Nona Boss Zetta

Oleh Diahayu_Sn

54.6K 10.6K 5.5K

Seseorang pernah berjanji tidak akan meninggalkannya. Namun, ternyata janji itu hanya kebohongan indah semata... Lebih Banyak

Prolog
2. Bad Boy to be a Sad Boy
3. Her Boyfriend?
4. Black Roses n Letters
5. First Day
6. Long Time No See
7. Meet Him
8. Can't Believe a Liar
9. Not Easy to Forget
10. Who Is She
11. De javu?
12. What Relationship?
13. Still With You
14. Good Night, Princess
Visualisasi
15. Cool But Care
16. Love Never Lie
17. Killing Me
18. Still love her
19. What a Pitty

1. Roses And The Sadness

3.9K 690 116
Oleh Diahayu_Sn

_Yang dirindukan dari sebuah kisah cinta bukan hanya dengan siapa-nya, tapi bagaimana kenangan-nya_

🌹

9 malam waktu Jerman

Dari balkon penthouse lantai 70 Zetta menatap gemerlap lampu gedung-gedung tinggi yang menyala dengan menawan di tengah kegelapan malam. Rambut hitam kecokelatannya yang panjang menjuntai hingga pinggang berkibar pelan seiring tiupan angin malam.

Gadis itu mendekap jas hitam seorang pria seraya menyentuh cincin yang melingkar di jari manisnya. Tatapannya kosong dengan mata berkaca-kaca. Membiarkannya hingga kering tertiup angin.

"Liar!" ucapnya dengan sangat pelan. Bahkan mungkin dia tak sadar mengatakannya.

Tak berselang lama derap langkah kaki mendekati tak membuatnya berubah posisi. Gadis itu tetap bertahan tanpa mengacuhkannya.

"Zetta."

Zetta perlahan memutar kepala dan melihat seorang laki-laki dengan raut wajah dingin berdiri di depan pintu.

"Excel?"

Laki-laki itu melepas jasnya dan menyampirkan pada bahu Zetta layaknya adegan romantis dalam film-film.

"Udah sering gue bilang, jangan lama-lama di balkon! Lo lupa tinggal di lantai berapa?" ucap laki-laki itu dengan nada datar tanpa ekspresi apa pun.

"Bawel banget sih! Lagi nyari angin juga," protes Zetta seraya merapatkan jasnya. Dia akui udara malam itu sangat dingin. Bahkan membuat bibirnya sedikit bergetar, tapi masih saja mengelak.

"Mau sampai kapan lo nggak bisa lupain dia?"

Zetta menatap Excel dengan kerutan di kening. Itu kata-kata yang paling tidak dia suka sekali pun Excel mengatakannya dengan nada biasa saja.

"Gue punya otak fungsinya untuk mengingat, bukan melupakan," jawab Zetta dengan nada sinis.

"Percuma, dia nggak akan kembali."

"Dia abang lo, Cel! Kenapa lo ngomong gitu?" Zetta menatap Excel dengan mata terbelalak, namun dengan santai Excel yang awalnya menatap langit, membalas tatapannya tanpa ekspresi apa pun. Datar, biasa saja dan tenang.

"Siapa pun dia, kalau Tuhan berkehendak, kita bisa apa?"

"Nggak! Gue yakin Vincent pasti kembali! Dia kembali, Cel! Dia janji bakal jagain gue!"

"Jangan terlalu berharap kalau nggak mau terluka."

Zetta tersungut-sungut mendengar setiap penuturan yang keluar dari mulut laki-laki tanpa ekspresi itu. "Lo kenapa sih selalu patahin harapan gue? Dan kenapa lo sekarang selalu ada di dekat gue? Harusnya Vincent yang ada sama gue, bukan lo!"

Seolah tak peduli dengan makian Zetta, Excel justru mengangkat tangannya untuk menyentuh ujung mata gadis itu dengan ibu jari. "Jangan nangis! Vincent pernah bilang, dia nggak suka lihat lo nangis."

Zetta yakin tidak ada jejak air mata di sana. Tapi, kenapa Excel bisa tahu kalau dia baru saja menangis? Spontan Zetta menepis tangan Excel dan menunjuk dada laki-laki itu. "Nggak usah sok perhatian! Lo bukan Black Angel gue!"

Lagi-lagi Excel tak meresponsnya dengan ekspresi apa pun. Dia hanya menurunkan tangannya dan mebalas tatapan tajam Zetta.

"Gue memang bukan Black Angel lo."

