BAB 23

1.8K 178 20
                                    

Malam harinya, Erren sudah berada di sebuah restoran pinggir pantai Sanur yang selalu tenang. Ombak di pantai ini selalu tenang, tidak seperti ombak di pantai Kuta yang biasa menjadi tujuan berselancar karena ombaknya yang besar. Dan karena itulah, Erren memilih tempat ini untuk menjadi lokasi hotelnya. Ia menyukai tempat yang sangat tenang ini.

Ia meletakkan ponselnya saat seorang wanita datang dan duduk di kursi yang ada di hadapannya. “Sorry lama nunggu. Tadi aku habis video call dengan tim marketing Prancis.”

“Kamu tidak mengabari aku kalau kamu di Bali,” kata Erren yang paham tentang pekerjaan Yashita yang terkadang mengharuskannya melakukan panggilan online dengan induk perusahaan majalah ELLE yang ada di Paris dan harus menyesuaikan dengan waktu mereka.

“Kan sekarang aku sudah kasih tahu kamu,” jawab Yashita sambil tertawa. “Lagian aku di sini untuk kerja, bukan menghabiskan waktu luang kayak kamu.”

Erren ikut tersenyum, Yashita tidak akan pernah  menyetujui betapa sibuknya ia sekarang ini. Yashita tidak mau memikirkan kalau ia adalah orang yang sangat sibuk dan memiliki segalanya karena Yashita pernah mengatakan, jika ia mempercayai semua itu, ia tidak akan pernah mau berteman dengan Erren lagi.

“Tapi kamu terlihat banyak pikiran, memangnya bos Tjahja Persada sedang sangat pusing sekarang?” tanya Yashita.

Meskipun orang akan selalu menganggap raut wajah Erren tidak pernah berubah, namun Yashita tahu kalau Erren sedang menutupi sesuatu darinya. Ia mengenal Erren dengan sangat baik selama tiga tahun ini dan bisa membedakan berbagai raut dingin pada wajahnya.

Suasana restoran ini cukup sepi, mungkin karena sekarang adalah hari kerja dan Erren sangat bersyukur akan hal itu. Ia adalah orang yang sangat membutuhkan privasi setiap ingin mengatakan hal-hal penting meskipun dari orang asing sekalipun.

“Apa kamu masih bertemu dengan laki-laki brengsek itu?” tanya Erren.

“Ya. Aku masih bertemu dengan laki-laki brengsek yang sangat aku cintai itu.”

Erren menatap wajah Yashita. “Apa kamu tidak ingat yang sudah pernah dia lakukan tiga tahun yang lalu?”

“Apa yang kamu lihat tiga tahun yang lalu, itu gak bener, Erren. Aku yang memegang tangannya untuk mencekik aku karena aku gak mau dia pergi.”

“Aku lebih percaya dengan apa yang aku lihat,” jawab Erren.

Bagi semua orang, mungkin hubungan Yashita dan Erren adalah kisah romantis yang akan semua orang inginkan namun sebenarnya, Erren menganggap Yashita seperti adiknya sendiri.

“Kamu kenapa?” tanya Yashita yang tidak ingin Erren terus membicarakan dirinya.

“Aku menemukan dia.”

Tidak perlu waktu lama bagi Yashita untuk memahami tiga kata yang diucapkan oleh Erren karena hanya ada satu dia dalam hidup Erren selama ini. Ia menatap Erren yang sama sekali tidak menunjukkan reaksi bahagia. Setidaknya Erren bisa lega karena akhirnya mereka bertemu namun ia tidak mengerti dengan sikap Erren sekarang.

“Tapi kenapa kamu gak terlihat bahagia?” tanya Yashita.

Erren menganggukkan kepalanya dan meminum anggur yang sudah dituangkan ke gelasnya. “Dia sama sekali tidak bahagia ketika melihat aku. Dia bersikap seolah kami tidak saling mengenal di pertemuan pertama dan aku baru mengetahui kalau kami ternyata sudah memiliki anak dari pertemuan yang tidak di sengaja. Dia bahkan tidak ingin aku bertemu dengan anak aku, Yashita.”

Bagi Erren, sangat penting untuk menyimpan semua yang ia rasakan namun tidak untuk Yashita. Ia memerlukan Yashita ada di sebelahnya bahkan untuk hal-hal pribadi dalam hidupnya. Yashita sudah benar-benar terbiasa untuk dirinya.

EVERLASTINGWo Geschichten leben. Entdecke jetzt