Nona Boss Zetta

By Diahayu_Sn

54.6K 10.6K 5.5K

Seseorang pernah berjanji tidak akan meninggalkannya. Namun, ternyata janji itu hanya kebohongan indah semata... More

Prolog
1. Roses And The Sadness
2. Bad Boy to be a Sad Boy
3. Her Boyfriend?
4. Black Roses n Letters
5. First Day
6. Long Time No See
7. Meet Him
9. Not Easy to Forget
10. Who Is She
11. De javu?
12. What Relationship?
13. Still With You
14. Good Night, Princess
Visualisasi
15. Cool But Care
16. Love Never Lie
17. Killing Me
18. Still love her
19. What a Pitty

8. Can't Believe a Liar

2.6K 517 168
By Diahayu_Sn

_Terlalu sakit untuk dikenang, tapi juga terlalu indah untuk dilupakan. Kenangan manis bersamanya ternyata hanyalah tinggal angan._

🌹

Malam itu Zetta keluar dengan memakai celana jeans hitam dan hoodie hitam menutupi kepalanya. Berjalan menuju sebuah rumah yang jauh dari pemukiman warga. Rumah bangunan Belanda berwarna putih dengan banyak daun-daun kering dan tanaman liar di sekitar. Zetta memberanikan diri berjalan mendekat, hingga sampai di depan pintu merasakan angin yang berembus kencang di tengkuknya. Mencoba tak peduli, gadis itu membuka telapak tangannya dan menatap sebuah kunci berbentuk huruf Z.

Kunci itu dia dapat dari dalam kotak hitam yang diberikan Excel untuknya ketika meberi kabar tentang kematian Vincent. Selain kunci, di dalam kotak itu berisi bunga mawar merah dan banyak lukisan yang menggabarkan Zetta.

Semua yang berhubungan dengan Vincent selalu identik dengannya hingga membuatnya semakin yakin kalau hati Vincent memang untuknya meskipun laki-laki itu hampir menikah dengan wanita lain.

Zetta membuka pintu rumah itu dengan sangat berhati-hati. Di dalamnya sama seperti rumah bangunan Belanda pada umumnya. Namun, ada sebuah ruangan yang membuatnya berbeda.

Zetta berjalan memasuki ruangan itu dan menekan sebuah tombol di sebelah rak buku, hingga sensor sidik jari tiba-tiba keluar dari samping rak.

Dengan mudah Zetta mampu membuat rak itu bergeser hanya menggunakan sidik jarinya. Ya, Vincent sudah memprogram rumah itu dengan sidik jarinya dan sidik jari Zetta. Sekali lagi, semua yang berhubungan dengannya harus menyangkut Zetta.

Zetta memasuki ruangan di balik rak itu dan menutupnya kembali.

Melihat ruangan remang-remang dengan lampu white warm yang temaram tak pernah padam bertahun-tahun lamanya. Sudah lama Zetta tak mengunjungi tempat itu. Ruang rahasia Vincent di mana dia menyimpan semua harta fisik dan senjatanya.

Zetta tidak pernah tahu apa sebenarnya pekerjaan Vincent. Wajar jika dia mengira laki-laki itu mafia lantaran semua tentangnya sangat rahasia. Tapi, sampai kini jawaban sebenarnya belum dia temukan.

Zetta berjalan menuju sebuah papan besar yang tertutup kain putih. Dulu, Vincent tidak pernah memperbolehkannya melihat itu. Tapi, Zetta nekat. Dia membuka kain penutup itu dan terbelak ketika melihat lukisan yang sangat sempurna menggambarkan dirinya.

Lukisan seorag gadis bergaun hitam yang memegang sebuah lentera di tengah hutan yang dipenuhi mawar. Bibirnya terseyum, namun matanya berkaca. Kakinya menapak tanah tanpa alas kaki dan menginjak patahan ranting hingga berdarah.

Zetta menyentuh lukisan itu dan wajahnya bergantian. "Apa gue secantik itu?"

Gadis itu berkaca-kaca melihat lukisan dirinya. Semakin sulit dia melupakan laki-laki romantis seperti Vincent yang seluruh hidupnya hanya untuk dirinya.

"Kenapa kita nggak bisa bersama, Black Angel? I miss you so...."

