Almost Paradise [COMPLETED]

By IronHeights

14.9K 2.9K 357

[PROSES PENERBITAN. PART MASIH LENGKAP] Lita terlalu sering menonton drama Korea. Hingga ia ingin menciptakan... More

SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TRAILER
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
EXTRA PART - Before Daffa
GOOD NEWS!

DUA PULUH DUA

338 63 12
By IronHeights

Lapangan basket indoor Garuda Bangsa mulai disesaki penoton yang akan menyaksikan turnamen antar sekolah se-Jakarta yang akan diadakan beberapa saat lagi. Di salah satu sudut lapangan ada Kay beserta tim basket putri Garuda Bangsa yang sedang diberikan sedikit pengarahan. Kay yang memberi pengarahan, sang pelatih mendadak tidak hadir, karena istrinya melahirkan. Setelah pengarahan, Kay berjalan menuju teman-temannya.

"Kemana sih tuh anak?" Kay menekan-nekan layar ponselnya gusar.

"Apa dia sakit?"

Semua mata langsung mengarah ke Daffa yang baru saja menggumam itu.

"Kemarin kita ujan-ujanan, tapi pas gue anter dia balik sih masih sehat-sehat aja. Gue samperin ke rumahnya kali, ya?"

"Nggak usah, tuh liat..." Advin mengarahkan kepalanya ke pintu masuk lapangan.

Dengan seragam olahraga dan ransel yang menempel di kedua bahunya Lita memasuki lapangan. Kepalanya celingak-celinguk seperti mencari sesuatu dan dengan wajah polos Lita menghampiri Kay beserta yang lain, lalu duduk di bangku panjang.

"Belum mulai, ya? Kirain udah mulai dari tadi."

Sikap santai Lita membuat suasana hening. Kay memerhatikan flatshoes yang dikenakan Lita dan seragam olahraga yang melekat di badannya. Menyadari kalau ada yang tidak beres, Daffa hendak menyadarkan Lita, tapi keburu Kay mendekati dengan muka galak.

"Lo apa-apaan sih, Lit? Mana baju basket lo? Sepuluh menit lagi mulai!"

Nada bicara Kay yang sedikit membentak membuat Lita terlonjak. "Saya nggak ikut main, Kak."

"Jangan bercanda, Lit. Lo salah satu tim inti. Cepet ganti baju."

"Saya nggak bercanda. Saya nggak ikut main. Posisi saya ganti sama pemain cadangan aja."

"Lita, gue nggak mau main-main sekarang. Gue masukin lo ke tim inti, karena gue tau lo bisa. Dan elo nggak bisa seenaknya aja nyuruh gue gantiin elo sama pemain cadangan." Kay mendekatkan wajah marahnya ke wajah Lita yang mulai terlihat ragu.

"Baju basket saya ilang, Kak. Pas dijemur kemarin terbang kebawa angin."

"Bohong." Kay memundurkan wajahnya dari wajah Lita, tapi tatapannya masih sangat tajam sedang berusaha menyelidiki sesuatu.

"Kalo nggak percaya telepon aja nih kerumah." Lita menyodorkan ponselnya.

Kay memandang ponsel itu, mata Lita berusaha meyakinkan agar Kay percaya dengan kata-katanya dan tidak berniat menelepon ke rumahnya seperti tantangannya. Di sebelah mereka Daffa, Seran, Advin dan Fiksa menjadi penonton.

"Fa, ambil baju basket cadangan di loker gue." Kay memberikan kunci lokernya pada Daffa. "Sa, cariin sepatu basket yang pas buat Lita. Buruan."

Daffa dan Fiksa segera keluar dari area lapangan basket. Mereka berdua tahu kalau sudah menyangkut dengan basket Kay paling tidak suka jika ada masalah kecil yang bisa menjadi besar seperti ini. Apalagi ini bulan terakhirnya menjabat sebagai ketua, sebelum ia benar-benar melepas jabatannya itu.

"Nih, buruan ganti baju. Sepatunya juga." Kay menyerahkan baju basket yang diambil Daffa dari lokernya dan sepatu hasil pinjaman dari penonton kelas sepuluh.

Lita menerima baju dan sepatu itu dan tanpa komentar lagi, dibukanya baju olahraga yang ia kenakan, membuat kelima seniornya kaget akan aksi Lita. Tapi, ternyata Lita memakai kaos pendek putih dibalik baju olahraganya.

