Part 1

196 55 38
                                    

Bel istirahat berbunyi. Athala merapikan buku di atas mejanya. Pelajaran Geografi selesai. Ia masih memikirkan bayangan akan konsep dasar litosfer. Pergerakan lempeng bumi, sesar datar, dan patahan menggenang dipikirannya. Ia masih berusaha memahami apa yang mrs. nadia katakan.

"Thalaa, kenapa Lo bengong woii. Ayok ke kantin" Sheren membuyarkan lamunan Athala.

"Gue mikirin geografi" jawabku dengan nada datar.

"Gilak, bisa ngga sih Lo gausah antusias sama mata pelajaran. Gue pusing dengernya"

"Nggak bisa, gue suka semua mata pelajaran"

"Gila, suka sama pelajaran? Gue mah mendingan suka sama Dio. Uda dia ganteng, baik, perhatian lagi. Makanya thala, Lo harus punya pacar biar bisa ngerasain apa yang gue rasain!"

Aku tersenyum mendengar celotehan Sheren. Dia sahabatku, Sherena Nathalia. Gadis bermata coklat yang amat anggun untuk dilihat. Ceria dan menyenangkan. Itulah alasan mengapa aku betah berteman dengannya. Ia slalu menebar kebahagian dimana pun berada.

"Gue laper, thala. Buruan ke kantin. Gue mau beli seblak kuah sama es teh manis" Sheren terus merengek kelaparan.

Tanpa menunggu lama, aku dan Sheren bergegas menuju kantin. Perjalanan menuju kantin terasa begitu panjang. Kami diharuskan melewati koridor utama, lapangan basket, bahkan deretan kelas. Namun itu semua tidak menghalangi niat kami untuk terus berjalan ke kantin. Perut yang lapar harus segera dijinakkan dengan lezatnya berbagai menu di kantin.

Tanpa disadari, sebuah bola melambung dengan kecepatan tinggi menimpa Athala saat ia melewati lapangan basket. Bola sebesar 623 gram tepat menyasar kepalanya. Seketika pandangan Athala kabur dan menghitam. Terdengar teriakan histeris seorang Sheren yang ikut kabur terbawa angin.

"Woiiii tolongin athalaa" teriak Sheren secara histeris.

Teriakan itu semakin tak terdengar. Namun aku bisa merasakan beberapa orang mendekat, berkerumun dan memindahkan tubuhku ke sebuah tempat. Aku hanya diam, tak bisa membantah.

☕☕☕

Perlahan, Athala mulai sadarkan diri. Sejak membuka mata, ia mengedarkan pandangan disekelilingnya. Warna putih mendominasi ruangan berbau obat itu. Athala menyadari dirinya terbaring di UKS. Ia baru menyadari bahwa beberapa menit yang lalu, dirinya terkapar di tengah lapangan basket. Bola seberat 623 gram telah membuat dirinya pusing bukan kepalang.

"Gue dimana ini? Kalian siapa?"

"Thala... plis deh Lo masih sempet ngelawak. Gue khawatir. Lo ngga papa kan?" Sergah Sheren dengan nada khawatir.

"Gue gapapa. Cuma pusing doang" kataku dengan nada lirih. Aku memang sudah tidak apa apa. Akan tetapi rasa pusing di kepalaku masih belum hilang.

"Pokoknya Lo harus tanggung jawab karena bikin temen gue pingsan." Sheren menunjuk laki laki disampingnya. Ia berbicara dengan intonasi tinggi dan berlagak layaknya majikan menghardik asisten rumah tangga.

"Iya-iya gue tanggung jawab. Lo masuk kelas aja. Gue jagain dia sebagai permintaan maaf gue" kata lelaki itu.

"Serius? Thalaa gue ke kelas dulu ya, baik baik Lo sama Revan. Bye thala, kalo ada apa apa kabarin gue" Sheren bergegas kembali ke kelas. Dengan gembira ia melenggang ke luar UKS meninggalkan Athala dan Revan dalam satu ruangan.

"Sheren awas yaa Lo ninggal gue" teriakku membalas ucapan Sheren.

Tanpa menunggu lama, aku bergegas mengenakan sepatu. Lelaki itu tampak terperanjat kaget saat menyadari aku telah bangkit dari kasur dan berdiri di hadapannya. Kami saling menatap. Diam. Tidak ada pembicaraan yang keluar satu dari mulut kami.

"Lo mau kemana?" Laki-laki dihadapanku mulai terlihat canggung. 

"Kantin. Gue laper. Gara gara Lo lempar bola basket, gue jadi pingsan dalam keadaan kelaparan" hardik Athala pada lelaki didepannya. Ia hanya meringis merespon ucapan Athala.

"Sorry. Ga sengaja. Yauda gue temenin"

"Gausah sok kenal deh. Gue ga kenal Lo" Athala kembali menjawab Revan dengan ketus.

"Yauda kenalan" kata lelaki bertubuh jangkung itu.

"Gue, Revano Sekala Bumi. The most wanted boy sekaligus Atlet paling oke di SMA Garuda." Dengan bangga lelaki itu menunjukkan sisi maskulinitasnya. Ia berbicara dengan penuh percaya diri.

"Ga jelas banget sih lo" sergah Athala dengan penuh tawa.

Athala berjalan meninggalkan Revan. Ia sudah tidak tahan dengan rasa lapar yang menguasai perutnya. Tanpa sadar, Revan mengikuti Athala. Keduanya kini berjalan beriringan mengikuti rute panjang menuju kantin.

"Siapa nama Lo? Lala?"

"Athala, bukan lalaa!!" Athala mendengus kesal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Athala, bukan lalaa!!" Athala mendengus kesal.

"Sama aja"

"Beda"

"Sama. Athala. Lala. Lala kan bagian dari Athala."

Perdebatan kecil diantara Revan dan Athala menjadikan mereka tidak menyadari bahwa keduanya telah sampai di kantin. Athala segera memesan menu andalannya. Baso dan orange jus. Revan memilih untuk memesan menu yang sama dengan Athala. Keduanya tenggelam dalam perbincangan dan tawa masing-masing.

"Lo serius ga kenal gue?" Tanya Revan dengan nada penasaran. Athala mengentikan kegiatannya yang tengah sibuk menikmati bakso panas.

"Gue sering liat Lo, tapi gue ngga tau nama Lo siapa. Itu artinya gue ngga kenal sama Lo" jawab Athala.

"Oke, mulai sekarang Lo kenal gue. Gue kenal Lo. Kita saling kenal, dan gue bakal--" belum sempat Revan melanjutkan kalimatnya, Theresia muncul memanggil namanya.

"Revan! Lo ngapain makan bareng sama Athala?" Sergah Theresia dengan penuh nada kesal. Dilihat dari ekspresi wajahnya, ia nampak tidak suka melihat Revan dan Athala makan pada satu meja yang sama. Ada apa antara Revan dan Theresia? Athala penasaran.

"Harusnya Lo nggak disini thala! Gue yang harusnya makan sama Revan!"

Mendengar kalimat itu, Athala segera bangkit dari tempat duduknya dan berpindah ke tempat yang lain. Theresia tersenyum penuh kemenangan.

Athala [ COMPLETE ]Where stories live. Discover now