Ketika tangannya meraba lukisan itu ternyata di baliknya masih ada lukisan lagi. Ketika membukanya Zetta semakin tak bisa membendung air mata.

Vincent melukis dirinya sendiri dan Zetta yang tengah memakai gaun pengantin. Laki-laki itu tak pernah main-main mencintai Zetta.

"I wanna marry you." Zetta bahkan juga secinta itu dengan Vincent.

Tak menyia-nyiakan waktu, Zetta bergegas menggeledah ruangan itu untuk mencari semua tentang kematian Vincent. Tidak mungkin laki-laki sekuat dia mati begitu saja.

Sampai akhirnya Zetta menemukan buku tebal bersampul hitam dari dalam laci. Dengan cepat membukanya dan berharap bisa menemukan pentunjuk di sana.

Tapi, tidak ada. Semua di buku itu hanya berisi tentangnya. Seolah Vincent tak lelah menulis semua tentang gadis kesayangannya. Bahkan dia juga mencatat rencana pernikahannya dengan Zetta.

Harusnya, di malam tragedi itu dia melamar Zetta sesuai dengan tanggal yang dia rencanakan. Namun, takdir berkehendak lain, Tuhan tak mengizinkannya bersatu dengan Zetta di dunia.

Sampai di suatu kalimat membuat Zetta semakin tak bisa melupakannya.

"Dia tidak hanya cantik, tapi yang tercantik. Bukan karena dia cantik aku mencintainya, tapi karena aku mencintainya dia terlihat sempurna." Di akhiri dengan sketsa wajah Zetta.

Zetta mendekap buku itu dan terduduk di lantai dengan bersandar di meja Vincent. Memejamkan matanya untuk sejenak terlelap bersama kenangan manis laki-laki pemilik tahta tertinggi di hatinya.

Terkadang, pada akhirnya sebuah lagu bisa sedetail itu mewakili perasaan. Sama seperti perasaan Zetta pada Vincent. Laki-laki itu, terlalu sakit untuk dikenang, tapi terlalu indah untuk dilupakan. Kenangan manis bersamanya hanyalah tinggal angan saja.

Bahkan, laki-laki seromantis itu saja berakhir meninggalkannya. Lantas, siapa lagi yang akan dia percaya untuk memegang erat hatinya. Atau lebih baik tetap hidup meski tanpa cinta dari seorang pria?

Tiba-tiba cahaya terang menyinari segala penjuru ruangan itu. Namun, tak sedikit pun membuat Zetta membuka matanya. Hingga suara derap langkah kaki sayup-sayup terdengar mendekat.

"Kau tertidur di sini, Mawar kecilku?"

Zetta perlahan membuka matanya mendengar suara lembut yang membuatnya terbangun. Matanya terbelalak melihat laki-laki gagah berlutut di depannya seraya memegang bahunya.

"Black Angel?"

Laki-laki itu terlihat khawatir menatap wajah sayu Zetta.

"Wajahmu lelah sekali, kenapa memaksa untuk mencariku?"

"Gue nggak bisa hidup tanpa lo, Black Angel. Please... Lo kembali. I miss you."

"Kau harus selalu bahagia meski tanpaku."

"Tapi, gue cuma bisa bahagia sama lo! Gue nggak bisa ngelawan ketakutan itu sendiri. Gue nggak mau minum obat-obatan itu. Gue butuh lo, Black Angel... I need you right now."

Air mata Zetta meluruh tiada henti. Dia menatap wajah Vincent dengan samar-samar dan merasakan dua ibu jari mengusap bawah matanya.

"Air matamu membuatku sakit. Tolong, jangan menangis seperti ini."

"Lebih sakit mana dari pada gue yang percaya kalau lo nggak akan ninggalin gue? Lebih sakit mana dari pada gue yang lihat langsung lo ciuman sama dokter sialan itu? Lebih sakit mana dari pada gue yang sekarang sendirian? Lebih sakit mana dari pada gue yang nunggu lo selama bertahun-tahun hanya bisa lihat lo lewat mimpi?

Apa yang harus gue lakuin biar lo kembali? Gue janji, Black Angel... Gue janji nggak akan manja lagi! Gue janji nggak akan balapan lagi! Gue juga janji nggak akan berhubungan dengan laki-laki mana pun. Gue sayang sama lo. And i... I really love you more than my life."

