Nona Boss Zetta

By Diahayu_Sn

54.6K 10.6K 5.5K

Seseorang pernah berjanji tidak akan meninggalkannya. Namun, ternyata janji itu hanya kebohongan indah semata... More

Prolog
1. Roses And The Sadness
2. Bad Boy to be a Sad Boy
3. Her Boyfriend?
4. Black Roses n Letters
5. First Day
6. Long Time No See
7. Meet Him
8. Can't Believe a Liar
9. Not Easy to Forget
10. Who Is She
11. De javu?
13. Still With You
14. Good Night, Princess
Visualisasi
15. Cool But Care
16. Love Never Lie
17. Killing Me
18. Still love her
19. What a Pitty

12. What Relationship?

2.1K 485 228
By Diahayu_Sn

_Maaf yang dia buktikan untuk membalas penghianatan bukan hanya kata, bahkan terlalu nyata sampai sulit untuk terima_

🌹

Zetta membuka pesan yang mengirimkan lokasi padanya. Titik itu berjarak 25 Km dari tempatnya saat ini. Tidak terlalu jauh, tapi berisiko jika mendatanginya malam-malam.

Tapi, rasa penasaran Zetta semakin menjadi-jadi. Gerak-geriknya terlihat gelisah dengan berjalan mondar-mondar sampai lupa kalau serum wajahnya belum diratakan.

"Ini siapa sih yang ngirim? Bikin orang kepo aja! Nggak tahu apa gue orangnya kepoan? Kalau beneran Black Angel, ke ujung dunia pun gue jabanin. Kalau ternyata cuma jebakan gimana coba?"

Zetta cukup trauma dengan penyanderaan Putra tiga tahun lalu yang memakan dua korban sampai meninggal dunia. Sere dan Black Angel.

Bibir tipisnya yang tak berhenti menggerutu itu tiba-tiba berhenti ketika ponselnya kembali bergetar. Dan lagi-lagi pesan dari Excel.

"Tidur, Zetta... Malem-malem jangan kelayaban."

Alis Zetta menyatu dengan otomatis. "Nih orang cenayang apa? Tahu aja pikiran gue."

Tapi, Zetta memilih untuk tidak membalasnya. Dia justru mematikan ponselnya dan bergegas naik ke ranjang. Menarik selimutnya hingga ke ujung kepala. Rasa kantuknya sudah berat, tapi matanya tak kunjung bisa terpejam.

***

Setelah pertemuan dengan teman-temannya di acara pertunangan Putra dan Grace semalam, Zetta benar-benar dibuat pusing bagaimana cara lepas dari mereka. Dia ingin hidup di Jerman tanpa satu pun bayang-bayang tentang Indonesia. Tapi, tidak bisa. Teman-temannya pasti terus mengikutinya sampai ujung dunia.

Siang itu Zetta dan ke tiga temannya di undang Putra untuk makan siang di basecamp. Bukan lagi angkringan Putra atau rumah tua. Tapi, di studio musik milik mereka yang juga disewakan. Tidak terlalu luas, hanya berukuran sekitar 10mx10m dengan tiga lantai.

Zetta dan ketiga temannya berjalan mengikuti Putra menaiki tangga menuju lantai 3 yang khusus mereka jadikan studio pribadi dan tempat berkumpul.

Dulu mereka adalah geng yang berjumlah lebih dari seratus orang, tapi kini semua berubah. Banyak yang merantau atau sibuk dengan kehidupan masing-masing. Yang tersisa hanya sekitar tiga puluhan orang saja. Tapi, yang paling dekat hanya mereka berlima.

Perkumpulan mereka bukan lagi sebuah geng urakan, melainkan perkumpulan anak muda yang produktif. Mulai dari pebisnis hingga kreator. Mereka mendapatkan modal dari Zetta. Setiap memenangkan balap mobil, gadis itu selalu mengumpulkan uangnya untuk masa depan geng. Tidak mau gengnya hanya kumpul-kumpul tidak jelas tanpa memberi manfaat.

Di dalam studio sudah ada Nichole, Dave, Vano dan Marcel yang menungu sambil memainkan alat musik. Nichole dengan gitar akustiknya, Dave dengan drum dan Vano dengan kecrekan andalannya.

