Nona Boss Zetta

Av Diahayu_Sn

54.5K 10.6K 5.5K

Seseorang pernah berjanji tidak akan meninggalkannya. Namun, ternyata janji itu hanya kebohongan indah semata... Mer

Prolog
1. Roses And The Sadness
2. Bad Boy to be a Sad Boy
3. Her Boyfriend?
4. Black Roses n Letters
5. First Day
6. Long Time No See
7. Meet Him
8. Can't Believe a Liar
9. Not Easy to Forget
10. Who Is She
11. De javu?
12. What Relationship?
13. Still With You
14. Good Night, Princess
Visualisasi
16. Love Never Lie
17. Killing Me
18. Still love her
19. What a Pitty

15. Cool But Care

2.1K 445 471
Av Diahayu_Sn

_Semua yang ditakutkan, belum tentu terjadi_

🌹

Sampai lift yang mereka masuki telah tertutup, Zetta masih saja belum berhenti menangis. Tidak tersedu-sedu. Hanya saja air matanya luruh begitu saja. Dia sangat sensitif beberapa tahun terakhir.

"Kamu mau tetep nangis sampai ada orang yang tahu seorang Zetta Malik Bramasta ternyata cuma cewek cengeng?" sindir Excel dengan wajah datarnya.

"Gue bukannya pengen nangis, Cel... Tapi, ini air matanya keluar sendiri, Bego!"

Seperti biasa, Excel membiarkan Zetta bergelayut di lengannya dengan wajah yang dia sembunyikan di sana.

"Lo mikirin apa lagi sih, Ta... Semua itu bukan masalah besar, lo aja yang mikirnya terlalu rumit. Semua yang lo takutkan belum tentu terjadi."

Sampai masuk ke dalam mobil Zetta tak berhenti mengeluarkan air mata. Dia bahkan mengusap ingusnya dengan lengan jaket Excel.

Dengan berat hati Excel harus menghembuskan napas pasrah. Untung saja dia Zetta, kalau bukan, entah mau diapakan gadis itu.

"Udah, ah. Capek." Zetta tiba-tiba saja menarik dirinya dari Excel dan duduk dengan benar seraya mengusap air mata.

"Udah, nangisnya?" tanya Excel dengn datar.

"Udah, yuk buruan berangkat."

Excel memandangi Zetta dengan gelengan kepala.  Tidak tahu lagi bagaimana dia harus menanggapi gadis seperti itu.

Laki-laki itu lantas membuka jaketnya membuat Zetta tiba-tiba terbelalak.

"Heh, mau ngapain lo! Jangan macem-macem ya mentang-mentang berduaan sama gue dalem mobil," ancam Zetta dengan garang dan pelototan mata tajam.

Untuk menghadapi gadis seperti Zetta memang harus membutuhkan ekstra kesabaran. "Ya lo pikir aja, siapa yang mau pakai jaket bekas ingus?"

Seolah tahu maksud Excel, Zetta hanya nyengir menunjukkan deretan giginya.  Dia baru sadar jika lengan jaket Excel kotor karena ingusnya.

"Ingus gue anti bakteri kok, Cel...."

Bola mata Ecxcel yang memutar dengan spontan tanda bahwa dia sudah lelah dengan gadis yang duduk di sebelahnya itu.

"Nggak ada ceritanya babi jadi halal cuma karena makannya pakai bismillah."

Zetta baru selesai nangis loh... Excel sudah bisa saja membuatnya naik darah. "Heh, maksud lo nyamain ingus gue sama babi apaan?" protes Zetta seraya menyingkap lengan jaketnya seolah dia siap adu otot dengan Excel.

Namun, dengan baik hatinya Excel membenarkan lengan jaket Zetta kembali. "Mau ingusnya ratu cleopatra pun, namanya ingus tetep aja kotor, Nona Zetta.... Udah dong, moodnya dikendaliin lagi. Lo jadi tambah jelek kalau marah-marah gini."

Zetta menghempaskan punggung di sandaran kursi dengan bersedekap dada. "Sumpah, Cel... Gunanya lo di hidup gue apaan sih selain ngomel-ngomel nggak jelas, ngata-ngatain gue?"

Tangan kekar Exel terangkat untuk memakaikan safety belt pada Zetta. "Pakaiin lo safety belt, ngangkat lo yang suka ketiduran di mobil, selimutin lo tiap malem, nyiapin makan lo, ngingetin lo minum obat. Ya... Kalau gue sebutin semua, takutnya jadi riya. Harusnya, yang tanya kayak gitu gue. Gunanya lo di hidup gue apa selain jadi radio rusak dan nyusahin?"

"Oh, gitu... Jadi, nggak ikhlas ngelakuin semuanya buat gue? Oke, kalau gitu mendingan putus aja deh!"

