eps.14 - Orion : Mianhae
Eps.15 - Aku dan Dewi Fortuna
Eps.16 - Heartbeat
Eps.17 - Sahabat Bikin Kecewa
Eps.18 - Orion Pansos?
Eps.19 - FUTSAL
Eps.20 - Teman Baru
Eps.21 - Live Drama
Eps.22 - Surat Untuk Dia
Eps.23 - Broken Heart
Eps.24 - Hangout
Eps.25 - Night Together
Eps.26 - He Is Shoot Me Now
Eps.27 - Bertengkar di Toilet
Eps.28 - Momen Manis
Eps.29 - After 'I Love You'
Eps.30 - Permen In Love
Eps.31 - Benci Untuk Mencinta
Eps.32 - Be Mine
Eps.33 - It This Love
Eps.34 - Dia dan Langit Senja
Eps.35 - Good Bye
Eps.36 - Romeo Juliet
Eps.37 - Thank You, Dear
Eps.Special - Break Story
Eps.38 - Berpisah
Eps.39 - Sebuah Syarat
Eps.40 - Tunangan Pak Arnold
Eps.41 - Harusnya Memang Bukan Aku
Eps.42 - Buket Bunga
Eps.43 - Pengagum Rahasia
Eps.44 - Sama-Sama Jealous
Eps.45 - Penculikan
Eps.46 - Fake Boy
Eps.48 - Karma Pasti Berlaku
Eps.49 - Hasrat
Eps.50 - Tarik Ulur
Eps.51 - Memilikimu Seutuhnya
Eps.52 - Panggung Pelaminan (Epilog)
Episode Special Valentine - 14 Februari
Cuplikan dan Promo Sekuel

Eps.47 - Titik Terang Kala Hujan

771 130 227
By senoadhi97

Mungkin karena kedatangan aparat kepolisian, ruangan utama kelab yang tadinya dipenuhi orang-orang sedang dugem kini lengang, sunyi dan tak menyisakan satu manusia pun. Pemandangan tempat sekitar berubah menjadi berantakan dengan pecahan gelas di sana-sini, juga kursi yang terbalik-balik tidak jelas.

Tentu saja hal tersebut memudahkanku untuk terus berlari menuju pintu keluar. Dengan terus mengeluarkan air mata, kakiku melangkah, menembus malam yang diguyur hujan deras. Kecewa yang mendera hati tak menghiraukan langkahku untuk mencari tempat berteduh. Biarkanlah, biarkan air mataku menyatu dengan air hujan, berharap bisa sedikit menyembuhkan luka.

"Lo bener, Ay, di dunia ini nggak pernah ada Miko. Dia cuma fiktif, dia cuma teman bohongan lo, Ay. Semua ini... gue lakukan demi untuk lo, Ay."

Terkuak. Jadi selama ini Miko memang bukan sosok nyata, melainkan dia sosok orang lain yang bahkan sudah kunobatkan sendiri sebagai musuh abadiku. Pantas saja aku tak menemukan dia begitu datang ke SMK Taruna Jaya. Padahal aku sudah terlanjur suka berteman dengan Miko, aku sudah kelewat suka dengan segala sifat lugu Miko, meski kami hanya kenal sepintas. Namun rupanya semua itu hanya kebohongan belaka. Lantas, apa motif Arraja melakukan ini? Sengaja mempermainkan perasaanku. Aku yakin setelah ini dia akan tertawa-tawa lebar dan membullyku habis-habisan karena aku sudah berhasil terperangkap dalam jebakannya.

Ya Tuhan, kenapa Kau ciptakan makhluk manis tetapi berhati busuk seperti Orion dan juga Arraja?

Aku berjalan di bawah guyuran hujan, bingung menentukan arah langkah hendak ke mana.

