BAB 13

2K 213 9
                                    

Erren Darmandira sudah sangat terbiasa dengan kesibukan, bahkan ia sama sekali tidak terkejut jika pada pagi hari ia harus menyelesaikan banyak hal.  Ia baru saja menyelesaikan video conference dengan pemerintah Sarawak tentang kerjasama pembangunan Tol dan seharusnya sekarang ia sudah akan bersiap untuk terbang dengan jet pribadinya ke Raja Ampat, untuk meninjau hotel yang akan segera selesai.

Erren akan menghabiskan waktu selama satu minggu di Raja Ampat dan karena itu, sebelum ia pergi, ia harus menyelesaikan satu hal.

“Veronica Liam sudah menunggu di ruangan Anda, Pak,” kata Louis ketika sekretarisnya itu berjalan ke arahnya.

“Anda sudah mengatakan kepadanya kalau saya tidak memiliki waktu? Saya tidak ingin mendengarkan penjelasan yang bertele-tele, Louis.”

Louis menganggukkan kepalanya, “Saya sudah mengatakannya. Sepertinya Nona Veronica Liam sangat cerdas dan memahami apa yang harus dilakukannya.”

Erren berjalan diikuti oleh Louis. Beberapa staf mereka menundukkan kepala ketika Erren melewati mereka dan tanpa mengatakan apa pun, Erren memasuki lift pribadi untuk tiba di ruangannya. Ia mendengus kesal.

Sekarang, karena ada wanita yang menggunakan lift pribadinya, ia bisa mencium aroma parfum seorang wanita yang melekat di ruangan sempit ini.

Aroma mawar liar menggantikan aroma apa pun sekarang. Pintu lift nya kembali membuka dan mengantarkannya ke ruang kerjanya.

Sekarang, seisi ruang kerjanya sudah dipenuhi dengan aroma tubuh wanita itu. Ia menoleh kepada Louis yang berdiri di sebelahnya. “Saya akan menyelesaikan pertemuan ini dalam empat puluh menit Louis. Tolong segera persiapkan keberangkatan saya.”

Louis mengangguk dan mengerti akan kata-kata Erren Darmandira. Empat  Puluh menit adalah waktu yang diberikan oleh bosnya kepada Veronica Liam dan hanya bosnya yang dapat menentukan durasi pertemuannya.

Erren menutup pintu Ruang kerjanya dan Louis kembali ke ruangannya untuk mempersiapkan semua yang Erren minta.

÷÷÷

Erren menutup pintu ruangannya dan segera berbalik untuk menemui Veronica Liam, orang yang akan menduduki posisi ambasador untuk peluncuran hotelnya. Ia sangat berharap kalau wanita itu adalah orang yang kompeten karena ia tidak ingin waktu empat puluh menit miliknya terbuang begitu saja.

Ia tidak akan mau menghabiskan waktu berharganya dengan klien yang tidak dapat ia harapkan. Ia berbalik dan mendapati seorang wanita yang sedang berdiri sambil membelakanginya, sepertinya wanita itu sedang menatap jalanan Jakarta dari kaca jendela raksasa yang ada di salah satu bagian ruangannya.

Sesaat Erren mengerutkan keningnya, karena merasa mengenali tubuh yang sangat indah itu. Ia berjalan ke arah meja kerjanya, membuat wanita itu menyadari keberadaannya karena suara dari sepatunya yang mendominasi ruangan ini dan hal selanjutnya yang Erren lakukan adalah berdiri dengan kaku ketika melihat wajah wanita itu.

“Kamu..” kata Erren yang tidak bisa berkata apa-apa lagi.

“…”

“…”

“Halo, Anda pasti Pak Erren Darmandira, ya? Maaf saya melihat pemandangan dari kaca jendela Anda. Sangat sibuk ya, Pak, Jakarta ini,” kata Veronica Liam dengan senyumannya.