"Arcalita! Ganti celananya jangan disini. Sana ke toilet." Daffa mendorong pelan tubuh Lita ke arah toilet yang hanya berjarak lima meter dari mereka.

Tepat saat satu menit sebelum pertandingan dimulai Lita sudah berkumpul dengan timnya yang sedang diberi pengarahan terakhir oleh Kay. Wasit membunyikan peluit tanda kedua tim harus masuk ke lapangan.

"Lita, semangat ya... jadi MVP kalo bisa."

Lita baru sadar ternyata ada Kim juga datang untuk melihat pertandingannya atau melihat pertandingan hasil dari pantauan adiknya. Lita membalas semangat dari Kim dengan lambaian tangan.

"Hei, pas main jangan bengong." Daffa menepuk pelan puncak kepala Lita.

"Siap!"

Kedua tim pun sudah berada di lapangan dan mulai bermain saat wasit meniupkan peluitnya. Menit pertama permainan dikuasai dengan baik oleh tim Garuda Bangsa yang berhasil mencetak poin pertama. Namun, di pertengahan pertandingan tim lawan lebih mengusai bola, bahkan menyusul poin Garuda Bangsa membuat mereka berjarak lima poin. Dari pinggir lapangan Kay memberi tanda kalau mereka harus bisa melihat celah kosong dan mengoper bola pada pemain yang tidak dijaga. Sejauh ini Lita menjadi pemain yang paling jarang dijaga oleh tim lawan, tim lawan lebih mengetatkan penjagaannya pada pemain Garuda Bangsa yang berbadan tinggi dan lincah seperti Gina atau Helga dari kelas sebelas. Lita berkali-kali meminta tanda agar dioper bola kepadanya, tapi tidak pernah diberikan.

"Oper ke yang kosong! Jangan egois!" bentak Kay dari posisinya yang masih di pinggir lapangan.

Wajah Gina yang kesal bercampur keringat sedang berusaha mempertahankan bola yang ada di tangannya, akhirnya ia melempar bola pada Lita yang sayanganya bola itu malah mengenai perutnya sangat keras. Membuat Lita tidak bisa mengambil bola itu dan justru situasi itu dimanfaatkan oleh lawan. Tim lawan pun mencetak poin kembali. Kay meminta time out.

"Elo capek?" tanya Kay langsung pada Gina.

"Nggak, Kak."

"Kalo nggak capek kenapa passing lo ngaco mulu tiap ke Lita? Mau diganti?"

"Nggak, Kak."

"Kalo gue masih liat kalian main kayak anak TK baru megang bola dan main ngelantur bahkan kasih poin ke lawan, gue langsung gantiin kalian semua sama pemain cadangan. Ngerti?"

"Ngerti, Kak!" jawab tim kompak dan langsung kembali ke dalam lapangan.

"Lita, elo nggak apa-apa?" Kay menahan Lita sebentar.

"Nggak apa-apa, Kak." Lita pun menyusul anggota tim yang lain ke dalam lapangan. Berusaha tidak menghiraukan nyeri di perutnya.

Permainan di kuarter dua dan tiga diisi dengan susul menyusul poin antar tim. Saat kuarter empat berjalan hampir setengah waktu pertandingan, tim Garuda Bangsa kembali pecah konsentrasi, mereka tertinggal enam poin. Bahkan Kay menggunakan hak time out-nya khusus untuk membentak Gina, karena permainannya yang terkesan egois. Ia hanya mengoper bola pada Helga atau Dina sesama kelas sebelas. Kalaupun dia mengoper pada yang lain hanya Marsha yang diberikan dan Gina lebih memilih bola diambil lawan ketimbang harus memberikannya pada Lita yang posisinya benar-benar aman.

"Ada yang aneh," gumam Seran dari tempat duduknya yang terdengar Fiksa.

"Apa yang aneh?" tanya Fiksa bingung.

Seran tidak menjawab, matanya terus fokus pada pertandingan yang sedang berlangsung didepannya.

Garuda Bangsa berusaha menyusul ketertinggalannya. Marsha terus mendribel bola ke arah ring lawan, saat dirinya dihadang oleh pemain tim lawan, buru-buru dioperkannya bola itu pada Helga yang berlari disampingnya. Gina berlari menyusul Helga dan membisikkan sesuatu padanya sepintas, sebelum kembali berlari ke samping pemain tim lawan yang juga sudah siap menghalau Helga mencetak poin dari dekat ring. Lita yang bebas dari penjagaan berada di belakang pemain lawan yang sedang berusaha menghalau Helga. Helga melemparkan bola pada Lita tepat saat Gina mendorong keras pemain lawan, membuat pemain yang tinggi besar itu terhuyung ke belakang dan fokus Lita yang sudah siap menangkap bola menjadi pecah. Akibatnya, selain bola nyasar ke wajahnya, dirinya ikut terdorong oleh pemain lawan dan kepala bagian belakangnya membentur keras tiang ring.