Aku bersimpuh di pinggir jalan, memeluk diri dalam linangan hujan. Seraya kembali terputar di memori ingatan saat Miko memberikan sneakers yang ternyata memang milik Arraja. Dia rela memberikan sepatu tersebut untukku. Lalu, aku juga teringat dengan kata-katanya tentang Arraja yang sebenarnya peduli terhadapku tetapi ia menunjukkan dengan cara yang beda. Dengan cara membullyku. Tanpa kusadari, ternyata dia sedang membicarakan diri sendiri kala itu. Ya Tuhan, harus kuakui, pantas saja selama ini aku cukup mengenal suara Miko yang agak mirip dengan Arraja, tetapi hebatnya Arraja bisa berakting sedemikian rupa sehingga aku tak bisa mencurigai hal tersebut.

Aku mengusap wajah yang terkena rintikan hujan yang kian deras. Namun, seseorang dari belakang memayungiku. Kepalaku memutar dan mendapati Heksa yang berdiri dengan seulas senyum yang terkulum di bibirnya.

"Ngapain lo ngejar gue, Hek?" kataku seraya bangkit berdiri. Hendak pergi melanjutkan langkah.

"Ay, lo harus tahu penjelasan tentang alasan kenapa Arraja rela ngelakuin semua itu." Heksa menahan lenganku, berusaha memayungiku dan memandangku dengan lembut. "Karena, itu demi elo, Ay."

Aku menggeleng keras. "Iya demi gue, supaya gue merasakan sakit dan kecewa. Dia itu jahat sama gue, Hek. Gue yakin ini cuma permainan dia doang buat melukai hati gue."

"Ayya, percaya sama gue, plis. Arraja tuh nggak seperti yang lo bayangkan. Dia itu pedu-"

"Stop, Heksa! Gue nggak percaya! Bilangin sama sobat lo itu, dia menang, udah berhasil membodohi gue," kataku seraya tersedu-sedu.

"Ay... lo perlu penjelasan..."

"Nggak! Gue nggak percaya." Aku menutup kedua telinga dengan tangan.

Heksa tampak frustrasi, menghela napas berat. "Lo bisa nggak sih jangan motong dulu omongan gue?!" bentak cowok itu tanpa kusangka.

Aku semakin terisak, percikan air hujan masih saja mengenai sebagian tubuhku yang basah kuyup.

"Iya gue tahu, Ay, sangat tahu perasaan lo. Tapi inilah kenyataannya."

"Terus? Gue harus ngapain?" tanyaku dengan suara parau.

"Lo harus dengerin penjelasan gue."

Setelah dipikir-pikir, perkataan Heksa ada benarnya juga. Aku harus mengetahui penjelasan apa yang akan dikatakan oleh sobat sang penipu itu. Aku memang perlu titik terang atas semua kejadian yang kualami ini. Pelan-pelan aku menurunkan rasa ego dan pada akhirnya mengangguk pelan.

Heksa tersenyum samar. "Tapi bukan di sini. Ayo ikut gue!" Heksa merangkul pundakku dan mengarahkan langkah berat ini ke sebuah bangku taman yang tentunya sepi senyap.

Hujan masih mengguyur deras, Heksa melepas jaket hingga membiarkan badannya hanya terbalut kaos lengan pendek. Kemudian dipakaikannya jaket tersebut ke tubuhku yang menggigil kedinginan. Sementara payung yang dibawanya sengaja diletakkan begitu saja, terbalik terkena angin hujan. Membuat kami semakin basah-basahan.

Heksa sudah siap memulai ceritanya. "Untuk lebih detailnya, Arraja pasti akan cerita sendiri nanti, Ay. Sebelumnya alasan kita bisa nemuin lo di tempat itu karena gue bersama Arraja dan Yudis emang sengaja nguntit lo dan Orion dari awal sampai ke diskotik. Yudis udah cerita semuanya dan kita tahu akan ada sesuatu yang nggak beres yang bakal menimpa lo. Akhirnya, dengan bantuan polisi, kita bisa menciduk Orion dan komplotannya itu. Yah intinya, kita semua udah merencanakan penangkapan Orion di rumah bokapnya Decha."

