Ni Juu Ichi~21~Twenty One

633 66 9
                                    

☠️☠️☠️

Dapur Apartemen Koala ( 4. 30 am. )

"Kembalilah ke rumahmu!"

"Eh, kasar sekali..."

Koala menghentikan kegiatan memasaknya, berbalik lantas berkacak pinggang. 'Tidak tahu diri!' itulah yang ada di pikirannya. Sebuah kalimat yang tepat untuk menggambarkan laki-laki mabuk sialan yang tadi malam dibawa Lindbergh ke apartemennya. Betapa tidak beruntungnya Koala kemarin. Sebelum tidur saja Koala yang biasa tinggal sendiri, perlu mengunci pintu kamar terlebih dahulu.

"Pulanglah, atau pergilah ke rumah Lindbergh. Semua akan sulit kalau ada tetanggaku yang melihatmu." ucap Koala dengan nada datar. Tentu saja sejak tadi malam gadis itu cemas. Mau dianggap apa dia oleh para tetangganya jika membawa laki-laki ke apartemennya, menginap pula. Kalau bukan karena dulu ia 'berhutang nyawa' pada Lindbergh, pasti ia tidak mau menerima Karasu. Semalam saat menemui lelaki itu, kepalanya sangat pusing dan membuatnya sedikit tidak bisa berpikir jernih. Bahkan ia hanya mengiyakan saja ketika Lindbergh berkata, "sudah ya, aku tinggal. Jaa nee,"

Terdengar gumaman tidak jelas dari Karasu.

Koala berdecak lantas berkata, "kalau ingin berkata jelek tentangku, bicara yang keras!" Koala berbalik lalu kembali memasak.

"Maaf, speakerku tiba-tiba mati." sahut Karasu.

"H-hah?" tanya Koala bingung. Gadis bersurai pendek itu menghentikan kegiatannya lagi.

"Iya, speakerku barusan mati."

Koala mengernyit keheranan. "Speaker apa?"

"Speaker yang bisa membuat orang lain mendengar suaraku,"

☠️☠️☠️

8 jam yang lalu ...

"Ah ... ini lama sekali ..." desah Nami. Ia sangat benci menunggu dan juga orang yang tidak membayar hutang (?). Memangnya siapa yang tidak benci menunggu? Kegiatan yang begitu melelahkan. Perasaan menjadi tidak tenang karena terus berharap-harap cemas. Ditambah cuaca yang sangat dingin karena hujan belum juga berhenti, membuat Nami sedari tadi mengeluh dan merutuk.

Robin dengan santai menyahuti, "bersabarlah, Nami."

"Huuhh, ini sudah jam sembilan malam, Robin."

Robin tidak menjawab dan kembali menekuri layar ponselnya.

"Coba kau telepon supir taksinya. Mungkin dia tersesat,"

"Ara~, tersesat? Sepertinya, supir taksi itu Zoro," canda Robin lantas terkekeh.

"Yang benar? Si hijau itu merangkap sebagai supir taksi?" tanya Nami terkejut.

"tidak ... aku hanya bercanda ..."

Nami memutar bola mata malas. "Benar-benar, deh."

Drrtt ... Drrtt ... Drrtt ...

Nomor tidak dikenal tertera di layar ponsel Robin. Robin segera menggeser icon telepon hijau pada layar ponselnya. "Ya? Halo?"

"Malam. Ya ... Ah, begitu. Tidak apa-apa, pak."

"Tidak apa, saya bisa mencari taksi lain. Iya, terima kasih banyak. Selamat malam." Robin menggeser icon merah dan mengakhiri panggilan telepon.

"Barusan itu, supir taksinya?" tanya Nami.

Robin mengangguk, "mobilnya tipe sedan sehingga terendam banjir dan mogok. Aku akan mencari pengemudi lain." kata Robin seraya men-scroll layar ponselnya.

One Piece Senior High School Where stories live. Discover now