Rumah

148 13 19
                                    

Setelah diusir dari restoran, Akbar lantas menyuruh Octa dan Rasyid pergi lebih dulu ke kedai. Sementara dia akan menemani Karin membersihkan wajahnya dulu.

"Ini semua gara-gara lo." ujar Octa menyalahkan Rasyid.

"Kok gue? Kan lo yang nyiram," balas Rasyid membela diri.

"Ya kan lo yang ngasih gelasnya ke gue," elak Octa.

"Iya deh terserah apa kata nyonya Octa aja." jawab Rasyid mengalah. Octa mendengus lalu memalingkan wajahnya ke jendela

Rasyid keluar begitu mobilnya sudah terparkir dengan rapi. Dirinya mengernyit saat Octa tak kunjung keluar dari mobilnya.

Tok tok tok. Rasyid mengetuk jendela samping Octa. Octa pun memencet tombol di sampingnya hingga jendelanya terbuka setengah.

"Lo gak mau turun?" tanya Rasyid.

"Gue takut sama Karin," jawab Octa dengan suara yang hampir tak terdengar.

Rasyid tertawa mendengar jawaban Octa. "Sejak kapan lo takut sama orang? Dulu sama bokap gue aja lo gak ada takut-takutnya." ledek Rasyid di sela tawanya.

Bibir Octa mengerucut sebal. Tangannya kembali memencet tombol agar jendelanya tertutup. Rasyid berhenti tertawa dan kembali mengetuk jendelanya dengan panik.

"Ta jangan marah! Bercanda gue, ayo buruan turun! Panas banget di sini."

Octa tak menggubris celotehan Rasyid. Dikeluarkan ponsel dari tasnya lalu tangannya mendial kontak Adel. Setelah telponnya tersambung, Octa menceritakan kejadian di restoran tadi.

Rasyid yang melihat Octa malah telponan lantas berjalan menuju pintu pengemudi. Tangannya sudah menempel di gagang pintu, tinggal ditarik sedikit dan pintu akan terbuka. Namun dari dalam Octa mencegahnya dengan menggelengkan kepala. Untuk kesekian kalinya Rasyid kembali mengalah. Disandarkan dirinya di badan mobil sembari menunggu Octa.

Kurang dari sepuluh menit, Rasyid menegakkan tubuhnya saat mendengar suara tutupan pintu. Dilihatnya Octa yang berjalan dengan kepala menunduk hingga sebagian rambut menutupi wajahnya. Rasyid dibuat heran dengan tingkah sekretarisnya itu. Baru kali ini dia melihat sebegitu takutnya Octa pada Karin yang notabennya adalah teman lama atau bahkan sahabatnya. Padahal selama ini dia tahu kalau Octa bahkan tak pernah takut pada Wildan, mantan bosnya.

Telunjuk Rasyid bergerak mengangkat dagu Octa. "Sekretaris gue jalannya harus tegak, kepala diangkat, pandangan ke depan, pokoknya sekretaris gue harus selalu keliatan percaya diri dan berwibawa." ujarnya sembari menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Octa.

Senyum kecil terbit di bibir Octa. Sangat kecil hingga hanya dia, Tuhan, dan bibirnya yang mengetahui senyum itu.

"Karin sama Akbar udah di dalem, lo mau ke dalem juga atau pulang?" tanya Rasyid.

Octa tak menjawab pertanyaan itu. Dirinya malah langsung berlari memasuki kedai dan menghampiri Karin yang menempati meja pojok kedai. Sementara di luar, Rasyid dengan wajah bingungnya langsung berlari menyusul Octa.

"Karin maafin gue," sesal Octa sambil berlutut pada Karin.

Karin terkejut melihat tindakan Octa yang menurutnya sangat aneh sekaligus langka ini. "Lo ngapain?" tanyanya.

"Minta maaf, masa lo gak denger tadi gue lagi minta maaf?" jawab Octa sedikit sebal.

"Gue tau lo lagi minta maaf, maksudnya ngapain berlutut begini? Gak sekalian aja lo sujud di kaki gue?" ujar Karin.

Mendengar itu, Octa lantas mengubah posisinya menjadi bersujud di kaki Karin. Karin, Akbar, dan Rasyid lantas melotot terkejut melihatnya.

"Woy! Ini ngapain malah jadi sujud beneran?" tanya Karin sambil menjauhkan kakinya dari kepala Octa.

raShitWhere stories live. Discover now