Aku terdiam, rasanya masih belum mengerti maksud dari semua ini. Heksa tersenyum tipis sebelum melanjutkan cerita. "Lo pasti nggak sabar buat tahu alasan di balik Arraja melakukan penyamaran. Jadi, Arraja itu udah suka sama lo dari dulu, Ay, dari kita kelas sepuluh. Arraja suka sama lo yang tampak beda dari cewek-cewek lain. Dia cinta sama lo tapi dengan cara dia sendiri. Itulah sebabnya kenapa Arraja nggak pernah terlihat dekat sama cewek lain selama ini. Padahal gue tahu, beberapa adik kelas, ada yang terang-terangan menyatakan cinta sama dia, tapi semua dia tolak. Semua itu karena dia sedang menanti lo, Ay."

Aku membekap mulut. Terperangah dan benar-benar merasa tak percaya dengan apa yang kudengar barusan. Selama ini Arraja begitu nakal dan jahil kepadaku, suka membullyku, suka mengataiku, semuanya untuk mendapat perhatian dariku? Sulit dicerna dan tidak masuk akal. Mana ada cinta semacam itu?

Aku hendak membuka mulut untuk menyangkal, tetapi Heksa segera menggeleng untuk menghalangiku bersuara.

"Sampai suatu ketika, Arraja tahu kalau lo lagi deket sama Orion. Lantas, Arraja nggak tinggal diam. Karena Arraja, gue dan Darwin tahu siapa sebenarnya Orion. Akhirnya, dengan cara Arraja menyamar jadi orang lain, dia bisa lebih dekat sama lo. Semuanya berjalan lancar, lo bahkan langsung percaya dan mau berteman dengan Arraja yang menyamar jadi Miko, cowok culun yang sekolah di tempat lain. Hal tersebut memudahkan Arraja untuk mengulik segala isi hati lo tentang Orion, bahkan tentang Arraja sendiri, orang yang lo anggap musuh abadi." Heksa terkekeh singkat, menghela napas panjang.

"Lambat laun, lo semakin nyaman curhat dengan Miko kan?" Heksa menoleh ke arahku, aku mengangguk pelan. "Ya, dan pada akhirnya, sepatu yang Arraja beli di Pasar Malam itu rela dia berikan untuk lo, Ay. Karena Arraja tahu, ukuran sepatu lo. Dan dia waktu itu nggak benar-benar niat beli sepatu itu kok. Modus dia cuma mau ngisengin lo doang, Ay, bikin lo bete. Alhasil saat dia nyamar jadi Miko, sepatunya dia kasih deh ke elo."

Astaga, jadi Arraja juga diam-diam tahu ukuran sepatuku. Saat di Pasar Malam, dia tidak berniat mengambil alih sepatu incaranku, melainkan sengaja untuk membuat aku semakin kesal dibuatnya.

"Tunggu... tapi gue ingat salah satu momen di mana gue dan Miko mau menyeberang jalan, lalu tiba-tiba ada sosok Arraja yang lewat mengendarai motornya dengan gaya sombong, terus menyebabkan percikan air hujan yang menempel di seragam gue dan Miko. Kalau memang Arraja adalah Miko, gimana caranya mereka ada di satu tempat yang sama?" tanyaku ketika mengingat kejadian saat Miko hendak mengajakku ke sebuah bukit, lalu datanglah sosok Arraja yang mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.

Heksa tertawa pelan, mengusap wajah yang terkena tampias hujan. "Tentu saja yang ada di motor itu sebenarnya gue, bukan Arraja. Gue cuma pakai motor Arraja sama tas, sepatu dan helmnya. Biar lo ngira itu adalah Arraja."

Aku menggeleng-geleng tak habis pikir.

"Toh tinggi badan gue nggak beda jauh sama Arraja." Heksa masih memasang senyum tipis.

"Harus banget dengan cara seperti itu?"

"Harus, Ay. Dengan Arraja menyamar menjadi Miko, dia juga leluasa untuk menyelidiki gerak-gerik Orion."

Heksa berhenti sesaat untuk mengambil napas. "Dan oh ya, bahkan... gue rela ngorbanin perasaan gue, Ay. Demi Arraja sohib gue."

"Ngorbanin perasaan?" tanyaku tak mengerti.

Heksa mengangguk. "Iya. Gue harus rela pura-pura nembak Sefrila dan berpacaran dengannya. Semua itu gue lakukan untuk mencari tahu rencana Orion melalui Cherry. Karena, semua apa yang Cherry rencanakan akan dia ceritakan kepada Sefrila sebagai sahabatnya."