Peluit dibunyikan wasit nyaring memberi tanda kalau ada pemain melakukan foul. Pemain dari Garuda Bangsa yang melakukan foul, yaitu Gina. Kay pun meminta time out terakhirnya di kuarter empat ini dan berlari ke lapangan diikuti Daffa di belakangnya.

"Lita, Lita..." Kay langsung menghampiri Lita yang masih terduduk di bawah ring. Ditemani pemain dari tim lawan yang tadi tidak sengaja menabraknya, sambil terus minta maaf dan bilang kalau dia didorong oleh pemain dari Garuda Bangsa.

Daffa segera membawa Lita ke bench, sementara Kay marah-marah sama anggota tim yang lain terutama Gina. Selain wajahnya berubah merah, hidung Lita mengeluarkan darah akibat dari bola tadi tepat mengenai hidungnya. Rasa pusing dan ngilu yang berasal dari kepalanya, karena keras membentur tiang ring tidak bisa dihalau lagi.

"Liat." Seran mengangkat wajah Lita yang menunduk pelan dengan tangannya agar bisa melihat luka Lita.

"Kepala lo sakit? Pusing?"

"Aww..." Rintihan pelan Lita membuat tangan Seran yang baru sedikit menyentuh kepala Lita langsung menjauh.

Seran menegakkan tubuhnya memandang Advin, Fiksa dan Daffa bergantian.

"Arcalita, kita ke dokter sekarang."

"Nggak. Pertandingannya belum selesai." Lita menggeleng kuat.

"Bisa digantiin sama pemain cadangan." Kay sudah berada didepannya.

"Saya nggak mau digantiin pemain cadangan. Saya mau main sampai selesai. Kepala saya udah nggak sakit, darah dari hidung juga udah berhenti."

"Lo harus nurut apa kata gue. Gue ketua dan pengganti pelatih saat ini. Lo diganti. Fa, anter dia ke dokter sekarang."

Lita menatap Kay sebal, lalu pandangannya dialihkan pada Daffa yang sudah siap mengantarnya ke dokter.

"Kak Daffa, plis bujuk Kak Kay bolehin saya main. Pertandingannya tinggal beberapa menit lagi. Saya janji selesai main langsung ke dokter."

"Tapi, Arcalita..."

Mata Lita memelas membuat Daffa menoleh pada Kay yang kesal, namun akhirnya memenuhi permintaan itu juga. Cengiran lebar Lita merekah dan berlari ke dalam lapangan melanjutkan menit-menit terakhir pertandingan.

Menit-menit terakhir digunakan tim Garuda Bangsa sebaik mungkin. Permainan berjalan begitu baik saat Kay memutuskan mengganti Gina dengan yang lain. Garuda Bangsa berhasil menyamakan kedudukan. Nasib Garuda Bangsa ditentukan oleh Lita yang berhasil membawa bola ke daerah lawan yang luput penjagaan. Dirinya sudah mengambil posisi three point dan berusaha mengingat ajaran Kay mengenai tembakan tiga poin ini, ketika dirinya dihukum belajar three point sampai kaki tangannya pegal-pegal.

Lita pun membidik ring dan melempar bola yang sudah dimantra-mantrainya agar bisa dan harus masuk. Pekikan riang penonton pun menggema saat bola yang dilempar Lita masuk kedalam ring. Garuda Bangsa menang. Seluruh anggota tim Garuda Bangsa memeluk Lita, karena poin terakhir tadi benar-benar menentukan.

"Nice shoot." Kay memeluk Lita. "Ternyata Nona Keras Kepala bisa bikin tim sekolah kita menang."

Lita hanya bisa diam canggung dalam pelukan Kay sambil tersenyum. Dari balik pundak Kay terlihat Daffa yang tersenyum ke arahnya. Lita termenung sesaat, ada yang beda dari Daffa. Daffa memang tersenyum, tapi matanya yang biasanya selalu ikut tersenyum itu seperti meredup.

"De, udah kali meluknya. Gue juga mau gantian kasih selamat." Suara Kim membuat pelukan Kay terlepas.