Sementara Marcel, hanya tiduran di sofa menatap layar ponsel. Dari dulu kesibukannya hanya mengurusi kos-kosan putri di ponselnya.

Ketika Putra masuk bersama Zetta dan teman-temannya, raut wajah keempat laki-laki itu mendadak sumringah menyambut kedatangan mereka.

"Welcome home, Ladies...." Nichole melentangkan tangannya lebar-lebar seolah ingin memeluk gadis-gadis itu.

Matanya tak lepas memandangi Alice yang cantik dengan rambut pirang terurai.

"Selamat siang, Alice.... "

Dan benar saja, hanya Alice satu-satunya gadis yang disapa Nichole.

"Siang juga, Cahyo.... "

Nichole sektika mengerutkan kening, tapi wajahnya masih terus mengulas senyum manis.

"Kok Cahyo sih manggilnya, Ayang Nichole dong!"

Bibir Alice menahan untuk tertawa dan menutupinya dengan telapak tangan.

"Oh iya, sorry. Bukannya nama lo Nichole Cahyono? Gue ingetnya Cahyononya doang. Soalnya nama Nichole di Jerman pasaran. Kalau Cahyo kan eksklusif."

Dave dan Vano melepas tawanya dengan lebar. Puas sekali melihat wajah pias Nichole yang terlihat tidak puas dengan panggilan yang diberikan Alice padanya.

"Eksklusif anjir! Nama Cahyono di sini udah kek obralan, Mbak," sahut Dave dengan gelak tawa yang tidak bisa dikontrol dan Vano pun juga ikut-ikutan tertawa.

Nichole memelototkan matanya pada Dave dan Vano, tapi seketika memasang wajah ramah untuk kembali menatap Alice.

"Sebenernya nggak masalah sih kamu mau panggil apa aja. Cuma, Cahyo itu nama bapak aku. Jadi, manggilnya Nichole aja ya?"

"Oh, nama bapak lo? Oke, kalau gitu gue panggil Nichole."

"Nah, gitu kan lebih manis." Nichole langsung menjentikkan jemarinya menganggapi ucapan alice.

"Eh, kalian suka main alat musik ya?" tanya Jezlyn mengalihkan pembicaraan. Kali ini, Marcel yang pasang badan.

"Iya dong... Kami juga punya Band kok, namanya Rose Band."

"Wih, keren banget namanya?"

"Ehem ehem! Betewe, itu namanya dari nyokap gue."

Karena nama yang dia ciptakan dipuji Lucia, Vano jadi besar kepala. Laki-laki itu merapikan kerah jaketnya dengan percaya diri membuat Dave nyaris terpancing emosinya.

"Kita makan dulu deh, nanti habis makan baru main lagi. Kasihan yang cewek-cewek pasti belum sempet makan, kan?" Putra memang paling tahu, paling peka di setiap suasana.

Makan siang mereka pun tak mewah. Hanya nasi kucing dan pelengkapnya yang biasa mereka jual di angkringan. Bahkan, mereka juga duduk lesehan di atas karpet membuat suasana sederhana semakin menyatu.

"Maaf ya, Ta... Gue ngajakin lo sama temen-temen lo makan ginian. Sengaja, biar ada kesannya. Gue yakin kalian biasa kan makan-makanan mewah?" ujar Putra dengan lembut seraya mengambilkan makanan untuk Zetta.

"Santai aja kali, justru makanan yang kayak gini yang kita cari. Ya nggak guys?" Seperti biasa, Lucia yang paling responsif dan Jezlyn menganggukkan kepala menyetujuiya. Alice juga terlihat berselera sampai mulutnya penuh dengan makanan.

Sementara Zetta tidak bereaksi apa-apa. Dia hanya melihat makanannya dengan pikiran melang-lang buana. Dia tidak bisa sedekat dulu dengan Putra. Selain usaha melupakan traumanya, juga karena mereka berdua sudah memiliki pasangan masing-masing.

Putra hanya tersenyum tipis melihat Zetta yang memegang piring sambil melamun. Gadis itu memang tidak berubah, tapi bahagianya tak selepas dulu.

