Nona Boss Zetta

By Diahayu_Sn

54.1K 10.6K 5.5K

Seseorang pernah berjanji tidak akan meninggalkannya. Namun, ternyata janji itu hanya kebohongan indah semata... More

Prolog
1. Roses And The Sadness
2. Bad Boy to be a Sad Boy
3. Her Boyfriend?
4. Black Roses n Letters
5. First Day
6. Long Time No See
7. Meet Him
8. Can't Believe a Liar
9. Not Easy to Forget
10. Who Is She
11. De javu?
12. What Relationship?
13. Still With You
14. Good Night, Princess
Visualisasi
15. Cool But Care
16. Love Never Lie
17. Killing Me
18. Still love her

19. What a Pitty

1.6K 255 659
By Diahayu_Sn

~Nggak seharusnya gadis gila berada di tengah-tengah manusia normal. Dia hanya beban.~

🌹

Ketika Zetta tidak ada di kamar, Alice, Jezlyn dan Lucia sibuk bergosip seraya membawa-bawa nama Excel.

"Serius lo tadi lihat Excel sama Grace pelukan?" tanya Jezlyn pada Alice setelah mendengar ceritanya.

"Sumpah! Gue sendiri juga nggak percaya kalau Excel kayak gitu di belakang Zetta. Gue kira meskipun dia dingin-dingin gitu setia. Tapi, ternyata red flag, Anjir ...," sambung Alice lagi. Kekesalannya sampai terasa di setiap nada yang dia ucapkan. "Eh, tapi kalian jangan bilang ke Zetta dulu. Mending kita cari tahu dulu apa hubungan mereka berdua."

"Bener juga sih ... Awas aja kalau sampai si Excel main belakang. Gue bejeg-bejeg- tuh anak." Jezlyn yang paling peduli di antara mereka tidak terima kalau salah satu temannya disakiti.

Sementara itu, Lucia terlihat paling santai. Dia tengah memotong kuku kaki seraya mendengarkan cerita Alice. "Setuju gue. Nanti kalau si Honey-nya Zetta itu ternyata ada main, lo yang maju, Jez. Gue dukung dari belakang.

Bugh!

Dengan santainya Jezlyn melempar bantal tepat mengenai wajah Lucia. "Kampret lo, Lucia!"

Belum juga mereka selesai bergosip, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Zetta muncul dengan wajah masam.

"Zet ... ta ...." Alice terbelalak seraya kesulitan mengeja nama Zetta dengan benar.

Namun, Zetta tak peduli. Dia langsung saja melempar tubuhnya ke atas kasur dengan posisi tengkurap. "Huaaa ... Capek, Bestie ...."

Alice, Jezlyn dan Lucia saling lirik. Tidak paham dengan kelakuan temannya itu. "Zet ... Lo kenapa?" tegur Alice seraya menepuk pantat gadis itu.

"Nggak usah berisik! Gue mau tidur!"

Mereka bertiga tiba-tiba saja mengusap dada lega karena sepertinya Zetta tidak mendengar percakapan mereka tentang Exel dan Grace.

***

Sementara itu, Excel mendengar suara seseorang tengah menelpon di halaman belakang. Kakinya perlahan melangkah untuk memeriksanya. Dan ternyata Grace yang tengah menelpon.

Excel bersembunyi di balik tembok untuk mendengar apa yang gadis itu bicarakan lewat telepon. Dia masih penasaran siapa Grace sebenarnya.

"Ah, Papa ... Aku makin nggak tega sama Putra. Aku takut dia sakit hati kalau tahu semuanya. Bisa nggak, kita nggak bawa-bawa Putra dalam urusan ini? Dia terlalu baik, Papa ...."

Meskipun suaranya sangat lirih, Excel masih bisa mendengarnya. Keningnya berkerut menganalisa apa yang tengah Grace rencanakan. Ternyata selama ini dia hanya pura-pura menyukai Putra. Ah, Excel sudah tahu dari awal. Apa yang tengah dia rencanakan?

Tapi, tunggu dulu. Grace seperti membawa setangkai mawar hitam. Dia mengayunkan mawar itu, lantas membuangnya sembarangan.