"Gue kesana dulu." Kay tersenyum pada Lita, lalu berjalan ke anggota tim yang lain.

"Selamat ya, Cantik..." Tidak hanya Kay, Kim pun ikut memeluk Lita, meskipun pelukannya hanya beberapa detik, tapi Lita yakin bisa membuat Erin menjerit iri.

"Jangan kasih selamat ke aku aja dong. Sama anggota tim yang lain juga," ujar Lita saat Kim melepas pelukannya. Kim hanya terkekeh mendengar ucapan Lita.

"Ternyata elo hebat juga bisa nge-shoot sejauh itu. Padahal elo kan pendek."

"Kak Seran muji apa ngeledek sih?"

"Dua-duanya." Seran tersenyum kecil membuat Lita senang melihat senyum yang jarang tercetak di bibir Seran itu. Senyum tulus dari Seran sama saja dengan ucapan selamat untuk dirinya.

"Selamat, Litaaaaaaa!" Fiksa ikut memberi selamat diikuti Advin dari belakangnya. "Selamat ya, Lita. Tadinya gue sempet ragu kalo bolanya bakal masuk."

"Makasih ya, kakak-kakak semuanyaaaaa....." Lita berseru riang. Ini kali pertamanya ia ikut dalam suatu pertandingan dan memenangkannya.

"Kita kesana dulu, Lit." Fiksa bersama Kim, Seran, dan Advin berjalan menyusul Kay yang sedang memberi selamat pada anggota tim yang lain.

Lita mengangguk dan matanya berkeliling mencari satu sosok lagi yang semestinya ada di dekatnya saat ini. Tapi, terakhir terlihat tadi saat Lita sedang dipeluk sebagai ucapan selamat dari Kay.

"Nyari siapa, sih?"

"Kak Daffa..." Lita berbalik dan ada Daffa lagi senyum lebar. Kedua mata itu kembali ikut tersenyum. "Kemana aja tadi?"

"Kenapa? Merasa kehilangan ya, nggak liat beberapa menit aja?"

"Ihh, Kak Daffa ge-er banget."

"By the way, selamat ya. Keren tadi three point-nya." Daffa mengulurkan tangannya yang langsung disambut Lita.

Daffa tidak langsung melepas genggamannya, ia memakaikan sesuatu di pergelangan tangan Lita. Membuat kening Lita berkerut bingung apa yang sedang Daffa lakukan.

"Maybe this bracelet just a little thing for you, but with all your little things I'm in love with you."

Badan Lita terkesiap mendengar kata-kata Daffa saat dirinya selesai dipakaikan gelang perak cantik dengan satu bintang kecil menjadi hiasannya. Di depannya berdiri Daffa yang tersenyum seolah menunggu respon darinya.

"Kak Daffa ini..." Tangan Lita terangkat membuat gelang itu terlihat lebih indah di tangan mungilnya.

"Itu gelang," sahut Daffa jenaka.

"Kak Daffa tadi..."

"Tadi itu lagu One Direction yang di modifikasi sedikit."

"Ohh lagu... hmm, makasih ya, Kak."

"Ditunggu ya, jawaban dari lagu tadi." Daffa membelai gemas puncak kepala Lita, kemudian berjalan meninggalkannya, menghampiri yang lainnya.

Tingga lah Lita yang masih berdiri mematung. Tangannya secara tidak sadar mengusap pelan gelang pemberian Daffa barusan. Daffa bilang kata-kata sebelumnya adalah lagu, tapi sebelum pergi tadi ditunggu jawaban dari lagu itu. Apa barusan tadi itu Daffa menyatakan perasaannya?

*

Selang beberapa jam merayakan kemenangan tim basket Garuda Bangsa bersama Lerina dan Mary, Lita dihubungi Daffa kalau ia beserta Kay, Seran, Advin dan Fiksa sedang menuju rumah sakit. Daffa bilang tiba-tiba Liona mengamuk dan mengalami syok berat, pihak rumah sakit hampir kewalahan menanganinya. Padahal saat itu juga mereka berlima sedang berkumpul dirumah Kay, sama-sama sedang merayakan kemenangan Garuda Bangsa.

"Perlu gue anter nggak nih?" Lerina menawarkan mengantarkan Lita ke rumah sakit.

"Nggak usah deh, rumah sakitnya deket kok dari sini. Kalian balik aja. Sori ya, buru-buru. Nanti kita ngumpul lagi, kalo bisa ada Erick juga." Lita menyeruput latte-nya sebelum pergi dan bergegas keluar dari kafe mencari taksi.