Tiba-tiba saja Putra berdiri meninggalkan ruangan itu dan tak lama kemudian kembali membawa semangkuk mie kuah dengan taburan bubuk cabai dan mengulurkannya pada Zetta.

"Kalau nggak suka sama makanannya nggak usah dimakan. Kasihan, ntar nasinya nangis kalau cuma diaduk-aduk mulu. Makan yang ini aja. Lo masih suka, kan?" ujar Putra seraya mengambil alih piring Zetta dan mengganti dengan mangkuk yang dia bawa.

Zetta menatap Putra dengan mematung. Tentu saja dia masih suka. Mie kuah buatan Putra yang rasanya mengalahkan spageti buatan chef di restoran papinya.

"Ah, elo Put... Masih ingat aja kesukaan gue."

Raut Zetta yang awalnya datar, tiba-tiba berubah antusias. Tapi, Putra masih merasa kalau Zetta hanya pura-pura.

Laki-laki itu hanya membalasnya dengan tersenyum dan mengusap rambut Zetta dengan lembut. "Makan yang banyak. Makin gede, bukannya tambah gemuk, ini malah tambah nyusut gini."

Benar yang diucapkan Putra. Bahkan, Zetta lebih berisi tiga tahun yang lalu. Sekarang memang semakin cantik, hanya saja tak sesegar dulu. Tulang selangkanya saja nyaris tercetak. Seolah hanya kulit yang membungkus tulang.

"Siang semuanya.... "

Atensi mereka beralih menatap sosok perempuan cantik memakai mini dress dengan kacamata hitam yang tiba-tiba datang dan berdiri di depan pintu.

"Wih, edan!" ucap Nichole melihat penampilan gadis itu yang glamour dan seksi.

"Lah, bininya putra?" Dave cukup tercengang dengan penampilan gadis itu. Tidak menyangka Putra mendapatkan pasangan yang... "Wadidaw".

Zetta hanya menatapnya dengan datar. Wajah Grace dan Sere memang mirip 75%. Tapi, secara penampilan dan tingkah laku sangat berbanding terbalik terbalik.

Putra langsung berdiri dan menghampirinya. "Grace, kok kamu tahu kalau aku ada di sini?"

Grace lantas merapikan kerah kemeja Putra dengan jemari lentiknya. "Kan, sebentar lagi aku jadi istri kamu. Ya sudah sewajarnya aku tahu di mana pun kamu berada."

Putra yang penuh perhatian itu langsung meraih jaket di atas sofa dan menyampirkan di bahu Grace. "Lain kali, kalau keluar bajunya jangan yang terbuka gini. Nanti kamu bisa masuk angin," ucapnya dengan lembut.

Grace menarik kedua ujung bibirnya dengan manis. "Baiklah, kalau itu permintaan kamu."

"Uhuk uhuk!" Marcel, Nichole, Dave dan Vano pura-pura tersedak melihat kemesraan Putra.

Sementara Jezlyn, Lucia dan Alice berjulid ria melalui lirikan mata. Kemistri mereka memang sangat kuat. Hanya melaui lirikan saja, sudah tahu apa yang dimaksud satu dengan lainnya.

Hanya Zetta lah yang satu-satu memutar bola mata. Dia terlihat tidak menyukai kedatangan Grace.

"Kamu udah makan?"

Pertanyaan Putra membuat Grace menggelengkan kepalanya dengan manja. "Belum. Aku mau mengajak kamu makan di luar."

"Nggak usah makan di luar. Kita makan di sini aja ya? Kamu pasti belum pernah ngerasain makanan kayak gini."

Pandangan Putra menuntun Grace untuk melihat nasi bungkus, mie goreng, telur balado, kering tempe, mendoan, ceker, kepala, sayap ayam, jeroan dll yang tersaji di tengah teman-temannya.

"Em... Okay, i think not so bad."

Putra tersenyum seraya menuntun Grace untuk duduk lesehan di sebelah Zetta. Raut wajah dua perempuan itu terlihat kontras. Grace dengan senyuman manisnya, sementara Zetta dengan wajah sinisnya.

Putra mengambil selimut di atas sofa untuk kenutupi paha Grace yang membuat empat teman lelakinya sempat meneguk ludah.

