Part 9

66 39 3
                                    

Revan memandang athala yang tengah menikmati bakso panas. Ia berusaha untuk tidak terlihat gugup. Semua kesalahpahaman harus selesai. Ia harus menjelaskan kepada Athala perihal ketidakhadirannya dalam prom night. Meskipun, raut muka Athala menunjukkan bahwa ia tidak ingin diajak berbicara.

"Athala. Gue minta maaf soal kejadian kemarin" Revan memulai perbincangan diantara keduanya.

Dari kejauhan, Sheren mengamati Athala dan Revan. Sebenarnya Sheren merasa penasaran. Akan tetapi, dia tidak berhak mengetahui urusan pribadi Athala.

"Gue mau jelasin tentang itu."

Athala tidak merespon ucapan Revan. Ia berusaha untuk fokus menikmati bakso panas di hadapannya. meskipun sesekali Athala juga merasa penasaran dengan kalimat yang hendak diucapkan Revan.

"Sebelum acara prom night, gue Uda siap buat dateng. Tiba tiba gue ditelfon pihak rumah sakit kalo tiba tiba kondisi raya down. Kalo Lo nanya raya itu siapa? Dia adik gue. Dari kecil dia telah diagnosis menderita leukimia. Maka dari itu dia menghabiskan hidupnya untuk tinggal di rumah sakit."

Mendengar ucapan Revan, Athala terhenyak kaget. Ia tidak menyangka bahwa ketidakhadiran Revan merupakan suatu hal yang urgent bagi orang lain.

"Gue tau Lo bakal marah dan ngga mau ngomong sama gue. Tapi gue bakal bikin Lo percaya, thal."lanjut Revan.

"Gue percaya" Athala memandang Revan. Ia sama sekali tak bermaksud untuk mendiamkan laki laki itu.

"Kalau gitu, sekarang juga gue bakal ajak Lo ketemu raya. Tapi sebelum itu, kita ambil kado yang kemarin gue beli buat raya."kata Revan.

Kado?

Athala teringat bahwa ia pernah menemani Revan untuk membeli sesuatu di mall. Ternyata kado itu untuk raya, adiknya. Lagi lagi asumsi Athala dapat dikatakan salah. Awalnya ia mengira bahwa kado tersebut sengaja Revan beli untuk Theresia.

Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB. Athala memasukkan barang barangnya ke dalam tas. Suasana kelas yang nampak tidak kondusif dimanfaatkan Athala untuk keluar. Bahkan Sheren yang sebangku dengan Athala pun tidak menyadari bahwa Athala pergi meninggalkan kelas.

Beranjak dari kelas, Athala menghampiri revan yang sedari tadi menunggunya di lobby sekolah. Mereka berjalan menuju basemant dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit, tempat raya dirawat. Namun, sebelum mereka pergi ke rumah sakit, Revan menghentikan motornya di sebuah pelataran.

Rumah bergaya minimalis itu nampak besar namun tak berpenghuni. Dari luar, rumah tersebut nampak rapi dan bersih. Tapi siapa sangka, rumah sebesar ini hanya dihuni oleh Revan dan adiknya? Apakah orang tua Revan sama halnya dengan orang tua Verrel yang sibuk bekerja dan bepergian ke luar kota?

"Athala, ngapain bengong. Masuk gih" ucap Revan membuyarkan lamunan Athala.

Dengan segera, Athala melangkahkan kakinya ke rumah Revan. Ia duduk di sofa berwarna putih yang berada di ruang tengah. Sembari menunggu Revan, Athala memandangi keadaan di sekelilingnya.

"Kamu teman Revan ya?" Tanya seorang wanita paruh baya keluar dari kamarnya. Ia berambut pendek. Cantik. Masih terlihat muda. Apakah dia ibunya Revan?

"Iya Tante." Jawab Athala dengan singkat.

"Nama kamu siapa, cantik?"

"Athala. Tante ini.. ibunya revan?"

"Iya. Kamu bisa panggil saya Tante thalia atau mama seperti halnya Revan." Ucap wanita tersebut dengan penuh kelembutan.

Belum lama Athala berbincang dengan Tante thalia, Revan keluar dari kamarnya.  Ia mengajak Athala untuk bergegas meninggalkan rumah. Dari sorot matanya, Athala menangkap ada sesuatu yang berbeda kala Revan menatap Tante thalia. Semacam perasaan tidak suka atau marah terlihat dari sikap dan ucapannya.

"Ayo Thal, buruan"

"Tante, Athala pamit dulu ya." Ucap Athala pada Tante thalia. Ia tersenyum sembari mengelus rambut Athala.

"Revan, kamu nggak makan dulu? Sebentar lagi papamu pulang." Ucap Tante thalia dengan penuh perhatian. Tetapi revan justru mengabaikannya. Ia tidak menghiraukan ucapan wanita tersebut.

Diraihnya oleh Revan sebuah helm berwarna hitam. Ia segera memberikan helm berwarna kuning pada Athala. Berharap Athala segera memakainya dan tidak banyak tanya.

Melihat gelagat Revan, Athala langsung paham. Ia menuruti segala instruksi Revan. Termasuk tidak mengajukan banyak pertanyaan.

Lalu lintas kota Jakarta nampak tidak begitu ramai kala siang hari. Namun Athala dan Revan tetap saja tidak bisa menikmati perjalanan. Hal ini dikarenakan tingkat polusi cukup tinggi di jalanan ibukota.

Namun setidaknya Athala dapat menghela nafas lega. Perjalanan ke rumah sakit bisa ditempuh dengan waktu yang relatif singkat. Sepanjang perjalan, Athala ingin sekali bertanya kepada Revan perihal ia dan ibunya. Akan tetapi, Revan sudah terlebih dahulu menjawabnya.

"Thala?"

"Hmm?"

"Lo nggak perlu bingung kenapa gue bersikap keras dengan wanita itu. Dia bukan mama gue. Intinya Gue benci dia. Wanita itu penyebab mama meninggal, raya sakit dan papa mengkhianati mama." ucap Revan disela sela kemudinya menuju rumah sakit.

Pernyataan Revan cukup membuat athala kaget. Namun, ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Meskipun butuh waktu beberapa menit untuk Athala memahami ucapan revan.

Athala [ COMPLETE ]Where stories live. Discover now