Pandangan Lita menyapu jalanan yang sepi. Hanya ada mobil dan sepeda motor yang beberapa kali lewat, belum ada satu taksi pun lewat dihadapannya. Lita jadi menyesal tahu begitu tadi dia menerima tawaran Lerina saja, pasti dia sudah di rumah sakit.

Tiba-tiba sebuah mobil Alphard hitam berhenti didepannya. Kaca mobilnya sangat gelap sehingga Lita tidak tahu siapa yang ada didalamnya. Pintu mobil itu terbuka cepat secepat tubuhnya yang ditarik masuk dan dihempaskan ke bangku paling belakang dengan kasar.

Lita mengaduh pelan saat mobil kembali berjalan membuatnya terkesiap dan menegakkan tubuhnya. Seluruh badannya langsung terasa dingin dan membatu. Ada mereka. Mereka dengan tatapan penuh kebencian dan dendam. Lita kenal beberapa orang dari mereka. Ada Gina dan Helga anak basket dari kelas sebelas dan Marsha yang duduk di pojok dengan wajah sedikit menunduk. Lalu, satu orang cewek yang mengancamnya saat dirinya sedang menunggu Daffa didekat parkiran. Sisanya Lita tidak mengenali wajah maupun namanya.

"Hai, Princess Wannabe, kesabaran kita sudah habis."

"Tania, nggak usah pake basa-basi deh. Gue udah enek banget sama tingkah dia." Gina menyela sosok yang pernah mengancam Lita itu. Ternyata namanya Tania.

"Gue tuh udah pengen banget gampar muka sok polos lo sejak Kay jadi lebih merhatiin elo!" seru Gina mendorong badan Lita.

"Mundur." Tania memberi perintah pada Gina untuk mundur dan langsung dituruti walaupun dengan enggan.

Perempuan bernama Tania itu tersenyum sinis dan mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Elo kenal dia?"

Selembar foto terlihat jelas seorang perempuan tengah duduk termenung. "Kak Liona?"

"Hmm, iya Liona." Tania menatap sekilas foto itu jijik.

"Cewek gila yang entah kenapa bisa bikin Kay, Seran, Daffa, Advin dan Fiksa selalu ngeluangin waktunya buat dia."

"Kak Liona nggak gila!" seru Lita marah.

"Kalian yang gila." Mata Lita menatap satu-satu isi mobil.

Tania mendengus dan memberi kode dengan kepalanya membuat seorang laki-laki yang duduk di bangku depan meloncat ke belakang dan duduk di samping Lita. Tangannya merangkul Lita, refleks Lita mendorong badan laki-laki itu dan menjauh.

"Kenapa lo ngejauh? Tadi dipeluk Kay di lapangan lo diem aja. Lo tuh emang murahan. Cuma mau sama yang banyak duitnya doang!" Gina kembali bersuara lantang. "Hel, apa elo mau diem aja ngeliat dia juga dikasih gelang sama Daffa?"

Helga yang sesama anggota tim basket mencondongkan tubuhnya, menarik paksa gelang pemberian Daffa dari tangan Lita dan melemparnya ke sembarangan arah dalam mobil.

"Elo juga, Sha!" Gina menoleh ke Marsha yang daritadi hanya diam di pojok mobil. "Apa elo nggak kesel waktu tau Advin ngasih bimbel khusus ke dia?"

Lita memandang Marsha. Meskipun tidak begitu dekat dengan Marsha, tapi Lita tahu Marsha orang yang baik. Marsha adalah orang pertama yang mau mengajari Lita mendribel bola dengan benar saat Kay masih dingin pada dirinya. Sekarang Marsha di depannya adalah Marsha yang berbeda. Menatapnya marah.

"Gue benci banget sama elo, Lit," ujar Marsha pelan, namun penuh kebencian.

"Kalian juga!" Kali ini Gina menunjuk dua orang perempuan yang Lita tahu salah satunya adalah pengurus PMR kelas sebelas dan satu lagi anggota ekskul renang.

"Seran dan Fiksa lebih peduli sama cewek keganjenan ini, daripada kalian yang berusaha menarik perhatian mereka selama setahun ini!"

Lita menggeleng tidak percaya. Apa semua ini hanya karena itu? Karena mereka merasa Kay, Seran, Advin, Fiksa dan Daffa memperlakukannya istimewa. Mungkin ada benarnya, tapi toh mereka berlima mulai ramah kembali pada yang lain. Tidak hanya pada Lita saja.