"Lantas, apa yang lo dapat dari pura-pura pacaran sama Sefrila?"

"Gue memang pura-pura pacaran sama Sefrila. Tapi, Sefrila nggak tahu hal itu. Dia tahunya gue sungguh mencintai dia. Semakin hari gue semakin sadar, ternyata tumbuh perasaan suka yang nyata di diri gue untuk Sefrila. Bukan sekadar pura-pura belaka. Maka dari itu, gue udah terlanjur cinta sama dia dan tetap mempertahankan status hubungan kita." Heksa menerawang ke langit malam yang kelam. "Ah, meski awalnya gue kesel banget karena harus rela nembak Sefrila yang nggak gue cinta, tapi suatu saat gue bakal bilang terima kasih banyak buat Arraja. Karena dia, gue berhasil mendapat seseorang yang sungguh gue suka."

"Oke, pertanyaan gue belum lo jawab, Heksa."

"Oh sori, gue malah jadi curhat." Heksa terkekeh. Aku menggeleng. Tak apalah. Baru kali ini aku melihat Heksa yang tampak berbeda. "Ya, yang gue dapat dari berhubungan dengan Sefrila, gue bisa tahu rencana Orion dan Cherry. Karena kita tahu kalau mereka berdua punya hubungan. Akhirnya setelah gue rayu-rayu, Sefrila bersedia buka mulut ke gue, bilang ke gue kalau motif Orion deketin lo cuma mau manfaatin lo doang, Ay."

Aku tercekat. Ternyata, aku memang cewek bodoh, naif dan egois. Hanya memikirkan perasaanku sendiri, tak mengindahkan hal-hal lain di sekitar. Bahkan, aku pernah membantah omongan sobat-sobatku dan lebih memilih untuk mempercayai Orion.

"Dan akhirnya, Arraja semakin gelisah. Bahkan katanya... dia sempat bilang sama lo kalau lo kudu hati-hati sama Orion. But, gue tahu semua itu hanya sia-sia. Seratus persen lo nggak bakal percaya sama omongan Arraja. Benar, kan?"

Benar. Aku terlampau egois dan tak mau mengindahkan peringatan-peringatan yang pernah Arraja katakan kepadaku. Namun, aku masih tetap sakit hati sama dia.

"Baiklah, Arraja dan kita-kita bisa mantau lo dari jauh. Sampai lo dan Orion jadian. Namun sejauh itu, hingga berapa bulan kalian pacaran, kita belum bisa membuktikan kejahatan Orion. Ya karena mungkin Orion berniat memanfaatkan lo doang, belum ada tanda-tanda kekerasan fisik atau semacamnya. Akhirnya kita biarkan itu dulu. Toh, terpenting bagi Arraja pribadi, lo baik-baik aja, Ay."

"Kenapa sih Hek gue harus dapat kenyataan yang seperti ini? Kenapa Arraja nggak terus terang langsung sama gue, bilang suka sama gue? Bukan seperti ini caranya. Dia harusnya tahu udah bikin gue jadi sakit hati."

"Itu nggak mungkin dan nggak akan mudah, Ay." Heksa menggeleng. "Dan sampai pada titik ini, titik di mana Orion melepas topeng manisnya dan menampakkan wajah bejatnya, baru semua terungkap."

Lagi. Aku jadi teringat kembali akan sosok Orion. Cowok itu kini sudah diseret ke kantor polisi akibat kasus perampokan yang dilakukannya bersama ketiga temannya. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Pak Handoko nanti saat mengetahui anaknya berbuat kriminal seperti itu. Ya Tuhan, aku berharap Pak Handoko bisa lebih kuat dariku menerima kenyataan ini.

"Ay, ada satu penjelasan lagi tentang pertanyaan lo selama ini. Pertanyaan yang lo belum temukan jawabannya."

Aku menatap Heksa lekat-lekat, ingin mendengar lebih jauh.

