Almost Paradise [COMPLETED]

By IronHeights

14.9K 2.9K 357

[PROSES PENERBITAN. PART MASIH LENGKAP] Lita terlalu sering menonton drama Korea. Hingga ia ingin menciptakan... More

SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TRAILER
TUJUH BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
EXTRA PART - Before Daffa
GOOD NEWS!

DELAPAN BELAS

405 96 7
By IronHeights

"Lita, kamu lagi sakit?"

Lita menoleh ke arah Kim yang berada di kemudi. "Nggak, Mas."

"Aku kira kamu sakit, abis panas-panas gini pake sweater."

Lita refleks memegang sweater yang dikenakannya sebagai manipulasi agar lukanya yang baru dua hari lalu belum sembuh dan hilang, tidak terlihat.

"Kan di luar yang panas, dalem mobil dingin." Lita ngeles disambut senyuman oleh Kim.

Suasana hening lagi. Lita iseng menoleh ke belakang, ternyata Kay sedang tertidur pulas menyandarkan kepalanya ke kaca mobil. Kalau lagi tidur begitu, ekspresi galaknya hilang. Jadi terlihat mirip Kim.

"Mau pindah ke belakang duduknya? Biar kepalanya nggak pegel." Kim menggoda Lita yang tanpa sadar kelamaan memerhatikan Kay yang sedang tidur.

"Eh, nggak, Mas." Lita jadi salah tingkah.

Kim tersenyum melirik Lita yang langsung pura-pura sibuk sama pemandangan di luar mobil yang isinya cuma pohon-pohon tinggi.

"Jalannya jelek banget." Kim menggumam saat mobilnya mulai melewati lubang-lubang di jalan.

Dari belakang terdengar suara gumaman.  Kim melirik dari spion dan adiknya yang masih tidur pulas itu merasa terganggu dengan jalanan yang jelek, karena kepalanya jadi terbentur kaca yang jadi sandaran tidurnya.

"Lita, boleh minta tolong?"

"Iya, Mas?"

"Tolong selipin bantal ke kepalanya Kay. Itu kepalanya kejeduk-jeduk kaca." Kim menunjuk bantal kecil disamping Lita. Lita mengambil bantal kecil itu, tapi dia malah jadi bingung sendiri.

"Ngg, aku gimana nyelipinnya ke kepala Kak Kay, Mas?"

"Turunin sandaran jok yang lagi kamu dudukin aja, jadi kamu tinggal balik badan abis itu."

Lita melepas seat belt dan tangan kirinya menggapai tarikan untuk menurunkan sandaran joknya agar lebih rendah, setelah itu ia membalikkan badannya ke belakang. Memang sih, sandaran joknya sudah hampir sejajar dengan Kay, tapi jalanan rusak yang masih dilewati mobil Kim membuat Lita susah menyelipkan bantal antara kepala Kay dan kaca mobil. Sampai akhirnya Kim tidak sengaja melintasi lubang besar saat kecepatan kendaraan di atas rata-rata, membuat Lita yang sedang menghadap ke belakang kehilangan keseimbangan dan sukses nyusruk ke kursi belakang.

"Aduduh, aww...." Kening Lita membentur sesuatu yang agak keras.

"Lita, kamu nggak apa-apa? Sori, Lit, aku nggak liat ada lubang besar." Kim meminta maaf, tanpa menoleh ke belakang. Kemudinya agak oleng setelah ia kaget melintas lubang besar, jadi Kim harus fokus melihat jalan di depan.

"Iya, Mas. Aku baik-baik aja." Lita mengusap-usap keningnya yang ternyata membentur...

"Eh, Kak Kay?!"

Lita kaget setengah mati saat sadar dirinya berada di atas badan Kay dan ternyata tadi kepalanya membentur dada Kay. Lita buru-buru bangun dari atas badan Kay bersamaan dengan itu mobil Kim kembali berguncang keras lagi, membuat Lita kembali jatuh ke pelukan, eh, ke atas badan Kay.

Kay yang dari tadi hanya diam sambil menatap Lita, kini memegangi gadis itu yang hampir terguling ke bawah. Dan sekarang wajah Lita hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Kay. Mata cokelat itu kini terlihat begitu jelas, bahkan terlihat semakin dekat.

Lita seperti terkunci dan terhipnotis saat bertemu sepasang mata Kay. Hanya degup jantungnya yang berdetak cepat saat wajah Kay semakin mendekati wajahnya. Makin dekat, makin dekat, dekat, dan saat hidung mereka hampir bersentuhan, Kay melewatinya begitu saja.