"Bahkan kakaknya Kay pun bisa deket sama dia." Kalimat itu ditujukan pada Tania.

Tania menggeram pelan dan menoleh. "Elo bisa diem, Gin?" ucapan itu membuat Gina mundur dan menghempaskan badannya ke bangku tengah mobil.

"Kembali ke pembahasan semula." Tania lagi-lagi memandang foto Liona. "Tadi kita sempet jenguk dia."

Tania menekankan pada kata 'jenguk' sebelum melanjutkan, "Elo tau apa yang terjadi? Dia tiba-tiba ngamuk dan.... kita, terutama gue seneng banget liatnya. Dia nyakitin dirinya sendiri. Jedotin kepalanya ke tembok berkali-kali. Gue berharap orang gila itu mati."

Mata Lita menyalang tajam. "Kalian apain Kak Liona? Jangan sebut dia gila!"

Tania mengerutkan kening seolah-olah sedang berpikir. "Kita apain? Kan gue bilang, kita cuma jenguk. Hmm, yang gue tau katanya dia hampir diperkosa. Lo pernah bayangin nggak sih ada di posisi dia?"

Badan Lita mulai bergetar apalagi cowok di sebelahnya mulai kurang ajar meraba tangannya. Membuat Lita kembali menggeser duduknya yang justru membuat cowok itu makin menyudutkannya di pojok kursi belakang.

"Nggak pernah, ya?" Tania memajukan badannya lebih dekat pada Lita. "Mau ngerasain nggak?"

Senyum merekah di bibir Tania makin membuat badan Lita bergetar dan tangannya menjadi dingin. Ia ketakutan setengah mati.

"Kalo cewek gila itu cuma ngerasain 'hampir' diperkosa, gue rasa elo perlu ngerasain bukan cuma sekedar 'hampir'. Iya, nggak?" Tania memiringkan kepalanya dan melirik pada cowok di samping Lita yang mulai terkekeh mengerikan.

"Sebenernya gue nggak level sama cewek kurus ini, tapi diliat-liat boleh juga deh 'nyobain'." Laki-laki di samping Lita terkekeh lagi.

Lita makin menggeser duduknya, walaupun sebenarnya sudah tidak ada tempat lagi untuk bergeser. Laki-laki itu terus merapatkan tubuhnya pada Lita.

"Oke deh, terserah elo mau apain dia." Tania membalikkan badannya.

Setelah mendengar kata-kata dari Tania, laki-laki itu makin kurang ajar. Didekatkan wajahnya pada wajah Lita dan seketika Lita menampar keras pipi laki-laki itu.

"Oh, lo sukanya main kasar?" Laki-laki itu mencengkram kuat bahu Lita.

Lita meronta sekuat tenaga, namun tenaga laki-laki itu lebih kuat dan membuat tubuh kecilnya terbaring di jok mobil yang panjang. Saat setengah badan laki-laki itu berada di atas badan Lita, mata Lita menangkap sepasang mata yang menatapnya ragu dan takut.

"Sha, tolong gue, Sha..." Lita merintih sambil terus meronta dari cengkaraman cowok kurang ajar itu.

Marsha hanya diam dan membuang mukanya ke arah lain. Airmata Lita jatuh dan masih berusaha membebaskan dirinya. Saat kepala Lita berhasil ditegakkan, ditendangnya cowok itu, berharap membuat laki-laki itu menyerah melakukan perbuatan apapun itu yang ada di otaknya. Namun, tendangan itu justru membuatnya makin marah. Ditariknya bahu Lita dan dibenturkannya kepala Lita ke kaca mobil. Seketika itu pun pandangan Lita menggelap.

***

Continue Reading

You'll Also Like

552K 102K 57
⚡WARNING : CERITA MENGANDUNG SELF INJURY . TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA. TIDAK DIHARAPKAN MENGIKUTI ADEGAN BERBAHAYA DI DALAM CERITA⚡ *Mulai 9 Septembe...
14.1M 321K 29
PART LENGKAP. "Gentala, gue sayang sama lo. Gue nggak tau sejak kapan perasaan ini muncul, tapi gue serius dengan ucapan gue. Harapan gue cuma satu...
185K 15K 85
hey.. meet again with me in new imagine. Wadah kaum haluwers
1.3K 163 48
Baga, Galan, Philo, Xena, Kalya dan Hara berkemah di Gunung. Ketika mereka merapikan tenda untuk pulang tiba-tiba sekawanan babi hutan menyerang tend...