Be My Miracle Love [End] βœ”

By senoadhi97

55.8K 9.9K 15.3K

Wajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh... More

Eps.1 - Prince Charming
Eps.2 - My Enemy Brother
Eps.3 - Siap Bertemu Kembali
Eps.4 - Who Is Him?
Eps.5 - My Teacher Is Handsome
Eps.6 - Me vs Cowok Trouble Maker
Eps.7 - Awal Dekat Dengannya
Eps.8 - Ribuan Detik Bersamamu
Eps.9 - My Annoying Father
Eps.10 - Crazy Boy
Eps.11 - Hari Balas Dendam
Eps.12 - Janjian
Eps.13 - Dibully Geng Syantik
Eps.14 - Orion : Mianhae
Eps.15 - Aku dan Dewi Fortuna
Eps.16 - Heartbeat
Eps.17 - Sahabat Bikin Kecewa
Eps.18 - Orion Pansos?
Eps.19 - FUTSAL
Eps.20 - Teman Baru
Eps.21 - Live Drama
Eps.22 - Surat Untuk Dia
Eps.23 - Broken Heart
Eps.24 - Hangout
Eps.25 - Night Together
Eps.26 - He Is Shoot Me Now
Eps.27 - Bertengkar di Toilet
Eps.28 - Momen Manis
Eps.29 - After 'I Love You'
Eps.30 - Permen In Love
Eps.31 - Benci Untuk Mencinta
Eps.32 - Be Mine
Eps.33 - It This Love
Eps.34 - Dia dan Langit Senja
Eps.35 - Good Bye
Eps.36 - Romeo Juliet
Eps.37 - Thank You, Dear
Eps.Special - Break Story
Eps.38 - Berpisah
Eps.39 - Sebuah Syarat
Eps.40 - Tunangan Pak Arnold
Eps.41 - Harusnya Memang Bukan Aku
Eps.43 - Pengagum Rahasia
Eps.44 - Sama-Sama Jealous
Eps.45 - Penculikan
Eps.46 - Fake Boy
Eps.47 - Titik Terang Kala Hujan
Eps.48 - Karma Pasti Berlaku
Eps.49 - Hasrat
Eps.50 - Tarik Ulur
Eps.51 - Memilikimu Seutuhnya
Eps.52 - Panggung Pelaminan (Epilog)
Episode Special Valentine - 14 Februari
Cuplikan dan Promo Sekuel

Eps.42 - Buket Bunga

756 119 185
By senoadhi97

Harusnya kunang-kunang yang berpendar sepanjang perjalanan menjadi suatu pemandangan yang menakjubkan, yang memukau, andai saja aku sedang tidak dalam keadaan berdua dengan Arraja. Kunang-kunang yang menyerupai lentera malam dalam bentuk titik-titik cahaya itu tak kuhiraukan keberadaannya hingga motor Arraja berhenti tepat di depan rumahku yang sudah lengang.

Meskipun saat ini aku memakai gaun, tak menghalangi gerakanku untuk cepat-cepat turun dari boncengan Arraja. Merasa tak perlu ada yang diurus lagi, aku mengambil langkah seribu menuju pintu gerbang.

"Woy, Ayya!"

Langkahku seketika terhenti, menghela napas panjang sebelum berbalik badan. "Apa?"

Alih-alih menjawab, Arraja justru menatapku dengan sorot tajam dibalik kaca helmnya.

"Oke, Arraja, gue udah ngantuk berat karena ini udah malam banget. Jadi, mohon maaf gue nggak perlu basa-basi buat nyuruh lo mampir dulu ke rumah gue."

"Sori ya, gue nggak berharap buat ditawarin mampir dulu." Arraja mendengus singkat.

"Oke, terus apa lagi?" Aku mengedikkan bahu, merasa heran.

"Ternyata benar ya apa kata pepatah, 'sekarang sudah jarang ada orang yang mengenal kata terima kasih, maaf dan tolong'. Dan lo bener-bener udah membuktikan semua itu. Thanks, Ayya."

"Triple O em ji... lo cuma mau denger kata terima kasih dari gue repot amat sih. Oke, fine, makasih ya buat tumpangan ojeknya, Pak Arraja."

Arraja memalingkan wajah seraya merapatkan kembali kaca helmnya tanpa menyahuti omonganku.

"Puas kan sekarang? Atau kurang? Tapi maaf, udah nggak ada waktu lagi. Mending sekarang lo balik karena gue juga mau masuk rumah." Aku berbalik badan.