"Udah dulu ya, Pa ... Aku tidur. Have a nice dream, Papa ... Muach!"

Ketika membalik badan, Grace melihat Excel yang berdiri menatapnya dengan santai. Gadis itu itu pun tertawa ringan. "Mau denger semua dari awal?" Dia tiba-tiba menarik tangan Excel. "Kita cari tempat yang aman. Saya bisa ceritakan semua."

Namun, Excel tetap bertahan di tempatnya. Dia segera melepas tangan Grace. "Nggak perlu."

Alis Grace pun menyatu seolah mempertanyakan sesuatu. "Why? Bukannya kamu penasaran sama rencana saya?" ucapnya seraya merapikan kerah jaket Excel.

Mata mereka saling bertatapan. Excel dengan tatapan dinginnya dan Grace dengan tatapan polos dan senyum manis yang menggoda. Tapi, bagi Excel, tatapan Grace adalah tatapan yang penuh siasat.

Excel memojokkan Grace ke tembok dan menahan kepala gadis itu dengan telapak tangannya agar tidak ikut terbentur. Wajah mereka sangat dekat. Sampai akhirnya Excel membisikkan sesuatu di telinga Grace. "Gue lebih suka ngikutin teka-teki lo, Nona Gracia Zhang. Let's play the game!"

Grace menarik sebelah bibirnya. Tangannya terangkat untuk menangkup wajah Excel hingga bertatap dengannya. "Oke. Saya sarankan, kamu segera membuat kenangan manis untuk gadis berandalan itu. Karena sebentar lagi, akhir dari permainan ini membuatmu jatuh ke pelukan saya, Tuan Excel Xandeer."

"In your dream," jawab Excel seraya menurunkan tangan Grace kembali. "Jangan terlalu banyak bermimpi. Nanti lo tambah gila."

"Kamu nggak perlu khawatirkan kejiwaan saya, Excel ... Yang perlu kamu khawatirkan itu, kejiwaan gadis berandalan itu. Nggak seharusnya gadis gila berada di tengah-tengah manusia normal. Dia hanya beban. Kamu bisa lihat sendiri, gimana semua orang tertekan dengan tingkahnya? Ketika semua orang lelah dengan dia, satu persatu dari mereka akan meninggalkan dia. Ah, what a pitty ...

I know ... Alasan kamu bawa dia keluar bukan semata-mata karena cinta. Semua orang tahu, nggak ada cinta di antara kalian. Wake up, Excel ... Putri tidur dan pangeran itu hanya di dongeng. Dia bukan seorang seorang putri dan kamu bukan pangerannya."

Excel hanya membahasnya dengan seringaian. "Tapi, lo berharap gue jadi pangeran lo? Maksudnya, dongeng itu cuma berlaku buat lo, gitu?"

Grace menjentikkan jarinya di depan Excel. "Exactly! Ah, bodoh banget sih, gadis bernama Sere itu nggak lihat cowok sepintar kamu. Saya jadi pengen reinkarnasi jadi dia biar bisa mendapatkan cinta dari seorang Excel."

"Justru gue kasihan wajah Sere yang polos itu disamain sama cewek licik kayak lo!"

Tiba-tiba saja Grace menirukan senyum wajah polos Sere sampai membuat Excel terbelalak. Mereka benar-benar mirip. Sampai Excel tidak bisa membedakan. Kini, di depannya itu benar-benar seperti Sere tiga tahun yang lalu. Dia pun menangkup pipi Grace dan mengusap bawah mata gadis itu.
"Sere?"

"Woe, Alfa sekarat!"

Excel segera sadar dan memutus tatapannya pada Grace yang dia anggap sebagai Sere ketika suara Kean terdengar begitu heboh. Dia pun berlari memasuki villa dan melihat yang lain sudah mengerubungi Alfa di sofa.

Zetta yang baru bangun tidur juga ikut berlari dan membelah kerumunan itu untuk bisa lebih dekat dengan Alfa.

Dia melihat Alfa seperti menahan sakit sampai bibirnya memucat dan kulitnya sedingin es.