"Gimana sih lo nyetirnya?" Kay ngomel sama Kim, sambil membetulkan posisi duduknya dan Lita.

"Ini jalan jelek banget, De. Gue nggak ngeh ada lobang dalem banget." Kim sepertinya melewati kejadian yang terjadi di kursi belakang.

Sementara Kim dan Kay terus berdebat masalah jalan berlubang, Lita serius memmerhatikan jalanan di luar. Lita memejamkan matanya, berusaha menenangkan pikirannya, tapi yang ada adegan tadi sama Kay malah terulang kembali di ruang imajinasinya.

"Lit, ngantuk?"

"Iya, ngantuk!" Lita tersentak kaget mendengar suara Kay.

Dengan ragu Kay menyerahkan bantal kecil pada Lita yang bilang ngantuk, tapi suaranya semangat 45 banget. Lita mengambil bantal itu dan menutup matanya cepat. Ia harus pura-pura tidur, biar tidak terlihat salah tingkah duduk di samping Kay. Biar lupa kejadian tadi.

*

"Wahhhh!" Lita berseru semangat ketika sampai di pantai tempat mereka akan berkemah.

Kaki-kakinya melangkah penuh semangat ke bibir pantai, sepatu Converse birunya dilepaskan dan kakinya menyentuh pasir pantai yang basah. Ujung-ujung jari tangannya dimasukkan ke dalam air pantai yang terasa agak hangat.

Beberapa kali ke Anyer, belum pernah sekalipun ia menemukan sisi pantai dari Anyer yang indah dan sepi ini. Lita suka suasana pantai yang seperti ini, masih jarang terjamah orang banyak, tidak ada sampah, bahkan pasir pantainya putih. Seperti pantai pribadi.

"Lita, ransel kamu udah aku taro di van. Nanti kamu tidur disana." Kim menghampiri Lita.

"Makasih, Mas." Lita masih sibuk sama kakinya yang digelitik pasir dan air bergerak dari pantai itu.

"Keren banget pantainya."

"Ya, thanks to Advin." Kim berdiri sejajar di samping Lita.

"Kak Advin?"

"Ini kan pantainya Advin."

"Hah? Kak Advin punya pantai?" Lita membelalak tidak percaya.

"Kamu nggak tau? Ini pantai warisan Omanya Advin, makanya sepi disini. Ini pantai keluarga Advin." Penjelasan Kim membuat Lita melongo.

"Kata Advin, kamu udah belajar dengan keras untuk perbaiki nilai-nilai akademis. Jadi, dia yang punya ide bikin hadiah liburan ini buat kamu." Kim membelai puncak kepala Lita lembut. Membuat kedua kaki Lita seperti terhisap pasir pantai.

"Lita, sini deh." Kim menaruh tangan kanannya di bahu Lita dan menarik ke dalam rangkulannya.

"Sebentar lagi pasti bakal ada yang misahin kita." Kim berbicara lirih, tapi ada nada geli disana tepat di telinga Lita.

Oh, Tuhan, oh Tuhan. Plis, ini kali rasanya dibisikin Kim Soo Hyun kalo kata Erin.

Suara Kim yang berat, lalu ada tawa kecil saat kalimatnya selesai. Bahkan Kim masih merangkulnya erat. Lita memikirkan kata-kata Kim yang bilang sebentar lagi bakal ada yang misahin mereka.

Lita masih memikirkan kata-kata Kim, saat Daffa berteriak. "Arcalita, makan dulu buruan!"

*

Malam ini adalah malam terbaik yang pernah Lita alami sepanjang hidupnya. Di hadapannya ada api unggun, dikelilingi orang-orang yang tanpa disangka bisa mewarnai hidupnya begitu meriah. Suara deburan ombak sebagai musik latar dan bintang-bintang di langit berkilauan. Tapi keheningan yang indah ini harus diinterupsi oleh suara debat Daffa dan Seran yang kebagian tugas membuat barbekyu.

Saat Daffa meletakkan sepotong daging ke atas pembakar, Seran bilang jangan lama-lama dibakarnya karena nanti bisa membuat hitam daging dan itu tidak baik buat dimakan. Sementara Daffa beradu argumen 'apa enaknya makan daging setengah mateng?'

"Sa, mending lo lerai deh mereka berdua. Kalo ribut mulu kita nggak makan-makan ini," ujar Kay pada Fiksa yang langsung tertawa getir dan menghampiri dua sahabatnya yang masih saja meributkan apa sebaiknya daging itu dibuat well-done atau medium-well.