****

Pagi itu Zetta membuka mata seraya menguap lebar. Matanya seketika membulat melihat bouquet mawar merah berada di sebelahnya. "Oh My Gosh!" Gadis itu memekik kegirangan dan langsung bangkit dari tidurnya.

Bagaikan memenangkan lotre di tanggal tua, dia memeluk bouquet besar itu dengan girangnya.

Namun, kebahagiaannya tak berlangsung lama seiring kedatangan laki-laki berwajah datar memasuki kamarnya. Laki-laki itu merebut bouquet bunga Zetta dan menarik tangannya untuk segera bangkit.

"Nggak usah banyak halu! Itu bukan dari Vincent!" Excel tahu, setiap mendapat kiriman bunga, Zetta pasti menganggap itu kiriman dari Vincent. Padahal laki-laki itu sudah mati.

"Cel! Lo ngeselin banget sih! Siniin nggak bunganya!" Ketika Zetta berusaha merebut kembali, Excel sengaja menjauhkannya.

"Udah siang dan lo harus siap-siap kuliah. Gue tunggu di meja makan!"

"Bentar, lima menit lagi."

"Kebiasaan di Indonesia jangan di bawa-bawa ke sini!"

"Lah, kok ngatur?"

"Kalau lo nggak mau nurut ya terserah, tinggal gue kasih tahu ke orang tua lo, kalau anak manja mereka masih belum sembuh."

Zetta berdecak kesal. Laki-laki kanebo kering itu sangat menyebalkan. Kalau dulu tidak ada yang berani mengaturnya, sekarang, mau tidak mau mantan Nona Bosnya Falconer itu harus menuruti Excel karena tidak mau dikirim ke rumah sakit jiwa.

Ya, rumah sakit jiwa. Mereka takut Zetta belum sepenuhnya lepas dari halusinasi terhadap mantan kekasihnya yang bernama Vincent, atau kerap dia panggil dengan sebutan Black Angel.

"Sumpah ya, Cel! Lo tuh nyebelin banget!"

Excel hanya mengendikkan bahunya dan meninggalkan kamar Zetta seraya membawa bouquet bunga itu.

Setelah siap dengan outfit sweater crop cream dan kulot jeansnya, Zetta meraih slingbag hitam dan berlarian menuruni satu persatu anak tangga.

Di meja makan sudah ada keluarga lengkapnya dan Excel yang menunggu untuk sarapan.

"Morning, Mi, Pi, Grandpa, Grandma," sapa Zetta pada keluarganya, lantas menarik kursi untuk turut duduk di sebelah Excel yang berhadapan dengan mami papinya.

Meskipun tinggal di Jerman, mereka tetap menggunakan bahasa Indonesia. Hanya dengan orang-orang tertentu saja mereka menggunakan bahasa Jerman, atau tekadang juga bahasa Inggris.

"Kok, nggak nyapa Excel?" protes wanita paruh baya yang duduk di hadapan Zetta. Maminya yang super judes, untung cantiknya mirip Song Hye Kyo.

Zetta memutar mata. Maminya selalu saja memprotes tentang apa pun kesalahan yang dia lakukan. Kalau dijawab, urusannya bisa sepanjang pipa rucika. Maka dari itu Zetta memilih menuruti isyaratnya.

"Pagi, Cel," ucap Zetta dengan malas. Tanpa sedikit pun melirik ke arah lawan bicaranya.

"Pagi." Dan untungnya, Excel masih mau menjawab. Sekali lagi, dengan datar. Tanpa ekspresi apa pun.

Feral, papi Zetta berdecak melihat sikap anak gadisnya pada Excel. "Yang sopan, Zetta...."

"Ih, Papi! Ini kan udah sopan."

"Excel, jangan mau dikontrol sama anak manja ini! Kalau macam-macam, jitak saja kepalanya," ucap Feral pada Excel.

"Papi!" Zetta kembali protes dengan pelototan mata tajam. Dia tak mengerti, kenapa orang tuanya sangat percaya pada Excel. Sedangkan dengan Vincent, mantan kekasihnya yang dulu benci sekali. Padahal mereka kakak beradik.

Meja makan yang harusnya diisi dengan ketenangan dan menikmati santapan, menjadi arena adu mulut bagi keluarga Brama. Terutama Zetta dan Papinya. Anak dan ayah itu tidak ada yang mau kalah satu sama lain. Tapi, jika sang mami turun tangan, tidak ada yang berani membantah. Sementara grandpa dan grandmanya hanya menjadi penonton.