"Pertanyaan mengenai ada apa antara Arraja dan Orion. Oke, jadi itu gue, Arraja, Orion, Yudis dan Darwin itu satu SMP, Ay. Dulu, Arraja dan Orion berteman dekat, satu geng malahan. Bahkan, Arraja belum berteman sama gue yang masih culun abis." Heksa terkekeh, mengingat masa-masa itu.

"Terus?" tanyaku tak sabar dengan kelanjutannya.

"Orion itu cuma menang tampang doang, Ay. Hati dia itu busuk. Dia tempramental. Sejak SMP itulah dia udah suka bikin gara-gara. Dia yang memimpin aksi tawuran yang bahkan berani melawan anak SMA hanya karena dia nggak terima kalah main futsal. Mereka pikir, anak-anak SMA udah bermain curang dengan menghadirkan pemain berbakat. Selain itu juga, tawuran disebabkan karena salah satu cewek temen Orion digodain sama anak-anak SMA, mereka nggak terima dan terjadilah perang penuh permusuhan di antara mereka."

Triple O em ji, aku bisa membayangkan betapa anarkisnya sikap Orion kala itu. Betapa bengisnya wajah yang terbalut topeng tak berdosanya itu.

"Lagi, Ay. Orion itu suka malak anak-anak yang menurut dia cupu, nggak eksis dan gampang ditipu. Orion maksa korban buat nyerahin separuh atau semua uang sakunya. Lalu dia gunakan untuk jajan, merokok, bahkan sesekali... bermain kartu."

Bodoh. Aku benar-benar bodoh sudah tertipu oleh tampang manisnya Orion.

Hujan masih tetap turun, meski sudah tak sederas sebelumnya. Irama percikan air di setiap tempat, menjadi lantunan tersendiri dalam suasana sepi ini.

".... sampai suatu ketika, Ervan, temen dekat Arraja, juga kena palak sama Orion. Ervan mencoba buat melawan, tapi Orion nggak mau tahu dan nggak terima saat dirinya kena bogem mentah dari Ervan. Emosinya tersulut, Orion menghajar Ervan habis-habisan hingga menyebabkan Ervan tak sadarkan diri."

"Apa... sama seperti yang dilakukannya tadi terhadap Miko... ehm... maksud gue Arraja?"

Heksa mengangguk mantap. "Ya, sama. Sebrutal itu, bahkan malah lebih parah Ervan, Ay. Sampai Ervan masuk rumah sakit dan nggak masuk sekolah selama seminggu. Orang tua Ervan nggak terima, lalu menuntut Orion ke kantor polisi. Akhirnya, selama satu minggu juga, Orion mendekam di penjara untuk mendapat efek jera. Selepas itu, Ervan akhirnya memutuskan untuk pindah sekolah. Tentu saja hal itu membuat Arraja semakin terpukul, dia jadi kehilangan teman dekatnya gara-gara Orion."

Terdengar menusuk sekali di telingaku saat mengetahui fakta bahwa Orion pernah dipenjara karena perbuatannya sendiri. Kini aku sadar, ternyata Orion dianugerahi wajah yang rupawan tetapi disalahgunakan dalam hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Antara wajah dan hatinya memang betul-betul tak sepadan.

"Ada satu kasus lagi yang menyebabkan Arraja memutuskan pertemanan dengan Orion. Setelah dia muak dengan segala ulah Orion itu, dia kembali dikejutkan dengan masalah cewek. Namanya Rifka, adik kelas yang Arraja taksir. Namun bisa ditebak, Rifka ternyata lebih memilih Orion ketimbang Arraja. Semua itu ya karena Rifka kepincut sama tampangnya Orion, terjerat sama janji-janji dari mulut Orion. Arraja sakit hati dan memendam rasa marah. Padahal, usaha pedekate Arraja lebih keras dibanding Orion, tapi Rifka malah nggak menghargai sedikitpun usaha Arraja dan terang-terangan lebih milih Orion."

Ternyata Arraja adalah mantan sad boy, ya ampun... nggak beda jauh sama gue. Apa itu sebabnya Arraja jadi suka sama gue? Stop Ayya! Situasinya sedang tidak mendukung untuk berpikir yang tidak-tidak.

"Terus apa yang terjadi selanjutnya?"