"Kak, Mas Kim mana?" Lita tengok kanan-kiri tidak melihat sosok kakaknya Kay.

"Tuh, di deket van, lagi nerima telepon dari rekan bisnisnya."

Lita melihat ke arah van dan benar saja Kim terlihat berbicara serius dengan ponsel menempel di telinganya.

Duh, bahkan dalam keadaan gelapnya malam aja Mas Kim terlihat oke banget untuk ukuran cowok berumur 27 tahun, rasanya kayak nggak beda jauh umurnya dari Kak Kay.

"Kenapa? Mau ditemenin sama dia?" Suara Kay tidak terdengar nyindir sih, tapi Lita jadi merasa tidak enak.

"Nggak, Kak. Cuma nanya aja."

Suasana hening. Hanya sayup-sayup terdengar adu argumen Daffa dan Seran yang bertambah personil adu debatnya yaitu Fiksa. Kalau sepi begini Lita malah jadi teringat sama kejadian tadi siang di mobil.

Diliriknya Kay tengah serius memerhatikan ombak di depannya. Matanya hanya berkedip sesekali saat angin berhembus pelan melewati wajahnyanya. Kay begitu serius memerhatikan kegelapan di depannya, begitu juga Lita yang serius memerhatikan setiap detail wajah Kay. Ceritanya sih mau membandingkan bagian mana saja yang mirip Kim, tapi yang kebayang malah saat kedua mata itu menatapnya tajam dan hidung mereka hampir bersentuhan.

Saking terkesimanya, Lita bahkan tidak sadar sekarang Kay sedang menatapnya balik. Mata itu kembali memberi magnet tersendiri. Dalam diam Kay menatap intens, memberikan sensasi aneh di perut Lita. Lita baru mau mengalihkan matanya pada pemandangan lain, tapi seperti ada yang menahannya. Sesuatu yang hangat terselip pada tangannya yang kedinginan. Tangan Kay ditangkupkan pelan di atas tangan Lita yang dingin itu. Jantung Lita mau meledak rasanya.

"Klien rese. Nggak bisa banget biarin orang liburan." Kim tiba-tiba duduk di sebelah Lita.

Refleks Kay menarik tangannya dari punggung tangan Lita dan gadis itu langsung berdiri.

"Loh, Lita, kamu mau kemana?"

"Manggil Kak Advin, Mas. Kasian jalan-jalan sendiri disana." Lita asal menunjuk ke depannya yang untungnya beneran ada Advin lagi berdiri di bibir pantai sendirian.

"Did I missed something?" Kim menyikut adiknya yang kayak patung.

Kay hanya menatap kakaknya malas, lalu pergi menuju ketiga sahabatnya yang masih saja berdebat tidak penting dan lupa kalau mereka semua sudah kelaparan.

*

"Kak Advin!" Lita menepuk pundak Advin yang lagi melamun memandangi laut lepas di hadapannya.

"Kok bengong sendirian aja sih?"

Advin hanya tersenyum. "

Kak, makasih ya, udah ajak saya kesini. Pantainya keren."

Advin mengangguk.

"Ya ampun, liburan gini bawa buku?" Lita memiringkan badannya berusaha melihat judul buku yang ada di tangan Advin.

"Yah, Kak Advin diem aja," protes Lita ocehan dari tadi ditanggapi dengan senyum. "Saya temenin kakak ngelamun deh."

"Kita kesana aja, kayaknya makanannya udah siap." Advin melepas kacamatanya dan tersenyum sambil mengusap lembut punggung Lita.

"Kak Advin mau makan apa? Saya yang ambilin." Lita keburu lari menuju tempat barbekyu saat Advin mau mencegahnya.

Harum wangi berbagai jenis seafood dan bistik membangkitkan selera makan. Ada beberapa tumpuk daging diantara jenis ikan-ikanan, yang nampaknya daging-daging itu adalah hasil perdebatan Daffa dan Seran yang tanpa ujung.

"Hmm, saya boleh minta duluan?" Lita melihat-lihat makanan di depannya penuh selera.

"Boleh dong, Arcalita." Daffa mengambil piring.

"Gue ambilin yang banyak, ya?" Daffa menaruh ikan bakar, udang serta cumi, lalu bistik buatannya. "Nih, dagingnya buatan gue. Buatan Seran mah mentah," sindir Daffa yang langsung dibalas muka serius khas Seran.

"Oke, makasih, Kak." Lita menerima piring dari Daffa, lalu berjalan menjauhi mereka. "Kak Advin, nih makanan buat kakak." Lita memberikan piring yang berisi banyak makanan itu pada Advin.