"Alfa, jangan mati dulu!" teriak Zetta. "Lo nggak boleh mati! Lo denger gue? Lo nggak boleh mati, bego!'

"Zetta, lo tenang dulu. Kita bawa Alfa ke rumah sakit sekarang." Melihat Zetta yang mulai panik, Putra langsung menenangkannya.

Reaksi berlebihan Zetta seperti itu membuat Excel mengerutkan kening. Ketika ingin menariknya menjauh, Zetta langsung menepis tangannya.

***

Malam itu semua terpaksa pulang lebih awal karena kondisi Alfa yang tidak memungkinkan. Dia dilarikan ke rumah sakit terdekat dan masih ditangani dokter di UGD.

"Kasian Ganteng gue sakit gitu. Jadi, nggak tega gue lihatnya." Lagi panik-paniknya menunggu kabar Alfa, Lucia tiba-tiba saja membuat semua orang menoleh ke arahnya. Dia pun jadi merasa terintimidasi.

"Tenang, Ayang Lucia. Masih ada Aa' Vano di sini." Vano menepuk dadanya dengan percaya diri.

"Ehem!" Mata Dave dan Kean memelotot padanya seolah memberikan ancaman.

Sementara Lucia hanya tertawa kaku menjawab ucapan Vano. Dia jadi merasa seperti kembang desa di circle mereka.

Di sisi lain, Grace sudah bersandar pada Putra mengisyaratkan dia ingin pergi dari tempat itu. Tanpa Grace bicara, Putra pun langsung paham. "Guys, kasian cewek-cewek udah pada capek. Gue anter mereka pulang dulu."

Kean pun menganggukkan kepala. "Iya, mending kalian pulang sekalian aja. Gue udah ngubungin keluarnya Alfa. Biar gue sendiri yang jaga." Kean rasa, hanya dirinya satu-satunya teman yang Alfa punya.

"Bagus deh kalau gitu, yuk, kita balik aja!" ajak Marcel seraya merangkul Jezlyn. Entah sejak kapan sudah akrab saja.

"Zetta, kita balik sekarang! Udah ada Kean yang nunggu Alfa."

"Apaan sih! Pulang aja sendiri! Gue masih mau di sini." Zetta langsung menepis tangan Excel yang memegang bahunya. Mata gadis itu masih menatap pintu UGD dengan cemas.

"Lo yakin nggak mau ikut balik, Ta?" tanya Putra sekali lagi.

"Gue mau nungguin Alfa. Kalian pulang aja."

Putra pun menghela napas dan mengajak yang lainnya untuk pulang lebih dulu. "Ya udah kalau gitu, jangan lupa istirahat." Dia lantas menatap satu persatu temannya. "Yok, guys, kita balik duluan!"

Hanya tersisa Zetta, Excel dan Kean yang menunggu Alfa di di rumah sakit itu. Namun, Kean tiba-tiba merasa sakit perut. "Gue ke toilet dulu ya?"

Excel hanya bergumam dan membiarkan laki-laki itu pergi meninggalkannya berdua dengan Zetta yang duduk dengan tangan gemetar.

Zetta juga melihat Excel pergi meninggalkannya sebentar dan tak lama kemudian kembali membawa sebotol air.

"Minum dulu!" ucap Excel seraya mengulurkan sebutir pil dan botol air itu padanya.

Usai menelan pil itu, Zetta langsung meletakkan kepalanya di bahu Excel seraya menghela napas panjang dan memejamkan mata.
"Alfa nggak bakal kenapa-kenapa, kan, Cel?" tanya Zetta dengan suara yang terdengar seperti meracau.

Excel pun mengerutkan kening. "Gue yakin dia nggak bakal kenapa-kenapa. Kenapa lo peduli sama dia? Bukannya lo selama ini berusaha lupain dia?"

"Gue nggak mau lupain siapa pun. Gue cuma mau lupain peristiwa malam itu."

"Bukannya Alfa udah kecewain lo?"