Bahu Zetta semakin bergetar hebat. Menatap Vincent dengan tatapan memohon.

"Hey, Zetta... Tanpa kau melakukan apa pun, aku sudah terlanjur mencintaimu lebih dulu. Dan aku akan menjadi orang terakhir jika harus berhenti mencintaimu."

"Bagaimana gue percaya kalau lo ninggalin gue kayak gini? Lo selalu nyakitin gue. Lo selalu bikin gue nangis. Itu yang lo bilang cinta? Your love is bulshit!"

Vincent menundukkan kepala dengan penuh penyesalan. Setelan yang dia kenakan selalu rapi, namun darah di bahu kirinya tak pernah mengering. Matanya memerah dengan tangan terkepal kuat membuat Zetta terenyuh.

"Bahkan, untuk mencintaimu saja harus sesulit ini."

Ego yang dibangun Zetta dengan kokoh, runtuh begitu saja mendengar pengakuan Vincent. Sedalam itu cintanya. Mereka saling mencintai, hanya keadaan yang mengharuskan mereka berakhir dengan perpisahan abadi.

"Black Angel...."

Panggilan lembut Zetta membuat Vincent perlahan mendongak dan kenatap netra coklat milik gadis kesayangannya itu.

"Maaf... Semua salah gue. Kalau gue nggak bodoh malam itu, lo nggak akan relain nyawa buat gue dan gue nggak akan kehilangan lo kayak gini. Tapi, gue juga nggak bisa biarin Putra mati di tangan Draco. Dia kehilangan Bu Maya juga gara-gara gue."

Tangan kekar Vincent merayap menyentuh jemari lentik Zetta yang meremas bajunya.

"Semua ini bukan kesalahanmu. Tidak ada yang bisa disalahkan karena semua yang terjadi sudah menjadi hukum alam. Bagaimana pun caranya meninggalkan, garis takdir yang bisa memutuskan."

Tiba-tiba Zetta memeluk Vincent dengan erat membuat laki-laki itu hampir terdorong ke belakang. Tak biasanya Zetta memeluknya tanpa izin. Bahkan, biasanya dia minta untuk dipeluk.

"Bagaimana pun caranya, jangan tinggalin gue! Gue nggak mau! Gue mau menikah sama lo kayak di lukisan itu. Kita punya anak-anak yang lucu dan tua bersama sampai maut memisahkan. Dan kita... Kita akan kembali dipertemukan di keabadian. Lo mau, kan?"

Vincent membalas pelukan Zetta dengan erat. Tangan kekarnya memegang punggung mungil Zetta yang bergetar hebat. Dan dengan penuh kasih sayang mengecup kepala gadis itu yang tertutup rambut.

"Aku harus pergi, Sayang.... "

Zetta terbelak seketika mendengar panggilan Vincent untuknya. Mawar kecil atau Lady Rose yang selalu diucapkan Vincent juga panggilan sayang untuknya, tapi panggilan yang baru saja dia ucapkan, seolah menegaskan hubungan mereka yang selalu terlihat abstrak.

"Sa-Sayang? Lo panggil gue Sayang? Artinya kita balikan, kan?"

Zetta semakin tak mau melepas Vincent. Bahkan dia menempelkan telinganya di dada laki-laki itu yang tak terdengar detakannya.

"Jangan pergi! Ayo, ayo, Black Angel! Lo harus pulang sama gue. Kita nikah besok pagi, atau kalau bisa malam ini juga. Papi... Papi pasti restuin. Iya, Papi pasti restuin. Papi selalu nurutin kemauan gue. Papi nggak akan marah." Zetta sangat takut kehilangannya lagi.

Dia berusaha keras meyakinkan Vincent, padahal dia tahu Papinya tidak menyukai laki-laki itu.

"Maaf, Zetta... Tapi, waktuku sudah habis."

"Nggak! Jangan bilang gitu! Lo harus pulang sama gue!"

Tubuh Vincent semakin memudar dalam dekapan Zetta dan pelukannya pun semakin lama semakin dingin. "Maafkan aku."

"Nggak! Black Angel, jangan tinggalin gue!"