"Dan oh ya satu lagi!" Aku berhenti, lalu putar balik menghadap Arraja. "Lo nggak usah sok jadi orang bener dengan cara nasihatin gue seperti tadi."

Tanpa menjawab apa pun lagi, Arraja lekas menghidupkan motor. Sesaat kemudian ia bergegas balik arah, meninggalkanku yang tercengang karena omonganku tak ditanggapinya sama sekali. Aku menghentak kaki kesal, buru-buru mengambil kunci serep dari dalam tas untuk membuka pintu gerbang.

Sesampainya di kamar, aku melepas gaun milik Erin yang melekat di tubuh dan menggantinya dengan baju tidur. Meletakkan fotoku dan Pak Arnold di atas meja, lantas berjalan masuk kamar mandi untuk membersihkan diri. Kulakukan semuanya hingga usai dengan diiringi bayang-bayang Orion. Bagaimana aku tidak kepikiran? Sedari dia berangkat muncak sampai sekarang tak sekalipun memberiku kabar.

Aku menatap lamat-lamat layar ponsel sembari berbaring di atas kasur. Mendadak, perasaanku jadi tidak enak mengenai soal Orion. Untuk membuang rasa aneh tersebut, aku buru-buru membungkus tubuh dengan selimut tebal, melelapkan diri terbang ke alam mimpi.

Hingga pagi menyapa, aku membuka mata dan baru teringat kalau sekarang adalah hari Minggu, awalnya aku berniat untuk melanjutkan tidur, tetapi rupanya diri ini sudah tak ada gairah untuk kembali mengarungi alam mimpi.

Aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah delapan, lalu perlahan bangkit dari tempat tidur. Meregangkan badan yang terasa kaku.

"Orion? Lo sekarang lagi ngapain?" gumamku yang kini duduk di pinggiran kasur.

Bunyi ponsel segera menyentakku. Mungkinkah itu kabar dari Orion? Seulas senyum samar tersungging di bibirku saat tanganku dengan cepat mengambil benda berwarna hitam tersebut di atas meja belajar. Dengan perasaan senang, aku membuka pesan masuk di WhatsApp. Aku mencebik kesal saat membaca nama Heksa yang terpampang di bar notifikasi. Untuk apa sepagi ini Heksa mengirimiku pesan? Namun, sebuah tanda foto yang dikirim Heksa membuatku jadi penasaran.

Seraya membuka lebar jendela kamar, aku mengklik room chat dari Heksa dan pada detik itu juga mulutku segera menganga lebar. Apa? Aku tidak salah lihat kan? Aku mengucek mata berkali-kali untuk memastikan kebenaran yang kulihat dari foto tersebut. Foto yang dikirim Heksa itu adalah foto Orion sedang bersama Cherry di atas puncak gunung dengan latar belakang awan yang mengapung serta matahari terbit yang memukau. Belum lagi, kedua tangan Cherry dengan erat memegang lengan Orion. Keduanya tampak menampilkan senyuman terbaik mereka.

Tak berpikir apa-apa lagi, aku segera menghubungi nomor Orion. Namun sama seperti sebelumnya, tetap tidak aktif sama sekali.

Aku tersenyum samar. Oke, aku tidak boleh cemburu. Karena memang aku tahu sifat Cherry yang suka cari gara-gara denganku. Dan aku yakin, itu merupakan salah satu cara untuk memanas-manasiku.

Kuputar haluan untuk menghubungi nomor Heksa. Tanpa menunggu waktu yang lama, segera dijawab panggilan dariku ini.

"Heksa, itu beneran Cherry sama Orion?" tanyaku langsung tanpa mengucap 'hallo' terlebih dahulu.

Terdengar decakan Heksa di ujung sana. "Ya bener lah, yakali foto jadi-jadian."

"Maksud gue... emangnya Cherry ikut Orion muncak? Terus lo dapat foto itu dari siapa?"

"Eh Ayya, Sefrila yang ngasih tahu gue kalau Cherry sama Mikhaila emang ikut muncak kemarin. Dan gue dapat foto itu dari Sefrila juga lah. Tapi tadi nggak lama kemudian, gue lihat status WhatsApp-nya Cherry kalau dia mengunggah foto yang itu juga."

"Tunggu, tunggu. Bukannya di gunung harusnya nggak ada sinyal ya? Kok kenapa Cherry bisa posting itu?" tanyaku heran.