Zetta menggeleng lemah. "Enggak. Kenapa gue harus kecewa? Gue nggak suka sama dia. Gue cuma kecewa dia lebih pentingin cewek lain dari pada gue."

"And then, kenapa lo mau pindah ke Jerman waktu dia gagalin pertunangan kalian?"

"Itu perjanjian gue sama orang tua gue. Tapi, ternyata mereka cuma bercanda. Gue tetep mau pindah karena gue nggak bisa lupain Vincent di sini. Gue kalah, Cel ... Gue kalah sama diri gue sendiri."

Excel terdiam cukup lama sampai akhirnya dia kembali memberi pertanyaan pada gadis itu. "Lo bahagia sama gue?"

Zetta juga terdiam cukup lama sebelum menjawabnya. "Gue bahagia sama lo. Tapi, gue takut justru lo yang nggak bahagia sama gue."

Usai mengatakan itu Excel merasa bahunya semakin berat. Dan ketika melirik ke arah Zetta, gadis itu sudah memejamkan matanya rapat-rapat dan bernapas dengan teratur.

Laki-laki itu menyangga kepala Zetta dengan telapak tangannya sejenak untuk melepas jaket yang dia pakai. Lantas menyelimutkan pada Zetta dan membenarkan posisi tidur gadis itu di bahunya.

Dia juga mengambil tangan Zetta yang sudah tidak getar dan menggenggamnya.

Tiba-tiba saja seorang perawat keluar dan Excel langsung memanggilnya. "Sus, gimana keadaan teman saya?"

"Kami masih menunggu hasil tes laboratorium."

"Baik, Sus. Saya tunggu hasilnya."

Percakapan mereka berdua bahkan tak membuat Zetta terbangun sedikit pun.

Tak berselang lama, Kean kembali menghampiri Excel dan Zetta. "Sorry ye lama, nggak bisa diajak kompromi nih perut gue," jawabnya. Matanya lantas tertuju pada tangan Excel yang memeluk Zetta dan sebelah lagi menggenggam tangannya.

Sepertinya perpisahan mereka tiga tahun ke belakang sudah banyak cerita yang dia lewatkan. Kean pun duduk di sebelah Excel dengan menatap pintu UGD.

"Alfa dulu kayak orang stress nyari kabar tuh cewek. Gue nggak nyangka aja ternyata malah sama lo. Padahal lo dulu lirik dia aja nggak pernah. Ternyata bener ya, dunia itu jungkir balik." Kean tertawa miris. Alfa dan Excel dulu sama-sama temannya. Sangat menyayangkan pertemanan mereka berubah hanya karena seorang perempuan. "Pertemanan yang tulus emang cuma sampai SMA. Setelahnya cuma melanjutkan hidup," lanjutnya.

Sementara itu, Excel hanya dia mendengarkan Kean bicara. Sampai akhirnya dia juga mengeluarkan suara. "Harusnya lo emang nggak perlu naruh harapan lebih ke semua orang. But, thanks lo udah bersedia temenin Alfa selama ini. Lo satu-satunya temen yang setiap sama dia." Excel pun melirik Zetta yang sama sekali tidak terusik dengan pembicaraannya dengan Kean. "Zetta nggak bisa lama-lama di sini. Gue harus bawa dia pergi."

Kean berdecih menatap Excel yang terlihat begitu peduli dengan Zetta dan justru mengabaikan Alfa.

***

Pagi itu sinar lampu sudah berganti dengan sinar matahari. Zetta perlahan mengerjapkan mata seraya melihat di sekeliling dan merasa asing dengan tempat itu. 

Dia berada di sebuah kamar hotel seorang diri dengan jaket Excel tergeletak di sebelahnya. Perlahan bangkit dan meregangkan otot lehernya yang terasa pegal. Rambutnya terlihat acak-acakan hingga menyerupai singa.

Matanya tertuju pada pintu kamar mandi karena mendengar suara gemericik air di sana. Tak berselang lama Excel pun keluar dengan memakai kaos hitam seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Lo ngapain pagi-pagi keramas?" tanya Zetta dengan suara serak khas bangun tidur. Matanya juga belum terbuka sempurna dan sesekali menguap lebar.