"Black Angel!"

"Black Angel!"

"Black Angel!"

Zetta membuka matanya dengan napas memburu. Tangannya masih memeluk buku bersampul hitam milik Vincent. Lagi-lagi pertemuannya hanya mimpi.

Pertemuannya memang tak nyata, tapi air mata dan sakit yang dia rasakan terlalu nyata.

***

Pagi itu Zetta kembali ke apartemen Alice dengan wajah yang sangat pucat. Berjalan dengan gontai melewati lorong sepi sampai akhirnya terbelalak ketika melihat Excel berdiri di depan apartemen Alice.

"Lo ngapain ke sini? Mau selingkuh?"

Excel bersedekap menatap Zetta dengan tajam, tapi tak membuat gadis itu takut. Hanya saja merasa sedikit bersalah dalam benaknya.

"Yang harusnya nanya itu gue. Lo kemana semalem? Selingkuh?"

"Ya terserah gue mau selingkuh apa enggak. Kenapa emang? Cemburu?"

Zettak langsung menekan kombinasi angka pada apartemen Alice dan masuk diiringi Excel di belakangnya.

Tidak ada orang sama sekali di sana karena sudah pergi untuk mempersiapkan show Alice malam nanti.

Excel menarik lengan Zetta sampai kening gadis itu membentur dadanya.

"Lo belum jawab pertanyaan gue. Semalem lo ke mana?"

"Apa sih, Cel! Bukan urusan lo juga."

"Urusan lo juga urusan gue. Bokaplo udah nitipin lo ke gue, Zetta. Kalau sampai terjadi apa-apa sama lo, gue yang bertanggung jawab!"

"Ya udah, lo tinggal bilang aja ke Papi kalau lo nyerah sama gue. Lagian dibayar berapa sih buat ngawasin gue selama 24 jam? Gue bukan buronan!"

"Jangan aneh-aneh, Zetta! Lo mau hidup di rumah sakit jiwa?"

"Gue nggak gila!"

"Terus, kapan lo bisa lupain Vincent?"

Jantung Zetta seolah berhenti berdetak mendengar nama itu. Excel telah kembali membuka lukanya bahkan belum sempat dia tutup.

"Sampai mati gue nggak bakal lupain dia! Harusnya bukan lo yang sekarang sama gue! Tapi, dia. Lo nggak tahu apa yang udah gue lalui sama dia. Nggak ada apa-apanya dari pada yang lo lakuin!" Zetta lantas menghepaskan tangan Excel dan berjalan memasuki kamarnya.

Membanting pintu dengan keras dan disusul suara lain dari dalam.

Excel terbelalak mendengar suara kedua itu dan langsung membuka pintu kamar Zetta yang tidak dikunci.

Mulutnya berdecak pelan melihat Zetta terkapar di lantai. Tak ada hujan tak ada angin, gadis itu pingsan begitu saja.

Dengan hati-hati Excel mengangkatnya ke atas ranjang. Bahkan juga bersedia membukakan sepatunya dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Memandangi sejenak wajah gadis itu yang sangat pucat seperti tidak tidur seharian.

Tangannya menyentuh kening Zetta dan mengembuskan napas lega karena beruntung gadis itu tidak demam. Excel lantas mengambil tangan Zetta dari dalam selimut. Jemari-jemari lentik itu memutih seolah tak ada darah yang mengalir. Dengan hati-hati Excel menggenggamnya.

"Lo nggak capek kayak gini terus, Ta?"

Excel tak lagi mengenal Zetta tiga lalu. Zetta yang selalu berpura-pura kuat dan seolah tahan banting. Ya, Excel tahu dulu Zetta hanya berpura-pura kuat. Dia memang mantan ketua geng, tapi tidak jago berkelahi. Dia hanya memikirkan cara untuk menghidar dan mencari kelemahan lawan. Dia akui, tenaganya tak cukup kuat untuk menyerang. Untuk itu dia memaksimalkan sekecil apa pun peluang.

Excel lantas meraih minyak angin di atas nakas dan medekatkan ke hidung Zetta. Tangannya juga mengusap ubun-ubun Zetta dengan lembut sampai kelopak mata gadis itu begerak dan perlahan membuka matanya.