Lagi-lagi Heksa berdecak. "Ya nggak selalu nggak ada sinyal sih, sesekali kalau lo mau nyari sinyal ya pasti ada. Begitulah mungkin yang dilakukan Cherry."

Tapi, kenapa Orion tidak berusaha untuk mencari sinyal dan memberi kabar kepadaku?

"Eh ngomong-ngomong, hati-hati lho sama pacar lo itu. Bisa jadi dia selingkuh di belakang lo," kata Heksa, meleburkan lamunanku.

"Udah basi komentar-komentar julid kayak gitu, Hek. Nggak mempan buat gue. Karena... gue percaya sama Orion dan hubungan ini," jawabku.

"Masa?" Heksa tertawa. "Tapi... gimana perasaan lo semalam diantar pulang sama Arraja?"

"Triple O em ji... apa pentingnya gue ngasih tahu perasaan gue ke elo?"

Heksa malah tertawa semakin keras di ujung sana, membuatku sedikit menjauhkan ponsel dari daun telinga. Raja Neraka itu ternyata ember juga pakai memberitahu Heksa segala kalau semalam aku pulang berdua dengannya.

"Nggak jelas banget lo jadi orang." Aku langsung mematikan sambungan.

Angin pagi terasa begitu lembut, menerpa seisi ruangan kamar hingga membuat tubuhku terasa sejuk. Aku berjalan ke balkon kamar, memikirkan Orion. Ya Tuhan, apakah memang benar bahwa Orion memiliki hubungan spesial dengan Cherry? Menggeleng cepat-cepat, aku segera mengenyahkan segala pikiran buruk tersebut dari kepala. Lebih baik sekarang aku bersiap-siap untuk lari pagi saja. Terbukti, dengan kita menjalani hidup sehat, jerawat-jerawat kian menipis dari area permukaan kulit terutama wajah. Aku bersyukur, kini jerawatku tak separah dulu.

Selepas lari pagi yang hanya memerlukan waktu satu jam lebih sedikit, aku memutuskan untuk langsung pulang saja. Toh, aku tidak mengharapkan ada kejadian yang spesial, seperti dapat kejutan dari Orion, misalnya.

"Duileee... tumben amat pagi-pagi gini udah rajin?" Aku menyeringai jahil begitu melihat Ravenza sedang sibuk mencuci sepeda motornya di halaman rumah.

"Apa sih lo?" jawab Ravenza tak acuh, fokus dengan pekerjaannya.

"Biasanya juga hari Minggu gini lo belum bangun. Lo kan pemalas anaknya. Tapi kenapa sekarang lo mendadak rajin pagi-pagi gini? Nyuci motor juga biasanya dibawa ke tempat pencucian, kan?"

"Heh, nggak usah sok ngejuriin gue dengan komentar lo itu deh." Ravenza bangkit berdiri, menatapku dengan berkacak pinggang.

Aku menatap judes manik matanya yang tertutup rambut berantakannya. "Ah iya gue tahu, pasti lo udah ada janji ya sama pacar lo?"

Ravenza hanya mengedikkan bahu, lantas kembali melanjutkan kerjaannya, hal itu menandakan kebenaran dari perkataanku. Mendadak aku jadi teringat sesuatu mengenai soal pacar Ravenza itu. Oke, aku mengambil ponsel dari saku celana training dan membuka isi pesan dari Pak Arnold semalam.

"By the way, lo tahu alamat rumah ini nggak?" Aku menyodorkan layar ponsel persis di depan muka Ravenza.

"Aaaarrghh... apaan sih lo?" Ravenza menyingkirkan tanganku dengan kasar. Nyaris membuat ponselku terjatuh.

"Dibaca dulu dong alamatnya." Aku tetap memaksa sampai Ravenza menghela napas dan merebut ponselku. Detik berikutnya, tebakanku ternyata benar, raut ekspresi Ravenza berubah tercekat setelah membaca alamat yang dikirim Pak Arnold itu.

"Kenapa?" tanyaku sambil mengambil ponsel dari tangan Ravenza. "Itu alamat rumah pacar lo kan? Si... siapa namanya? Veranda? Iya Veranda, kan? Lo sering apel ke sana, kan?"

"Lo... lo dapat dari mana alamat itu?" tanya Ravenza dengan mata memicing.

Aku mengembuskan napas panjang sebelum menjawab. "Lo tahu semalam gue ada acara. Dan acara gue itu ada di alamat rumah tersebut."

"Terus?" Ravenza tampak berusaha santai, padahal aku tahu wajahnya menyiratkan keingintahuan.

