[39] Berjarak

44 6 11
                                    

"Hal yang paling saya benci dalam suatu hubungan adalah ketika saya merasa dikekang."

-NovaLea-

-NovaLea-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Udah lengkap semua, Val?" tanya Gibran ketika mereka sudah keluar dari apotek dengan satu kantong plastik putih berukuran cukup besar.

"Udah, Gib. Thanks ya udah bantuin," jawab Valea seraya tersenyum.

Gibran mengangguk. "Sama-sama. Mau langsung pulang?"

Valea melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya kemudian membalas, "langsung pulang aja,"

"Gak akan beli makan atau minum dulu?"

"Gak usah, belum terlalu lapar ini," jawab Valea sambil terkekeh. Sebenarnya, dari sepulang sekolah perutnya sudah bunyi-bunyi sampai terasa cukup perih. Tapi, ia tahan karena ingin cepat sampai rumah dan menelpon Nova untuk memastikan bahwa lelaki itu baik-baik saja.

Gibran hanya tersenyum getir ketika Valea menolak tawarannya. Jika boleh jujur, sampai saat inipun ia masih mengangumi gadis di sampingnya. Nyatanya, menghilangkan rasa suka dan kagum itu tidak semudah ekspektasi.

Gibran menaiki motornya, disusul oleh Valea.

"Rumah lo dimana?" tanya Gibran sambil memakai helmnya.

"Angkasa Residence. Tau kan?" jawab Valea memberitahu.

Gibran mengangguk kemudian menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.

"Sorry ya, Gib, gue jadi ngerepotin. Tapi, gue pasti kasih imbalan kok," ucap Valea di tengah heningnya suasana.

Gibran terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa sih, Val. Gue ikhlas kok, gak usah ada imbalannya segala,"

"Gue traktir makan, gimana? Kebetulan deket rumah gue ada tukang mie ayam," tawar Valea dengan nada sedikit memaksa.

"Ya udah deh kalo lo maksa," jawab Gibran seolah pasrah.

"Halah! Denger traktiran aja langsung mau," cibir Valea sambil berdecak.

Gibran hanya terkekeh. Valea itu terlalu menggemaskan, apalagi dengan wajah yang terlalu imut untuk ukuran seusianya. Bisa dibilang wajah Valea itu baby face.

Keheningan kembali menyapa. Semilir angin membelai wajah dengan lembut.

Valea menatap sekitar. Benar kata Rifki, tempat ini memang sepi, tidak ada kendaraan umum yang berlalu lalang, hanya ada beberapa mobil dan motor yang melintas. Jalanannya juga belum sebagus jalanan yang biasa ia lintasi, masih banyak lubang-lubang besar yang mengganggu kenyamanan pengendara.

NovaLeaWhere stories live. Discover now