"Excel...."

"Hm.... "

"Kepala gue sakit banget."

Dengan sigap Excel mencari obat-obatan Zetta di dalam laci. Dan meraih air yang selalu Zetta sediakan di atas nakas.

"Minum dulu." Excel membantu Zetta untuk duduk dan menyuapkan obat itu padanya.

"Nggak usah pergi ke acaranya Alice!"

"Apaan sih, ngelarang-ngelarang! Gue juga nggak butuh lo anter!"

Excel mendengus dengan pasrah. Akan sulit untuk menyuruh gadis itu menurut. "Kalau lo tiba-tiba pingsan di sana, lo nggak kasihan Alice yang repot?"

"Lo sebenernya kasihan ke gue apa ke Alice sih?"

"Zetta...."

"Gue nggak mau debat sama lo, Cel! Gue tahu gue bakal kalah lawan batu kayak lo. Tapi, Please... Biarin gue pergi kali ini. Gue ke sini buat liburan, bukan cuma buat tiduran di kamar!"

Sekeras apa pun usaha Excel, dia tidak akan bisa menang melawan ego Zetta. Zetta perempuan dominan. Semakin dilarang, semakin dia berontak. Dia masih punya akal untuk memikirkan mana yang perlu dia lakukan mana yang tidak. Untuk itu Excel memilih solusi lain.

Tangan kekar Excel menyibak rambut Zetta yang berantakan menutupi wajah cantiknya.

"Oke, terserah lo aja. Gue nggak bakal bisa larang lo, kan?"

Zetta menatap Excel yang masih sibuk merapikan rambutnya.

"Cel.... "

"Hm?"

"Kalau kita mati, bisa nggak ya kita nanti dipertemukan dengan orang yang kita cintai di kehidupan selanjutnya?"

"Emang lo yakin sama-sama masuk surga?"

Mello drama yang dimainkan Zetta langsung berubah menjadi komedi yang tidak lucu. Excel benar-benar mudah sekali mempermainkan moodnya.

"Gue nggak sedosa itu ya, Cel!"

Excel masih memasang wajah datarnya. "Nggak usah mikirin hal yang belum pasti. Masih banyak hal yang lo perlu lakukan di dunia ini. Lo masih punya banyak tanggung jawab sampai antrian lo tiba."

Iya, benar yang dikatakan Excel. Masa depan adalah misteri yang tidak bisa ditebak alurnya. Kadang Zetta memang butuh laki-laki yang realistis untuk dia yang terlalu banyak berhayal.

Zetta lantas merebahkan kembali tubuhnya dan menarik selimut.

"Gue tidur dulu deh, ntar sore mau make up."

"Panggil MUA-nya ke sini!"

"Gue udah janjian ke sana!"

"Kalau gitu gue anter."

"Ih, apaan? Nggak usah! Gue lama."

"Gue tungguin!"

"Nggak mau Excel! Gue nggak suka kalau dandan ditungguin!"

Excek akhirnya hanya bisa mengela napas pasrah. "Ya udah, kalau udah selesai lo telepon gue."

"Kita bawa mobil sendiri-sendiri!"

"Lo nggak boleh nyetir, Zetta!"

"Boleh, asal lo nggak ngadu aja ke Papi!"

"Tapi, gue juga nggak bolehin!"

Perdebatan itu membuat Zetta kembali duduk dan menatap Excel dengan tajam.

"Apaan sih, Cel! Jangan toxic deh! Gue nggak suka. Gue juga nggak ngelarang lo mau ngapain aja!"

"Belajar lagi bedain toxic sama protect."

Seketika Zetta mengerucutkan bibirnya.

***

Malam ini Alfa dan Kean sudah rapi dengan outfit kekinian yang membuat mereka terkesan seperti cowok-cowok hits mas kini. Alfa dengan jaket jenas hitamnya dan Kean dengan jaket kanvas armynya. Duduk di sebuah kafe berhadapan dengan seorang gadis cantik berponi.

Seperti rencana Alfa dan Kean sebelumnya, mereka mencoba mengajak Lucia bekerja sama untuk mengorek informasi tentang Zetta.

Baru saja beberapa menit bertemu, Lucia tak berkedip menatap Alfa dengan senyuman genit yang menjadi kebiasaanya menggoda laki-laki di mana pun.