Excel menatap wajah Zetta dengan lekat, bahkan nyaris tak berjarak. Bibir laki-laki berwajah kaku itu tersenyum seolah tengah mengejek Zetta.

"Yakin, mau putus dari gue?"

Mendadak bola mata Zetta bergerak kesana-kemari untuk menghindari tatapan Excel. "Jauhan dikit, Cel...."

Namun, Excel tak mengubah posisinya barang sedikit pun. "Jawab dulu, yakin mau putus dari gue?"

Laki-laki itu menaik-naikkan alisnya menggoda Zetta.

"Kalau bukan karena pura-pura di depan papi, nggak mau gue pacaran sama lo."

Seringaian jail Excel perlahan luntur dan kembali datar. "Kalau bukan karena Vincent, gue juga nggak mau berurusan sama cewek manja kayak lo," jawab Excel, lantas menarik dirinya untuk menjauh dari Zetta.

Jantung Zetta seolah berhenti berdetak ketika Excel mengatakan itu. Dia tiba-tiba saja merasa bersalah.

Keduanya sama terdiam hingga di dalam mobil itu terasa sunyi tak ada suara. Mereka sama-sama hanyut dalam pikiran masing-masing.

Bahkan sampai membututi mobil teman-teman Zetta, mereka berdua masih saja tetap diam. Zetta melirik ke arah Excel yang fokus mengemudi, namun dia segera memalingkan wajah untuk menatap keluar jendela.

***

Sore itu, tiga mobil telah sampai di sebuah Villa tengah hutan yang asri. Mereka tengah sibuk menunrunkan barang-barang bawaan. Hanya Zetta dan Excel yang tak membawa banyak barang.

Melihat Alice yang kesulitan menarik kopernya, Excel dengan sigap membantu. Namun, seperti biasa, tak lupa mengomel. "Kita cuma liburan tiga hari, ngapain bawa koper segede ini?"

Alice sempat mematung melihat Excel yang mengambil alih kopernya. "Ya kan lo tahu sendiri, barang-barang gue selalu paling banyak dari yang mereka."

Seolah tak mau mendengar ucapan Alice, Excel berlalu begitu saja dan masuk ke dalam villa dua lantai itu.

Di belakang mereka, Zetta melihat dengan tatapan datar. Mereka tengah perang dingin, tapi Excel lebih memilih membantu Alice dari pada membujuknya untuk berbaikan. Jika dibiarkan, masalah sepele itu bisa membesar jika urusannya dengan Zetta

Tak hanya Zetta, Nichole juga tak bisa berkata apa-apa ketika melihat Excel membantu Alice.

Sementara itu, justru ada satu makhluk yang tak berhenti terkikik. Ya, dia Lucia. Paling suka jika ada keributan.

"Ranselnya berat, Ta? Sini, biar aku bantuin bawa." Sibuk melihat Excel dengan perempuan lain, tiba-tiba saja Putra datang di saat yang tepat membuat mata Zetta seketika berbinar.

Namun, baru saja Zetta ingin mengulurkan ranselnya pada Putra, Grace datang-datang mengcaukan semua.

"Sayang... Bantuin aku," rengek Grace pada Putra.

Sebagai tunangan yang baik, tentu saja Putra lebih mengutamakan Grace dari pada Zetta.

"Oh iya, sebentar ya, Ta... Nanti aku bantuin. Aku bawa masuk barangnya Grace dulu."

Zetta tersenyum pahit melihat kepergian Putra. "Semua aja ninggalin gue!"

Di villa itu terdapat tiga kamar yang setiap kamarnya bisa ditempati 4 sampai 5 orang. Mau tak mau Zetta terpaksa harus satu kamar dengan Grace.

Ketika memasuki kamarnya, Zetta langsung melemparkan diri ke atas kasur dengan tengkurap. Setelah itu disusul oleh Lucia yang melemparkan diri ke atas tubuh Zetta.

"Lucia! Lo keberatan dosa, anjir!"

Lucia lantas menggulingkan tubuhnya ke samping. "Lo kalo ngomong sembarangan banget sih, Zett! Gue udah diet nih!"

"Ya, lo diet badan doang, dosanya kagak!"

"Bacot lo, Zet... Baco lo... Kalau ngomong nggak pakai filter, anjir... Si paling suci."

Lucia mencibir ucapan Zetta, tapi setelahnya dia memejamkan mata untuk tidur. Perjalanan sekitar dua jam sangat melelahkan.

Jezlyn yang melihat tingkah dua temannya itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Sudah biasa.

"Zetta, Lucia.... Kalian gimana sih, kok malah tidur? Masak dulu, ayo... Ntar malem kita makan apa kalau nggak masak?" 