“Bisa kita mulai? Pak Louis tadi mengatakan kepada saya kalau sebentar lagi Anda akan terbang ke Raja Ampat. Saya tidak ingin membuang waktu karena ada banyak hal yang harus saya presentasikan,” kata wanita itu lagi sambil melangkah ke arah sofa dan mengambil iPad yang berisi materi presentasinya lalu memberikannya kepada Erren yang masih berdiri di tempatnya.

“Apa Anda akan mendengarkan presentasi saya sambil berdiri, Pak?” tanya Veronica sambil memberikan iPad yang berisikan materi presentasinya kepada Erren.

“Halo? Pak Erren?”

“…”

“Saya tidak tahu cara kerja Anda dan mungkin Anda memang lebih suka berdiri.”

“…”

“…”

Veronica diam karena ia tidak tahu harus melakukan apa ketika Erren Darmandira, calon rekan kerjanya hanya berdiri dengan kaku sambil menatapnya tanpa berkedip.

“…”

“Saya akan memulainya,” kata Veronica.

Veronica baru saja akan memulai presentasinya ketika ia mendengar suara yang begitu mendominasi dari laki-laki itu, “Apa Anda tidak mengenali saya?”

Ia mengerutkan keningnya, “Saya tentu mengenal Anda, pak Erren. Anda adalah calon rekan kerja saya. Tidak mungkin saya tidak mengenal Anda.”

Errem masih tidak bisa bergerak dari posisinya sekarang karena ia tahu, seluruh bagian tubuhnya tahu kalau ini adalah wanita enam tahun lalu, wanita yang pernah ia tiduri. Namun, mengapa tatapan wanita itu berbeda? Tatapan wanita itu seolah menyiratkan kalau mereka tidak pernah bertemu.

Tatapan itu seperti tatapan orang yang baru akan saling mengenal.

Erren maju tiga langkah untuk mendekati Veronica, langkah yang juga begitu mendominasi. Ia menatap Veronica sekali lagi dan bertanya, “Malam itu, malam enam tahun lalu. Rivoli bar, London dan mabuk. Apa Anda mengingat sesuatu dari apa yang baru saja saya katakan?”

“…”

“Wajah saya, apa Anda mengenali wajah saya?”

“…”

Veronica hanya diam dan terlihat sangat bingung namun Erren tidak akan menyerah, ia tidak akan menyerah ketika ia akhirnya menemukan wanita ini.

Wanita yang selama ini membuatnya kesal dan marah karena tidak kunjung menemukanya, wanita yang membuatnya merasa nyaris gila.

“Apa Anda mengingat malam itu?” tanya Erren lagi.

“Malam apa, Pak? Saya tidak bisa mengingat malam apa pun yang ada Anda di dalamnya. Saya benar-benar tidak mengingat apa pun tentang Anda karena memang kita baru saja bertemu di sini.”

Tidak mungkin, pikir Erren.

Tidak mungkin wanita ini tidak mengingatnya. Tidak mungkin wanita ini tidak mengingatnya ketika ia sama sekali tidak bisa meupakan wanita ini bahkan setelah enam tahun berlalu.

Wanita ini tidak boleh tidak mengingatnya.

“Saya akan mempresentasikan apa yang akan saya lakukan jika saya mendapatkan posisi ini. Kita sudah membuang waktu sepuluh menit dan saya tidak yakin bisa menyelesaikan presentasi saya jika Anda terus bertingkah seolah Anda mengenal saya, Pak Erren.”

“Persetan dengan semua presentasi itu!” terak Erren yang tidak bisa menahan dirinya.

Sekarang ia sangat marah karena wanita ini bertingkah seolah tidak mengenalinya.

“Apa lagi yang harus saya lakukan selain melakukan presentasi, Pak? Maaf tapi saya merasa tidak nyaman dengan tatapan Anda. Sekali lagi, berhenti bersikap seperti Anda mengenali saya.”

÷÷÷

Happy reading! <3

EVERLASTINGWhere stories live. Discover now