Masa Lalu

169 10 4
                                    

Hari demi hari berlalu. Hubungan Octa dan Rasyid pun semakin erat. Meski tak ada status yang jelas. Semenjak kejadian di supermarket berhari-hari yang lalu, Octa menjadi sering atau bahkan selalu merasa khawatir pada Rasyid. Sekalipun Rasyid tengah berada di dekatnya.

Kejadian itu terasa sangat nyata bagi Octa. Namun, Rasyid selalu menenangkannya dengan mengatakan kalau itu hanya mimpi buruk atau halusinasi akibat terlalu lelah dan banyak pikiran.

Tapi, tetap saja Octa selalu memikirkannya. Apalagi ditambah dengan pesan ujaran kebencian dari Sherly yang Octa tau dia adalah mantan kekasih Rasyid saat kuliah.

"Dibilang jangan suka ngelamun!"

Octa terkejut hingga hampir terjungkal dari kursinya. "Bisa gak si gak usah ngagetin?!"

Rasyid terkekeh. "Kalo lo gak ngelamun juga gak bakal gue kagetin kali."

Octa mendengus lalu kembali melanjutkan makan siangnya. Rasyid yang memang baru kembali dari sebuah pertemuan lantas bergabung bersama Octa. Kini keduanya tengah duduk berhadapan namun terhalang meja Octa.

Rasyid mengambil alih bekal Octa. Tidak, dia tidak ingin memintanya. Dia hanya ingin menyuapinya.

"Syid,"

"Hm?"

"Menurut lo SMS itu beneran dari Sherly?"

Rasyid menyuapkan nasi ke mulut Octa. "Nomor telponnya sama, apa mungkin satu nomor bisa dipake sejuta umat?"

Octa mengangguk pelan sambil mengunyah makanannya.

"Wapwa mwungkwin kwalow swi Swerlwy dwi ..."

"Bahasa lo kayak bahasa alien, mending telen dulu baru ngomong." potong Rasyid. Octa mendengus. Kemudian dia mempercepat kunyahannya dan menelan makanannya.

"Apa mungkin dia dibajak?"

Rasyid kembali menyuapi Octa. "Mungkin."

"Lo bahas ini mulu, mau gue tanya langsung ke dia aja?"

"Uhuk!" Octa tersedak. Rasyid lantas menyodorkan air padanya.

"Tanya langsung?" tanya Octa setelah menelan airnya.

"Iya, minta penjelasan dari dia,"

Octa menundukkan pandangannya. "Itu berarti Rasyid bakal ketemu dia, kan?" gumamnya.

"Gue denger loh lo ngomong apa," ujar Rasyid.

Octa kembali menatap Rasyid. "Sebenernya gue gak rela lo ketemu lagi sama dia, tapi demi memenuhi hasrat penasaran gue, lo harus temuin dia secepatnya, minimal chat atau telpon deh."

Rasyid mengangguk lalu kembali menyuapi Octa. "Tapi, kenapa lo gak rela gue ketemu dia? Dan kenapa gue harus nemuin dia demi rasa penasaran lo?"

"Kwarnwa lwo witwu twemwen gwuwe, gwuew gwak mwauw twerjwadwiw wapwa-wapwa swamwa lwo, dwan swebwagwai twemwan ywang bwaiwk lwow hwarwus bwantwuiwn gwuew," jawab Octa dengan mulut yang masih terisi penuh oleh makanan.

Meskipun terdengar seperti bahasa alien, Rasyid paham akan apa yang dikatakan Octa. Lagi-lagi hatinya terasa tersentil. Ternyata Octa masih menganggapnya sekedar teman. Padahal hubungan mereka sudah sangat dekat.

"Ya udah, gue telpon sekarang deh."

Rasyid menyalakan ponsel lalu menghubungi kontaknya yang bernama Sherly. Diletakkan ponselnya itu di atas meja dan dinyalakan speakernya. Rasyid pun kembali menyuapi Octa.

"Halo, Syid?"

Rasyid melirik Octa. Dia berdehem setelah Octa mengangguk. "Halo, Sher, gue mau tanya sesuatu boleh? Lo lagi sibuk gak?"

raShitWhere stories live. Discover now