****

Seperti biasa, setiap hari Zetta harus dikawal Excel kemana pun dia pergi. Bahkan ke kampus sekali pun. Kebetulan juga Excel memilih kampus yang sama dengannya.

Ketika jadwal kuliahnya usai, gadis itu mengelilingi kampus untuk mencari keberdaan sosok Excel. Tidak disangka-sangka dia tengah berdiri di depan ruang musik  dikerumuni tiga gadis cantik yang tengah menggodanya.

Satu gadis berambut pendek dengan poni yang menutup kening, satu berambut pirang seperti Rapunzel, dan satu lagi, gadis berambut hitam dan memakai kaca mata hitam.

"Hei hei hei! Apaan nih godain cowok gue! Nggak tahu apa pawangnya di sini?" tegur Zetta dengan tiba-tiba menarik Excel.

Zetta berbicara dengan bahasa Indonesia karena mereka juga orang asli Indonesia dan ada yang berdarah campuran Jerman. Mereka dipertemukan ketika mengikuti kelas Bahasa Jerman. Bisa dikatakan mereka bestie, tapi Zetta tidak mengakui lantaran kelakuan mereka yang sering memalukan. Padahal dia sendiri lebih parah.

Ketiga gadis itu memutar mata dengan malas melihat kedatangan Zetta yang seperti pahlawan kesiangan.

"Gue nggak percaya kalau dia cowok lo," ucap seorang gadis berkaca mata hitam dengan nada meledek.

"Lo mau percaya apa nggak, bukan urusan gue," jawab Zetta dengan tak acuh.

"Dasar bucin!" ledek seorang gadis berponi.

"You better shut up, Lucia! Bilang aja lo jomlo," kesal Zetta pada temannya itu.

Teman-temannya sangat suka meledek, tapi Zetta tidak pernah mau kalah. Dia selalu membalas sampai mereka hilang kata.

"Yuk, Honey, kita pulang. Ntar lo digodain terus sama nih cabe-cabean."

Zetta menggandeng lengan Excel membuat ketiga temannya ingin muntah.

"Pacar apa tuh manggilnya lo-gue?" sindir Lucia lagi. Dia memang paling semangat meledek Zetta.

"Elah... segala panggilan aja lo permasalahin." Zetta segera mendorong Excel untuk pergi dari tempat itu.

"Dah ya, guys... Gue pulang dulu, bye!"

Ketika sampai di garasi, tiba-tiba Zetta menarik jaket Excel yang ingin membuka pintu mobil. "Biar gue yang nyetir!"

Dengan santainya Excel membalik badannya dan menatap Zetta dengan datar. "Lo nggak punya SIM."

Wajah menyebalkan Excel itu membuat Zetta mengerucutkan bibirnya. "Tapi, gue lebih jago nyetir dari pada lo."

"Pengakuan tanpa adanya bukti yang konkrit itu namanya hoax," ucap Excel dengan mengabaikan Zetta dan masuk ke dalam mobil.

Sumpah! Rasanya Zetta ingin mencakar muka kanebo kering itu.

Dulu, Zetta adalah ketua geng yang terkenal sebagai ratu jalanan dengan keahlian mengemudinya. Tapi, sekarang gelar itu seolah lenyap di mata Excel.

"Itu kan karena Papi nggak ngizinin gue punya SIM. Coba aja kalau gue punya SIM, udah jadi pembalap gue."

Enggan menanggapi ucapan Zetta lagi, Excel segera membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.

lagi-lagi Zetta kalah julid dengan Excel. Dia berjalan ke sebelah kiri mobil dengan bibir yang tertekuk sebal. Tapi, ketika menundukkan kepala dia melihat setangkai mawar hitam jatuh di bawah mobilnya. Dengan cepat dia mengambilnya dan memasukkan ke dalam tas.

Di dalam mobil Excel masih dian menatap Zetta yang memasang sabuk pengaman.

"Apa liatin gue kayak gitu? Dah, ayo jalan!"

Excel masih diam sampai Zetta duduk dengan nyaman. "Apa yang lo sembunyiin dari gue?"

To be continue....

Sorry jika kalian menemukan typo atau kalimat tidak nyambung karena aku ngeditnya setengah sadar.

Jangan lupa Vote dan komen aku tunggu  😄

Mau dilanjut kapan nih?

See you next part 💞

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

880K 87K 48
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.3M 123K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
2.4M 141K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
801K 41.5K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...