Jezlyn menggoyang-goyngkan Lucia dan Zetta bergantian. Namun, dua makhluk itu masih saja tidur dengan khitmat.

"Gofood lah gofood," jawab Lucia seraya menggeliatkan badannya. Begitu pun dengan Zetta.

"Nah... Itu dengerin kata Lucia. Go... food."

Mengharapkan dua perempuan malas itu bangun hanya membuang-buang waktu saja.

"Udah lah, Jez... Biarin mereka tidur. Capek mungkin habis perjalan. Aku bantuin deh masaknya."

Jezlyn hanya bisa menghela napas jenuh dan mengikuti ucapan Grace untuk memasak bersama Alice yang sudah menunggu di dapur. "Ya udah deh, ngurusin mereka berdua tambah bikin pusing."

Dia pun lantas meninggalkan Lucia dan Zetta berdua.

Ketika Alice, Jezlyn dan Gracia tengah sibuk memasak di dapur, Marcel tiba-tiba datang dengan kening yang berkerut.

"Loh, kok cuma bertiga yang masak? Yang dua kemana?"

"Zetta sama Lucia tidur," jawab Jezlyn dengan nada yang sedikit kesal.

"Kebiasaan emang sih Zetta. Dari dulu nggak berubah. Hobinya ngebo mulu."

"Udah lah, Cel.... Biarin aja. Kasihan. Mereka pasti capek habis perjalan. " Tiba-tiba Putra datang memberi pembelaan untuk Zetta. Dia juga tak lupa tersenyum manis dan mengusap ujung kepala Grace untuk memberi semangat pada tunangannya yang sedang memotong sayuran itu.

Apa boleh buat, Marcel tak bisa menghujat Zetta lagi ketika Putra sudah pasang badan.

Berbeda dengan Marcel dan Putra yang datang-datang membuat ribut, Excel justru langsung memegang pisau untuk turut andil memasak.

"Eh, lo mau ngapain?" Cegah Alice dengan spontan ketika Excel mengambil ayam untuk dia potong.

"Kalau masak jangan lelet-lelet! Kita di sini liburan buat menikmati alam, bukan menghabiskan waktu buat main masak-masakan."

Semua orang terngaga melihat kelincahan tangan Excel memotong ayam dalam waktu yang cukup singkat.

Bahkan tiga perempuan itu tak bisa apa-apa ketika Excel megambil alih pekerjaan mereka.

Sampai aroma masakan Excel tercium ke segala penjuru menggoda indra penciuman Lucia. Gadis itu pun tiba-tiba terbangun.

"Zet... Zetta, enak banget baunya. Makan dulu, yuk!"

Bukannya bangun, Zetta justru merengek. "Aaah... Lucia, ganggu mulu sih! Makan aja sendiri. Gue ngantuk banget."

"Nggak asik lo, Zet!" Mau bagaimana lagi, perut Lucia sudah keroncongan ditambah aroma masakan yang menggugah selera, terpaksa dia harus meninggalkan Zetta sendirian di kamar.

"Wih, enak nih keknya."

Lucia sudah melihat teman-temannya kumpul di meja makan. Hanya tinggal menungu dirinya dan Zetta saja.

"Zetta belum bangun, Lus?" tanya Putra dengan khawatir.

"Biasa, Zetta kalau ngebo suka lama. Mendingan kita makan dulu."

Namun, Putra terlihat keberatan dengan ajakan Lucia. "Bentar, gue bangunin Zetta dulu."

Melihat Putra hampir berdiri dari kursinya, Excel langsung mendahului. "Nggak perlu! Biar gue antar aja makanannya kemar. Dia nggak suka makan rame-rame."

Laki-laki berwajah datar itu pun lantas mengambil nasi dan lauk dalam piring untuk membawakannya pada Zetta.

Putra yang awalnya protectif dengan Zetta pun sedikit melunak melihat sikap manis Excel pada adik pura-puranya itu.

Berbeda lagi dengan Marcel, dia masih saja tidak bisa menerima fakta jika Excel jadian dengan Zetta. Tangan kekarnya mengepal di bawah meja dengan menatap nyalang pada Excel yang tak acuh padanya.

Ketika masuk ke dalam kamar Zetta, Excel melihat "pacarnya" yang tengah tidur itu dengan mencebik pelan. Meletakkan piring yang dia bawa ke atas nakas, lantas menyibak rambut yang menutupi wajah Zetta.

"Bangun dulu, Zetta... Waktunya makan, lo juga harus minum obat."

Zetta menggeliatkan tubuhnya dengan manja, namun enggan merespons ucapan Excel.

"Zetta...," panggil Excel sekali lagi dan hasilnya tetap sama. Zetta enggan menjawab.

"Terserah lo mau makan apa nggak, gue nggak mau liburan gue terganggu cuma karena ngurusin lo kalau sampai sakit."