Heksa memejamkan mata sesaat. "Lama-lama Rifka disakiti sama Orion, cewek itu dapat kekerasan fisik dari Orion. Intinya Rifka mendapat perlakuan buruk oleh Orion setelah beberapa bulan mereka pacaran. Akhirnya, Rifka putus dengan Orion dan juga memutuskan untuk pindah sekolah, demi menghilangkan bayang-bayang Orion."

Sepertinya Orion melakukan hal yang sama terhadapku saat ini.

"Itulah sebabnya Arraja nggak mau hal yang sama terjadi di diri lo, Ay. Semua sudah terbukti kalau Orion itu bejat. Dia itu tidak lebih dari sekedar buaya, fake boy, bad boy, atau semacamnya. Dia itu iblis bertampang malaikat, Ay."

Iblis bertampang malaikat. Oke, sebutan tersebut sungguh sangat melekat untuk seorang Orion. Aku teramat menyesal pernah memuji dia.

"Dan Orion ternyata ngelakuin hal yang sama ke elo kan? Gue ngelihat langsung saat dia berusaha buat mencekik lo di kantin sekolah yang sudah sepi. Saat itu, tangan gue bener-bener gatal pengen menghajar dia. Tapi, untungnya gue masih bisa mengendalikan diri. Sejak saat itu, gue menaruh rasa simpati yang tinggi terhadap lo, Ay, gue merasa kasihan dan nggak tega banget sama lo. Maka dari itu mulai sekarang, gue bersama Arraja bakal melindungi lo."

Jadi kejadian di kantin tempo hari, Heksa sempat melihat aksi Orion yang nyaris menghilangkan nyawaku. Pantas saja mendadak sikapnya berubah menjadi lembut. Ternyata karena Heksa memiliki perasaan peduli terhadapku.

"Gue harap lo sadar dan membuka diri untuk bisa mendapat penjelasan dari Arraja."

"Ini lebih dari cukup, Hek. Setelah ini, gue bingung harus bersikap gimana." Tanpa bisa dicegah, air mataku lagi-lagi mengalir, menyatu bersama derasnya hujan. Melihat itu, Heksa menarik kepalaku dan merengkuh ke dalam dekapannya.

"Percayalah, Arraja seribu kali lebih baik daripada Orion. Beri dia seuntai maaf, Ay."

Titik terang di kala hujan ini menyadarkanku bahwa keajaiban cinta yang kudamba di diri Orion ternyata hanya kamuflase belaka. Entahlah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

...

Bersambung...

15 Mei 2021

𝘓𝘪𝘣𝘶𝘳 𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘨𝘦𝘯𝘤𝘦𝘵 𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢𝘵𝘢 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘮𝘢𝘳𝘢𝘵𝘰𝘯 𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴. 𝘚𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘳𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘵𝘦𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘰𝘮𝘣𝘰𝘭 𝘣𝘪𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘦𝘳𝘢.

Terima kasih, enjoy reading & keep support me.

#Ayya #Arnold #Arraja #Orion #Cherry #Decha #Heksa #Ravenza #Erin #Vinny #Bryan #Darwin #Bayu #Sefrila #Yudis #Miko #Jenny

Continue Reading

You'll Also Like

987K 32.9K 10
[SOME CHAPTERS ARE PRIVATE] Lo nanya gue gimana rasanya dibimbing sama dosen mirip bias ? Rasanya mau mati. - Samanta Lee. #7 in Random 03-03-2017 #...
19.6K 1.4K 20
COMPLETE | Dibalik kata suka tersemat ada luka. Sesak yaitu ketika Aku mencintaimu. Kamu malah mencintai yang lain. Dan ketika kuputuskan berhenti...
10.5K 2.4K 32
"kalo Tuhan ngijinin ngabulin 1 impian, lo pengen minta apa? " "Disayang sama ayah, " kata gadis itu tanpa ragu sedikitpun. Terdengar sederhana, tap...
110K 5.8K 30
Apa jadinya ketika dua anak manusia yang berbeda sifat secara tidak sengaja terikat dalam satu pernikahan ? Season 2 dari cerita ini bisa kalian ikut...