BAB 12

2K 193 6
                                    

"Lo sudah nyiapin semua materi lo, Ver? Sumpah deh kok gue merasa Kayak mau nganterin lo sidang skripsi, sih?" tanya Yurina yang pagi ini akan mengantarkannya ke Tjahja Persada.

"Sudah semua kok," jawab Veronica ketika mereka sudah akan memasuki kompleks perkantoran milik Tjahja Persada ini.

Ia seharusnya tidak terkejut karena dari apa yang diberitahukan oleh Yurina, perusahaan ini memiliki banyak anak perusahaan namun semuanya berada di kompleks gedung ini. Jadi, bisa di katakan kalau Tjahja Persada memiliki semua lahan ini untuk semua anak perusahaannya.

"Ini perusahaan milik keluarga Darmandira. Arold Darmandira yang memulai bisnis ini dan sekarang perusahaan ini dipegang oleh Garen Darmandira yang sebentar lagi akan menyerahkannya ke anaknya, Erren Darmandira."

Darmandira? Berarti ini adalah perusahaan milik keluarga Ariana?

"Ajeea Darmandira, yang mengundang lo ke pesta pernikahannya beberapa minggu lagi adalah anak Garen Darmandira," kata Yurina lagi membuat Veronica menganggukkan kepalanya.

Berarti Ariana adalah istri dari Arold Darmandira. Ia mengingatkan dirinya sendiri kalau ia harus bertanya lebih banyak kepada Ariana tentang keluarganya.

"Tadi gue sudah ditelepon oleh sekretarisnya Erren dan dia bilang kalau Dia sudah nunggu di lobi utama. Di mana ya? Banyak banget gedung-gedungnya," kata Yurina sambil mencari gedung utama perusahaan ini.

Saking besarnya, jalan di kompleks ini memiliki traffic light sendiri.

"Itu kali ya? Yang itu paling besar gedungnya," kata Yurina sambil memutar mobil mereka ke tempat yang ia tuju. Bahkan untuk mencari lobi utama saja membutuhkan waktu lima belas menit untuk memutari kompleks ini.

"Lo turun duluan ya. Gue mau parkir."

"Lo gak ikut?" tanya Veronica bingung karena biasanya, Yurina akan mengikutinya ke mana pun.

"Enggak. Nanti Pak Louis yang akan bantuin lo. Oh iya, Ver. Hati-hati. Gue denger-denger, Erren Darmandira itu orangnya kapitalis. Jangan sampai lo dikendalikan. Fighting!"

Veronica mendengus dan menepuk tangan Yurina yang teracung ke arahnya lalu segera keluar dari mobilnya. Hari ini ia menggunakan baju formal. Blouse putih polos dan rok pensil hitam yang melekat sempurna di tubuhnya.

Ia memakai baju formal karena ia pikir, tidak sopan jika ia memakai dress ke dalam kantor ini untuk bertemu dengan pimpinan perusahaannya. Dan seperti yang dikatakan oleh Yurina, ia merasa kalau dirinya akan menghadiri sidang skripsi.

Mobil yang dikendarai oleh Yurina sudah pergi dan ia menyadari kalau apa yang dikatakan oleh Yurina ada benarnya. Gedung ini sangat besar dan mendominasi, membuatnya merasa gugup padahal ia sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun.

Ia menarik napas dan melangkahkan kakinya, mengatakan kepada dirinya sendiri kalau jika ia tidak setuju dengan kontrak ini, ia bisa menolaknya karena belum ada kesepakatan di antara ia dan perusahaan ini.

Ia menaiki sekitar lima anak tangga untuk menuju ke pintu lobi.

Diperhatikannya semua orang yang berada di sini, sangat rapih dan tergesa-gesa. Sistem di perusahaan ini pasti sangat ketat.

"Selamat pagi."

Veronica menoleh dan mendapati seorang laki-laki yang mungki usianya hampir empat puluh tahun berjalan ke arahnya.