Sontak Fiksa dan Kim langsung ngakak. Kay menahan tawanya sebisa mungkin dan Seran tersenyum puas melihat Daffa bengong makanan yang disiapkannya buat Lita malah dikasih ke Advin.

Lita cuma bisa memasang muka polos saat kembali pada Daffa dan lainnya. Makanan tadi memang sengaja ia kasih duluan ke Advin hitung-hitung ucapan terima kasih, karena sudah mengajaknya liburan.

"Kok pada ketawa sih?" Lita bingung Kim dan Fiksa masih ketawa ngakak.

"Makan, Lit." Kay menyodorkan piring berisi ikan dan cumi bakar, masih ada sisa tawa di wajahnya.

"Iya, lo makan aja, Arcalita. Jangan peduliin mereka yang ketawa nggak jelas." Daffa masih tengsin berat gara-gara Lita kasih makanannya ke Advin.

"Fa, mungkin Lita nggak suka bistik lo yang warnanya item banget. Jadinya dikasih Advin." Seran membalas sindiran Daffa tadi.

"Saya makan semuanya deh. Bikinan Kak Daffa sama Kak Seran." Lita mengambil sepotong bistik masing-masing buatan Daffa dan Seran.

"Kamu makan sebanyak ini, Lit?" Kim yang sudah berhenti tertawa menunjuk piring Lita yang penuh.

"Iya. Jangan mentang-mentang badan aku kecil dikiranya makan sedikit." Lita mulai menggigit bistiknya.

"Enak banget!" Pujian itu sukses membuat Daffa tersenyum puas dan Seran berbalik badan sibuk merapikan bekas barbekyu.

"Ran, ngapain beres-beres sambil senyum-senyum gitu?" celetuk Advin yang lagi makan sambil berdiri kayak di kondangan.

"Damn! Nggak usah mukul gue pake spatula kali." Advin mengusap-usap kakinya.

Acara makan-makan yang berlangsung selama satu jam penuh tawa dan canda. Lita senang sekali malam itu, selain perutnya yang kekenyangan, dia bisa melihat Seran dan Advin banyak tersenyum. Yaa, Seran sih senyum nanggung gitu sambil sesekali nyinyirin siapa aja, tapi Lita yang paling sering jadi korbannya.

"Aku bantuin cuci piring, Mas," tawar Lita begitu masuk ke van, ada Kim yang sedang membersihkan piring-piring bekas mereka makan.

"Nggak usah. Kamu gabung aja sama anak-anak di luar." Kim menolak halus.

"Aku kan cewek, mestinya aku yang cuci piring." Lita menggulung lengan sweater-nya.

"Lita, tangan kamu kenapa?" Tangan Kim yang basah meraih pergelangan tangan Lita yang masih terlihat agak kebiruan dan perban yang melilit lengan kirinya.

Lita kaget, buru-buru diturunkan kembali lengan sweater-nya. "Nggak apa-apa, Mas."

"Apanya yang nggak apa-apa?" Kim menarik Lita menjauh dari wastafel, suaranya tadi naik seoktaf. Mirip Kay lagi marah.

"Sini aku liat."

Lita menarik tangannya dari Kim. "Aku nggak apa-apa, Mas."

"Oke, sori." Sekarang Kim jadi mirip banget sama Kay yang lagi menahan emosinya. Wajah ramah nan manisnya hilang.

"Mas Kim, aku beneran nggak apa-apa. Pergelangan tangan aku biru kejepit pintu. Terus, perban ini nggak sengaja pas aku lari-larian di rumah ngejar Erin, eh kena ujung laci yang tajem."

"Iya, aku percaya." Kim sudah tersenyum seperti biasa lagi.

"Sekarang mending kamu gabung aja sama yang lain. Biar ini aku yang selesain."

Lita mengangguk, lalu keluar dari van bergabung dengan Kay, Seran, Advin, Fiksa dan Daffa yang sedang duduk mengelilingi api unggun.

***

Continue Reading

You'll Also Like

6.4K 1K 48
Naya mencoba untuk mencari tahu kebenaran tentang kematian kedua orang tuanya. Namun dirinya tidak bisa melangkah lebih dikarenakan penyakit yang ia...
1.3K 163 48
Baga, Galan, Philo, Xena, Kalya dan Hara berkemah di Gunung. Ketika mereka merapikan tenda untuk pulang tiba-tiba sekawanan babi hutan menyerang tend...
185K 15K 85
hey.. meet again with me in new imagine. Wadah kaum haluwers
6.1M 262K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...