"Lo ingat Pak Arnold, guru gue yang dulu pernah mampir ke rumah kita?"

Ravenza hanya mengangguk.

"Dia yang bakal jadi calon kakak iparnya Veranda, pacar lo."

Ravenza mengedik bahu tak peduli. "Ya terus apa hubungannya sama gue? Toh dia calon kakak ipar Veranda, bukan calon suami Veranda."

"Maksud gue, gue cuma mau ngasih tahu doang." Aku merengut sebal. "Lagian, lo juga mulai perlu introspeksi diri. Belajar jadi lebih baik lagi, dan jangan malas-malasan lagi. Gue nggak mau adek gue ini suatu saat dibanding-bandingkan sama Pak Arnold yang jauh beda sama lo."

"Apa? Lo bilang tadi nggak mau gue dibandingin? Lo sadar, dengan lo ngomong kayak barusan itu udah ngebandingin gue sama dia." Seusai mengatakannya, Ravenza berbalik badan lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

"Yee, jadi cowok kok baperan amat." Aku membenarkan kucir rambutku sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam rumah juga. Bersiap mandi pagi dan sarapan.

Namun baru selangkah, sebuah suara mengejutkanku.

"Pakeeet!!"

Aku memutar tubuh dan mendapati seorang kurir yang baru saja turun dari sepeda motornya.

"Paket? Buat siapa ya, Mas?"

"Atas nama Ayya Rachelia. Ada sebuah kiriman buket bunga." Mas Kurir itu menyerahkan buket bunga. Semerbak aroma wangi segera tercium.

"Buat saya, Mas?"

Mas Kurir mengangguk sambil tersenyum.

"Saya nggak merasa pesan bunga. Siapa pengirimnya?"

"Nggak ada nama pengirimnya. Tapi, bunga ini memang khusus diberikan untuk Ayya Rachelia. Tinggal terima saja kok."

Aku mencermati buket bunga tersebut dan mengambil secarik kertas yang terlipat rapi di sela-sela bunga. Aku tersenyum miring. Dari siapa bunga indah ini? Apakah dari Orion?

"Kalau gitu, foto dulu ya, buat bukti kalau paket sudah diterima dengan baik." Mas Kurir tanpa aba-aba mengarahkan kamera ponselnya ke wajahku. Aku tidak siap dengan hal itu, hingga menyebabkan ekspresiku sangat konyol.

"Ya ampun, Mas, kenapa fotonya nggak nanti aja nunggu saya mandi dulu biar lebih fresh gitu." Sebelah tanganku memegang pipi. Aduh pasti jerawatku terlihat jelas banget di dalam kamera, terlebih di pagi hari yang terang benderang seperti ini.

Mas Kurir terkekeh, memasukkan ponselnya ke dalam waistbag. "Nggak perlu, Mbak. Kelamaan. Kalau gitu saya permisi."

Aku hanya mengangguk. Triple O em ji, baru kali ini aku dapat kiriman bunga. Siapa pun pengirimnya pasti dia orang terdekat aku. Tetapi setelah dipikir-pikir, sepertinya bukan Orion pengirimnya, secara cowok itu saat ini sedang ada di puncak. Lantas siapa ya pengirimnya? Atau jangan-jangan Miko?

...

Bersambung...

Siapakah sosok pengirim bunga? Apakah Orion? Miko? Arraja? Atau teman-teman Ayya yang sedang mengisenginya?

12 Mei 2021

Terima kasih, enjoy reading & keep support me.

#Ayya #Arnold #Arraja #Orion #Cherry #Decha #Heksa #Ravenza #Erin #Vinny #Bryan #Darwin #Bayu #Sefrila #Yudis #Miko #Agil #Jenny

Continue Reading

You'll Also Like

1.2K 207 43
Nggak balance? Nggak pulang! Salah jurusan hampir semua orang mengalami hal tersebut termasuk Clara yang awalnya berniat masuk SMK agar langsung kerj...
4.6K 904 16
[bahasa] Di dunia ini, tidak ada yang terlahir sempurna. Begitu kata pepatah bijak bilang. Tak peduli terlahir dari keluarga paling kaya, paras palin...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
126K 6.6K 34
ᴇɴᴅ α΄›α΄€Κœα΄€α΄˜ ʀᴇᴠΙͺsΙͺ ... Genre: Mafia, Thriller, Psychopath, Romance, Drama. Hanya menceritakan Kim Taehyung yang bertemu dengan sosok Namja Jeon Jungko...