Belum juga mie yang diberikan Putra habis, tiba-tiba saja Zetta meletakkannya. "Oh iya, gue ada janji sama Excel. Gue balik duluan ya?"

Putra yang masih menyiapkan makanan untuk Grace seketika menghentikan gerakan tangannya dan menatap Zetta dengan kerutan di kening. Semakin yakin jika Zetta tak seperti dulu lagi.

"Habisin dulu makanannya, Ta.... "

"Gue udah kenyang, Put... Nanti sama Excel juga makan lagi."

Enggan mendengar apa pun dari teman-temannya, Zetta segera meraih slingbagnya dan melihat ke tiga teman gadisnya. "Guys, ntar kalian balik bertiga aja. Awas, jangan sampai kemakan tuh rayuan playboy-playboy cap kadal," sindir Zetta pada semua teman laki-lakinya.

"Weh... Sembarangan Nona Bos ngatain kita playboy cap kadal. Padahal Marcel doang mah yang kadal."

Nichole yang paling tidak terima dengan sindirian Zetta. Bahkan, dia berujar dengan mulut yang masih penuh makanan.

"Iya, Marcel doang yang kadal, lo bertiga buaya!"

"Astagfirullahaladzim...." Nichole, Dave dan Vano hanya bisa mengelus dada.

Dengan langkah kaki yang cepat, Zetta berjalan menuruni satu persatu anak tangga studio itu. "Sok mesra banget sama Putra. Semalem aja pegang-pegang tangan kanebo kering gue. Emang dasar Sere gadungan," gerutu Zetta tiada henti.

Untung saja tidak ada yang mendengar ucapannya yang kontroversial itu. Dia tidak pernah sebenci itu dengan perempuan. Tapi, ketika berhadapan dengan Grace, entah mengapa rasa benci itu datang secara naluriah.

"Ah, sabodo teing!"

Zetta berbohong. Dia tidak menemui Excel, dia justru berjalan keluar studio dan memesan taksi online.

Namun, ketika taksi yang dia tumpangi berhenti di lampu merah, tanpa sengaja Zetta melihat Alfa menyebrang jalan dengan wajah kusut seraya menenteng kantong kresek menuju sebuah bengkel.

Pikiran Zetta berputar mengingat pertemuan mereka semalam. Semalam laki-laki itu terlihat rapi dengan pakaian branded andalannya seperti tiga tahun lalu. Tapi, tiba-tiba berubah seperti montir dengan baju yang kotor terkena oli.

Cukup tidak menyangka kalau Alfa jatuh miskin. Zetta juga menutup mata dan telinga tentang kehidupan kelurga Danendra. Dia tidak tahu kabar mereka sekarang seperti apa.

Keluarga Danendra bukan keluarga yang kaya mendadak. Kekayaan mereka sudah turun -temurun. Kalau pun jatuh minskin, mungkin tak seekstream itu.

Sampai tak terasa taksi yang dia tumpangi berhenti di depan sebuah restoran mewah The Bramas'to. Restoran milik keluarganya yang dikelola orang kepercayaan mereka.

"Sudah sampai, Non." Sopir taksi itu menyadarkan lamunan Zetta.

"Oh iya, makasih ya, Pak...."

"Sama-sama, Non... Jangan lupa bintang lima ya."

"Ship." Zetta mengacungkan ibu jarinya seraya keluar dari taksi itu.

Di rooftop restoran itu Zetta berdiri menepi dengan menumpukan tangannya pada tralis pembatas. Mengdongakkan kepala menatap langit yang terlihat cerah.

Tempat kesukaannya masih belum berubah. Di mana pun itu asalkan bisa menatap langit luas tanpa penghalang apa pun.

Dia lelah selalu menghindar dari ketakutannya. Dia ingin benar-benar sembuh tanpa ada bayang-bayang yang menyeramkan itu lagi. Dia juga ingin bangun dari mimpi buruknya kehilangan sosok Black Angel.

Dia masih berharap, kematian Black Angel itu tak nyata. Di masih ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama laki-laki misterius itu. Bahkan, Excel saja tak cukup bisa menggantikannya.

Penghianatannya masih jelas terlihat, tapi kehilangannya jauh lebih membekas. Dia tak menyangka, jatuh cinta bisa semenyakitkan itu.