"Emang lo nggak mau keramas juga? Lupa semalem kita ngapain?" jawab Excel dengan nada datar seraya duduk di ranjang dekat Zetta.

Mata Zetta pun langsung terbuka lebar-lebar dan memukul Excel dengan guling berkali-kali. "Ngapain? Woe, Excel! Lo ngapain gue! Mesum lo ya! Kampret! Dasar cowok mesum! Jauh-jauh lo dari gue! Gue laporin Papi ya lo!"

Excel sudah biasa menerima kekerasan dari Zetta. Dia pun tiba-tiba saja tertawa membuat Zetta menghentikan pukulannya.

"Ngapain ketawa?"

Excel menyingkirkan guling itu dari tangan Zetta dan menggeser duduknya agar mereka lebih dekat.

Zetta cukup ngeri melihat Excel yang jarang tertawa itu tiba-tiba tertawa.

"Kalau gue ngapa-ngapain lo, emang lo mau apa? Minta tanggung jawab? Kalau mau, sekarang juga gue tanggung jawab."

Zetta menyipitkan mata dengan kesal. "Nggak waras lo! Sekarang lo ngaku, lo ngapain gue semalem? Ngapain juga lo bawa gue ke hotel?"

"Emangnya lo ngarep gue apain?"

"Excel! Bener-bener lo ya!"

Baru saja Zetta nyaris kembali melempar guling pada Excel, Excel langsung menahannya.

"Takut banget gue apa-apain? Calm down, Honey ... Kita belum ngapa-ngapain. Gue tadi cuma bercanda," ucap Excel seraya merapikan rambut Zetta.

"Terus ngapain lo keramas pagi-pagi?" Tatapan Zetta benar-benar tidak bisa santai hingga membuat Excel tertawa lagi.

"Kan gue emang rajin mandi keramas. Emangnya lo, mandi seminggu sekali?"

Zetta pun menepis tangan Excel. "Nggak usah sok bersih ya lo! Sekarang jelasin, ngapain lo nggak pesen kamar sendiri?"

"FYI, kamar ini yang pesen gue. Harusnya gue yang nyuruh lo pesen kamar sendiri. Salah sendiri kalau ngebo kayak orang mati. Ya udah, terpaksa gue ajak tidur bareng di sini."

"Excel! Sumpah, lo tuh ngeselin banget!"

"Udah, nggak usah ngomel-ngomel! Sekarang lo mandi dulu, biar gue pesenin makan. Habis itu kita pulang ke Jakarta."

"Lah kok pulang? Alfa gimana?"

"Alfa udah ada orang tuanya. Dia bukan tanggung jawab lo."

Zetta pun menghela napas kesal. "Terus, semalem gimana kata dokter? Dia sakit apa?"

Excel hanya mengendikkan bahu. "Nggak tahu. Salah sendiri lo tidur duluan."

***

Alfa gagal ginjal kronis. Begitulah informasi yang Zetta dapat dari Marvel—ayah Alfa. Dia harus menjalani cuci darah sampai mendapatkan donor ginjal.

Pagi itu Zetta sudah duduk di sebelah ranjang Alfa dengan bersedekap dan mata yang menatap Alfa dengan kesal. "Kenapa lo bisa gagal ginjal, bego? Lemah lo jadi cowok! Gimana bisa bantuin gue nyari Vincent kalau lo kayak gini?"

Alfa sudah sadar meskipun wajahnya masih terlihat pucat dan tubuhnya lemas tak berdaya. Dia berdecak kesal seraya memutar mata malas. "Ya lo pikir lah, Anjir! Siapa sih yang mau penyakitan. Kalau lo mau, gantiin gue sini! Biar gue yang nyari Vincent?"

Dalam keadaan seperti itu masih saja mereka bertengkar. Tidak ada yang bisa tenang selama ada Zetta di dekatnya. Selalu saja menjadi pemicu perdebatan.

"Lo pikirin tuh gimana caranya biar cepet sembuh. Nggak usah sok-sokan mau nyari Vincent."

