Ni Juu San~23~Twenty Three

680 71 23
                                    

☠️☠️☠️

"Sudah … jangan sungkan-sungkan. Makan saja, aku memasak lumayan banyak hari ini," ujar Bellemere setelah memberikan sepiring roti selai pada Sanji setelah tadi mengenalkan diri dan beramah-tamah layaknya tuan tumah pada tamu. Hanya sepotong roti, namun mampu membuat Sanji mengulas senyum dan mulai makan meskipun sebelum berangkat tadi, ia sudah sarapan di rumah. Ini termasuk salah satu cara Sanji menghargai wanita. Setua, seburuk, maupun sejelek apapun perempuan, Sanji tidak akan pernah membeda-bedakannya. Sifat womanizer-nya memang nomor 1 di dunia. Apalagi melihat Bellemere yang langsung mengingatkannya pada Sora, sang Ibu. Bagaimana bisa ia tidak berlaku baik?

Nami yang berdiri bersandar di dinding lorong menuju ruang makan, memutar bola mata jengah. Kejengahannya meliputi dua hal, pertama soal Sanji yang dilihatnya sok akrab dengan sang Ibu, kedua soal omong besar Bellemere mengenai ia yang masak banyak padahal hanya menyajikan roti selai. Basa-basi? Cuih, terlalu basi.

"Nami! Kenapa masih berdiri disana? Ayo duduk disini," Bellemere menepuk kursi meja makan di sampingnya.

Sesaat setelah memejamkan kedua matanya karena bingung harus mengatakan sesuatu agar Sanji tidak berlama-lama di rumahnya, ia berjalan menuju kursi dan duduk disana dengan raut malas. Sanji tersenyum menatapnya.

"Hmm ... jadi, Sanji, kau teman sekelas Nami?" Bellemere bertanya sambil mengaduk jus jeruk. Ah, bukan jus jeruk. Itu air perasan jeruk yang diberi sesendok teh gula.

"Are? Nee, tidak, Obaa~chan. Saya dan Nami~san berbeda jurusan." ucap Sanji diakhiri dengan tersenyum. Nami mengernyit kesal. Laki-laki ini, kenapa tidak henti-hentinya melampirkan senyum pada wajahnya?

Bellemere membulatkan mulutnya dan manggut-manggut. "Tidak usah terlalu formal begitu, Sanji," kata Bellemere agar Sanji mengubah kata 'saya' menjadi 'aku'.

"nee, jadi, kalian berteman dekat meski berbeda jurusan?" lanjutnya bertanya seraya menyodorkan segelas air perasan jeruk yang sudah diberi gula—yang dari tadi diaduk olehnya—pada Sanji. Sanji menerimanya dengan senang hati.

Belum sempat Sanji mengiyakan pertanyaan Bellemere, Nami segera menyela, "tidak. Kami tidak dekat." sangkalnya.

Wanita berambut ungu itu menaikkan sebelah alisnya, "bukan teman dekat?"

"Iya." ucap Nami sekali lagi. Ia tidak suka jika harus dikatakan sebagai teman dekat laki-laki berambut pirang yang terkenal sebagai penakluk hati wanita karena sifat mengutamakan perempuannya itu. Belum lagi, ia juga teringat dengan perempuan bernama serupa salah satu hidangan dessert yang dirasanya memiliki status 'pasti' dengan Sanji. Mau jadi perusak hubungan? Huh! Sama sekali bukan Nami.

"Sanji?" Bellemere mengubah tatapannya ke arah Sanji sambil menyulut rokok miliknya. Lebih baik ia bertanya juga pada orang yang dikaitkan dalam pembicaraan ini.

Sanji sempat terpaku sejenak kala melihat Bellemere menyulut rokok dengan pemantik api. "Ah, iya … Obaa~chan. Nami~san memang benar, namun, akhir-akhir ini kami sedikit dekat." jelas Sanji.

"Ralat, dua hari terakhir ini karena Sanji~kun pernah mengantarku pulang ke rumah dan juga berangkat sekolah kemarin," imbuh Nami. Benar, 'kan? Ia dan Sanji sedikit dekat dua hari ini. Itupun karena Sanji yang selalu menawarkan tumpangan berangkat dan pulang padanya ketika Nami benar-benar terdesak harus pulang tanpa Nojiko. Bagaimana Nami mau menolak, jika menumpang pulang pada Sanji gratis ketimbang menaiki angkutan umum?

Bellemere yang mendengar selaan Nami, tersenyum jahil. "Nami, coba ulangi cara memanggilmu pada Sanji?" pinta Bellemere.

"Sanji~kun …" Nami dengan santai menyahut. Bellemere tersenyum miring. Sanji hanya bisa mengedipkan mata, bingung. Memang sejak pertama berkenalan, Nami sudah memanggilnya seperti itu, dan dia senang-senang saja.

One Piece Senior High School Where stories live. Discover now