Tiba-tiba saja tangan lebar menutup kedua matanya dari belakang. Gadis itu cukup terperanjat, sampai akhirnya orang itu bersuara.

"Masih ngambek?"

Zetta tidak asing dengan suara itu. Iya, siapa lagi kalau bukan Excel. Kanebo keringnya yang suka mengatur hidupnya sekarang.

"Lepas, Cel!" ujar Zetta seraya menarik tangan Excel.

Excel lantas melepas tangannya dari mata Zetta dan memojokkannya.

"Gimana? Udahan ngambeknya?"

"Lo ngapain sih kayak gini? Geli tahu nggak!"

"Mood lo hari ini jelek. Pasti semalam nggak minum obat, kan?"

"Sotoy banget sih jadi orang. Terserah gue lah mau minum obat apa nggak. Mau jungkir balik juga terserah gue."

Excel turut menepi dengan menumpakan tangannya pada tralis. "Kan 'katanya' kita pacaran? Wajar dong gue perhatian sama lo."

"Masalahnya lo perhatiannya ngeselin, Cel!" ujar Zetta seraya menyandarkan punggungnya di tralis dengan bersedekap dada. Menghela napas lelah lantas menekuk bibirnya.

"Lo udah ketemu Alfa kembali. Perasaan lo nggak berubah kan?"

"Emang lo tahu perasaan gue?"

"Beberapa orang kadang nggak menyadari perasaannya sendiri. Lo hampir tunangan dengan Alfa. Bukan berarti nggak punya perasaan sama sekali, kan?"

"Gue udah lupa gimana caranya jatuh cinta lagi, Cel... Bahkan, yang gue inget cuma luka yang mereka kasih. Gue nggak tahu salah gue apa, tapi mereka dengan mudahnya matahin hati gue. Seburuk itu gue di mata mereka sampai lebih milih perempuan lain?"

"Gimana kalau keadaan yang menuntut mereka buat lakuin itu semua? Lo tahu sendiri, Vincent nggak bisa sama lo karena dijodohkan dengan Dokter Crystal. Dan Alfa, dia mungkin bodoh karena berlagak jadi pahlawan untuk bunuh diri. Tapi, lo nggak tahu apa yang dipikirkan Alfa saat dia memutuskan buat batalin pertunangan kalian."

"Pada intinya gue bukan prioritas, kan?"

"Kalau lo bukan prioritas, apa gunanya nyawa yang dia korbankan buat lo?"

Mereka berdua sama-sama teridam. Hanya mendengar suara kendaraan lalu lalang di bawah sana dan hembusan angin yang menerbangkan tiap helai rambut Zetta yang terurai.

Mata Zetta spontan berkaca-kaca mendengar penuturan Excel. Dia menggigit bibirnya untuk menahan air matanya yang nyaris jatuh.

Namun gagal. Air mata itu jatuh juga di pipinya. Dengan cepat Zetta menghapusnya dan berusaha tegar.

"Gue kadang bingung sama diri gue sendiri, Cel... Gue benci banget sama dia. Tapi, di sisi lain gue nggak bisa berhenti mencintai dia. Maaf yang dia buktikan untuk membalas penghianatannya bukan cuma kata, bahkan terlalu nyata sampai sulit buat gue terima."

Excel berdiri menghadap Zetta. Tangannya terangkat untuk menghapus air mata gadis itu dengan ibu jarinya.

"Gue nggak bisa nyuruh lo berhenti nangis, kan? Kalau itu yang lo butuhkan, lakukan! Selama masih ada gue yang bersedia menghapusnya."

"Cel.... "

"Hm?"

"Hubungan kita selama ini apa?"

To be continue....

DUAR!!!!

Hayo, yang ikutan kepo juga sama hubungan mereka absen dulu!

Yang sebel sama Grace juga absen dong!

keknya hatersnya makin makin nih wkwkwk


Vote dan komen juga nggak perlu diingetin. Biar makin semangat buat Update.


Dah, itu aja.

Yang mau silaturrahmi lebih lanjut bisa ke ig-ku. Dm kek, apa kek

See you next part 💞

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 123K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
613K 29.5K 46
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
412K 5K 22
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
6.1M 262K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...