Alfa pun diam lantas menatap langit-langit rumah sakit. Dia melamun entah tengah memikirkan apa. Namun, beberapa saat kemudian dia kembali menatap Zetta yang masih menatapnya. "Lo yakin, Grace-Grace itu bukan Sere?"

Zetta langsung mengerutkan keningnya. "Kenapa lo tanya gitu?"

"Muka mereka mirip. Eh, bukan mirip lagi, tapi emang sama. Cuma sikapnya aja yang beda."

"Ck! Ngapain sih bahas dia? Nggak penting. Dunia ini banyak orang yang mukanya sama. Gue aja sering dibilang mirip Jisoo Balckpink," jawab Zetta dengan percaya diri.

"Nggak lagi ngomongin lo!"

Zetta pun berdiri dan menatap Alfa dengan penuh ancaman. "Gue pergi dulu! Awas lo mikirin yang nggak penting! Pikirin tuh ginjal!"

Alfa hanya bisa mencibir ucapan gadis itu seraya menatap punggungnya yang berjalan ke luar kamar.

***

"Grace lahir di Jakarta dan pernah tinggal di sini sampai umur sepuluh tahun sebelum pindah ke Shanghai."

Excel mengajak Putra untuk bertemu di salah satu kafe setelah dia kembali ke Jakarta. Putra awalnya sangat sulit diajak bertemu sampai akhirnya Excel terpaksa jujur kalau ada hubungannya dengan Zetta.

"Kenapa lo tanya itu? Ada yang lo curigai dari calon istri gue? Atau lo masih nganggep dia ..." Putra mencoba mengingat-ingat nama gadis yang sering disebut mirip dengan Gracia. "Sere?"

Excel nyeruput kopinya dengan tenang. "Mereka orang yang berbeda. Tapi, gue yakin perjodohan lo sama dia ada hubungannya sama Zetta."

Putra masih tidak mengerti arah pembicaraan Excel. Dia justru merasa Excel terlalu memojokkan Grace. "Maksudnya?"

"Lo tahu, mantan Zetta yang nolongin dia dari Darco?"

Putra tidak mungkin lupa dengan kejadian malam itu.

"Meskipun sering wara-wiri ke luar negri buat undangan nyanyi, Alice bukan bintang terkenal. Kenapa keluarganya bisa kenal dan ngundang dia? Sebelum Zetta dan temen-temennya liburan ke sini, dia tiba-tiba mengira kalau cowok itu masih hidup. Padahal sebelumnya, dia udah mulai berdamai dengan dirinya sendiri. Nggak mungkin sebuah kebetulan bisa serapi ini?"

Putra masih tidak paham dengan maksud Excel, tapi dia tahu arah pembicaraannya.

"Zaman sekarang sosial media udah canggih. Nggak menutup kemungkinan orang tua Grace bisa kenal Alice. Apalagi Alice penyanyi. Lo nggak bisa remehin dia mentang-mentang dia belum terkenal."

Excel menarik napasnya dengan kasar. Ingin rasanya dia memberi tahu perasaan Grace sebenarnya.

"Dia nggak beneran suka sama lo! Dia cuma manfaatin lo!"

To be continued ....

Holla, guys ... Apa kabs?
Baik, kan? Baik dong ya? Pasti baik! Harus baik pokoknya 😘

Yg kangen Nona bos absen dulu kuy☝️

Maafkan diriku yang menggantungkan kalian bertahun-tahun. 🥲

Gpp banget kalau kalian lupa alurnya.   Aku gk marah. Gpp banget kalau mau marahin aku. Marah aja di sini gpp🥹

Aku tetep cinta kalian guys ...🫶
Aku bacain komen kalian, kalau gk kebales berarti aku lagi kehilangan kata-kata 😁

Yok, biar aku semangat lagi
Sama ya kek kemarin 250 bintang 500 komen. 🥰

Kasih tanggal yg pas buat update lagi dong!

Continue Reading

You'll Also Like

5.1M 348K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
Ervan By inizizi

Teen Fiction

1.5M 107K 72
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
2.7M 152K 39
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
5M 214K 52
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...