Tanpa mau basa-basi lagi, akhirnya Excel meninggalkan Zetta sendirian di kamar.

Dan setelah Excel benar-benar pergi, gadis itu tiba-tiba membuka matanya.

"Nggak peka banget sih jadi cowok," gerutunya dengan picingan mata yang menyeramkan.

***

Karena sampai di villa sudah sore, mereka memilih istirahat dan melanjutkan kunjungan ke tempat wisata esok hari. Dan malam ini, mereka tengah sibuk bermain monopoli di ruang tengah.

Semua ikut bermain, kecuali Excel dan Grace. Excel tengah bermain gitar di ujung ruangan, sementara Grace membaca buku di sebelah Putra yang sibuk bermain bersama temannya. Dia menjadikan lengan kokoh Putra sebagai sandaran yang nyaman.

Excel sesekali melirik ke arah Zetta dan Grace bergantian. Namun, lebih sering melirik Grace. Bahkan sampai tak berkedip.

Bukan hanya wajahnya, tapi kebiasaan gadis itu sama seperti Sere, perempuan yang pernah dia cintai di masa lalu. "Andai lo masih ada, Re...."

"Jiakh! Korea Selatan! Gue mau beli hotel langsung. Duit gue banyak nih... Van, taruh hotelnya ke tanah gue. Gue jadi tuan tanah sekarang. Hahahaha. Kalian semua yang mampir ke tanah gue, wajib bayar!"

Vano mencebik dengan malas seraya meletakkan miniatur hotel ke tempat pemberhentian Zetta. Tak berubah seperti tiga tahun lalu, Zetta selalu menjadi pemenang di setiap permainan.

"Lo curang, Anjir!" protes Marcel dan diikuti teman-temannya yang lain.

"Tahu tuh, masa dari tadi yang bisa beli tanah lo doang?" sambung Nochole.

"Ih... apaan sih kalian? Jelas-jelas emang gue berhenti di situ kok. Kalian aja yang nggak bisa main. Ya kan, Put?" Meskipun tidak ada yang membela, Zetta tetap percaya diri. Dia masih Punya Putra yang otaknya masih netral. Laki-laki itu hanya mengangguk-angguk saja.

"Emang mainnya gitu, kan? Zetta curang dari mananya?"

Nah, kan... Zetta semakin tinggi hati karena mendapat pembelaan dari Putra.

"Tuh, denger... Kalau kalah ya kalah aja. Nggk usah denial. Kenyataan emang pahit guys.... Hahahhaha." Puas sekali Zetta menertawakan semua teman-temannya yang kalah, termasuk tiga gadis yang dia bawa jauh-jauh dari Jerman.

"Males gue main sama Zetta, dia mulu yang menang," keluh Lucia seraya merebahkan diri seenaknya dan tak tahu tempat.

Sebagai gentle man, Vano dengan sigap mengambil bantal sebelum kepala Lucia sampai ke lantai dan meletakkan jaket di paha gadis itu yang terekspos karena memakai hot pants. "Duh, Ayang... Kalau tidur jangan sembarangan, dong... Tuh, dilihatin Dave sama Nichole otak kfc."

"Modus, anjir!" Dave sangat tidak terima namanya jadi buruk di depan Lucia.

Dan yang menyebalkan lagi, Lucia justru melempar kembali jaket Vano dan duduk seperti semula. "Biasa... Namanya juga cewek cantik, gerak dikit doang bikin ketar-ketir," ucap Lucia seraya mengibaskan rambutnya.

"Huuek!"

Efek dari kepercayaan diri Lucia yang tinggi, Zetta, Alice dan Jezlyn pura-pura muntah. Untungnya, semua teman laki-laki Zetta justru meresponsnya dengan senyuman manis.

"Nggak papa kok, Lucia... Emang bener. Lanjutkan."

Namanya cewek good looking lah ya... Di mana-mana selalu dibela. Dengan catatan, tidak berlaku untuk Zetta.

Di tengah asiknya permainan mereka, tiba-tiba saja ada mobil yang ingin parkir di halaman villa mereka.

Dan ketika pemilik mobil itu keluar, Zetta langsung membelalakkan matanya, tapi Lucia justru tersenyum puas.

To be continue....

Duar duar duar!!!

Pasti gada yang nungguin kan...
Gpp aku update buat diri sendiri kok wkwkwk

Ehem...  Kalau kangen mau update dipercepat, bisa lah ya... spam komen yang banyak.

Bakal makin seru nih soalnya. Hubungan Excel sama Zetta udah dipucuk menara.

Mau putus apa terus?

See you next part  💞

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

6M 259K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
5.5M 373K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
1M 50.6K 67
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
ALZELVIN Av Diazepam

Tonårsromaner

4.4M 256K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...