"Cowok... kiw kiw! Jutek amat mukanya?" Lucia sudah beraksi mengeluarkan jurus maut andalannya pada Alfa. Dia menggoda laki-laki itu dengan mengerlingkan mata.

Sementara itu Kean melihat Lucia dengan wajah yang gundah gulana. "Ehem ehem!" Batuk pura-pura Kean membuat Lucia mengalihkan atensinya.

"Kenalin, gue Kean. Pemilik showroom mobil mewah di kota ini."

"Oh, oke. Hay, Kean... Kalau nama gue pasti udah tahu, kan?"

"Ya tahu, dong! Kan gue subcriber setia lo. Gue udah like semua video lo, gue share, gue komen sampai jadi top komen."

"Keren keren... Mak lo pasti bangga, Nak."

Hanya dipuji seperti itu saja Kean sudah terbang tinggi melayang di angkasa. Gayanya merapikan kerah kemeja dengan sombong layaknya emak-emak yang baru ambil bansos dari kecamatan.

"Ah, itu nggak seberapa dari pada perjuangan lo yang merelakan seluruh jiwa raga demi menghibur gue."

Dalam hati Lucia tertawa kencang hingga seluruh dunia mendengar. Dia bukan sukarelawan yang dengan baiknya membagikan konten, tentu saja alasannya karena uang.

"Kalau yang satunya?" Lucia menaik-naikkan alisnya mengode Kean agar memanggil Alfa.

"Oh, ini Alfa. Karyawan kesayangan gue."

Alfa mengerutkan keningnya dengan heran. Sama-sama karyawan bisa-bisanya Kean melambung untuk meroket.

"Ooo... Alfa? Subscriber gue juga?"

Kaga, anjir! Ya kali gue subscribe youtuber modelan cabe-cabean gini, batin Alfa.

Meskipun tak ada respon dari Alfa, Lucia tetap antusias menatapnya dan mengajaknya bicara.

"Lo punya channel youtube? Atau ig? Kalau nggak gitu tik-tok lah. Gue follow nih."

Wajah Kean semakin terlihat memerah dan berkali-kali minum tanpa jeda. "Ya elah, Lucia... Di sini juga ada ang ganteng, malah dianggurin!"

"Lo juga ganteng sih... Cuma, gue suka aja sama cowok yang jutek-jutek gitu. Bawaannya pengen bawa ke kamar."

"Astagfirullah, Lucia... Bapaklo denger!"

"Ih, apaa sih? Iya, gue percaya lo ganteng, tapi lebih ganteng lagi kalau lo diem!"

Dan seketika Kean diam seolah anjing yang menurut pada majikannya.

Lucia adalah satu dari sekian ribu gadis yang menggoda Alfa terang-terangan. Tapi, tak satu pun dari mereka mampu membuat seorang Alfa berpaling dari Zetta.

Alfa memutar matanya seraya menelengkan kepala. Namun, tiba-tiba matanya terbelalak ketika melihat ke luar jendela ada perempuan mirip dengan Zetta. Dengan memakai jaket hitam dan sepatu boot.

Tak banyak pikir Alfa benranjak meninggalkan Kean dan Lucia.
"Eh, mau kemana lo, Fa? Belum selesai nih!"

"Lo urus dulu, gue ada urusan lain."

Alfa berlari mengejarnya, namun terlambat. Gadis itu sudah memasuki mobil dan melaju dengan cepat.

Tak mau kehilangan jejaknya, Alfa bergegas menuju mobil sport putih yang dia pinjam dari bosnya untuk bergaya bersama Kean di depan Lucia.

To be continue....

Gk update seminggu rasanya dah kek tujuh hari 😂

Part ini diketik 2500 kata lebih, kalau masih kurang panjang kebangetan.
Minta langsung ditamatin kayaknya

Btw kalian tim mana nih?

Suka narasi yg banyak
Atau
Dialognya yang banyak

Males ah, kalau gk banyak yg komen

Pokoknya aku tunggu vote dan komen kalian

See you next part 💞

Continue Reading

You'll Also Like

5.1M 378K 53
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
658K 48.3K 31
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
2.4M 141K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
6.1M 262K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...