"Ya?" kata Veronica.

"Nona Veronica Liam?" tanya laki-laki itu. Veronica mengangguk dan lelaki itu tersenyum. "Saya Louis, orang yang akan membawa anda ke ruangan Pak Erren."

"Oh, ya. Saya Veronica Liam," kata Veronica lalu menerima jabatan tangan Louis. Louis mengajaknya untuk memasuki sebuah lift yang letaknya bebeda dari lift lainnya. Mungkin ini adalah lift khusus yang hanya digunakan oleh orang-orang yang berkepentingan. Setelah beberapa lama diam dan menunggu, akhirnya pintu lift membuka dan menampakkan sebuah lantai gedung yang sangat besar.

Ia dapat melihat sebuah ruangan kaca yang di dalamnya seperti sebuah kantor. Di atas mejanya tertulis nama Louis sebagai sekretaris. Baiklah, berarti itu adalah ruang kerja Louis. Ia mengikuti langkah Louis yang membawanya ke sebuah pintu hitam besar dan terlihat sangat kokoh.

"Silakan masuk," kata Louis lagi. Ia yakin kalau ini adalah ruangan si manusia kapitalis yang Yurina maksudkan.

"Pak Erren sedang melakukan video conference di ruangan yang lain dan lima menit lagi beliau akan kembali. Apa Anda ingin meminum sesuatu?" tanya Louis lagi, membuat Veronica tersadar dari lamunannya.

"Oh, um.. air putih saja, please," jawabnya. Louis mengangguk dan meninggalkannya sendirian di ruangan yang sangat besar ini, membuatnya kembali merasa gugup dan takut.

Semua barang di ruangan ini berwarna hitam dengan dinding yang berwarna abu-abu gelap, mengingatkan Veronica akan satu kata, membosankan. Pasti laki-laki kapitalis itu adalah laki-laki yang sangat membosankan. Tadi apa yang Louis katakan? Sedang menghadiri video conference? Di waktu sepagi ini?

Apakah orang itu tidak memiliki kehidupan lain selain kantor? Ia berpikir, pasti kekasih atau mungkin istrinya sangat sebal dengan manusia kapitalis ini.

Atau mungkin, dia belum memiliki keluarga? Karena setahunya, orang seperti itu adalah jenis orang yang menjdikan kantor sebagai Istrinya.

Cepat-cepat Veronica menghentikan pikirannya. Ia tidak ingin memberikan kesan buruk dalam pikirannya terhadap calon rekan kerjanya.

Louis kembali ke ruangan ini sambil membawakannya segelas air putih. Lalu Veronica bertanya, "Maaf Pak Louis, apakah nanti saya hanya akan mempresentasikan materi saya kepada Pak Erren?"

"Sebenarnya, Anda harus mempresentasikannya ke pimpinan beberapa depatemen tetapi karena Pak Erren akan segera pergi ke Raja Ampat sekitar satu jam lagi, maka Anda harus mempresentasikannya kepada Pak Erren terlebih dahulu."

Manusia yang sangat sibuk, pikir Veronica.

"Jadi saya hanya memiliki waktu kurang dari satu jam untuk mempresentasikannya kepada Pak Erren?"

Louis mengangguk, "Saya harap Anda bisa menggunakan waktu itu untuk menyampaikan apa yang ingin anda sampaikan."

Veronica mengangguk.

"Pak Erren sangat menyukai presentasi yang ringkas dan mudah."

Lagi-lagi Veronica menganggukkan kepalanya.

Setelahnya, Louis kembali meninggalkan Veronica. Lima menit terasa begitu lama untuknya. Ia kembali menatap ke sekitarnya dan tidak menyadari kalau orang yang ia tunggu-tunggu sudah memasuki ruangannya.

÷÷÷

A/N: Maaf ya di part sebelumnya kedikitaaaannn. Tapi semoga parti ini bisa mengganti kekurangannya💖

EVERLASTINGWhere stories live. Discover now