Oki

270 23 21
                                    

Octa berjalan cepat keluar dari kantornya. Jantungnya berdebar hebat. Rentetan doa tak berhenti dia ucap dalam hatinya. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya.

Hari ini Octa bekerja seperti biasa. Namun perasaannya sejak pagi terasa tak enak. Rasanya seperti ada yang berbisik padanya agar tidak bekerja hari ini, tapi Octa pikir itu hanya hasutan setan malas. Hingga akhirnya Octa menyesal karena tidak mengikuti bisikan itu.

"Mama dimana?"

"..."

"Oke aku lagi jalan ke parkiran, mama diem aja di situ, assalamualaikum."

Tut tut.

Sesampainya di parkiran, dengan cepat dia cari tempat dimana motornya diparkir. Mulutnya berdecak saat sadar kalau kunci yang dia bawa bukan kunci motornya, melainkan kunci mobil Rasyid yang memang sengaja ditinggalkan Rasyid di ruangannya.

"Rasyid, pinjem mobilnya bentar ya, iya Ta pake aja gapapa, oke makasih Rasyid." ucap Octa saat sudah masuk ke dalam mobil Rasyid.

Beruntung hari ini jalan tidak terlalu padat, jadi Octa tak perlu membuang energinya untuk mengomel.

Octa sampai di tujuan tidak lebih dari 25 menit. Setelah memarkirkan mobilnya, Octa langsung bergegas menghampiri mamanya.

"Gimana keadaan Oki Dok? Apanya yang luka?" tanya Octa begitu tiba di tempat yang Siti maksud.

"Tidak ada luka luar, hanya saja kaki kirinya cedera," jawab si Dokter.

"Nanti Oki jalannya pincang dong?" tanya Octa yang diangguki si Dokter.

Oki, sosok yang sangat berarti bagi Octa. Dia adalah teman Octa yang tak pernah berhenti membuat Octa merasa nyaman berada di dekatnya. Bersamanya, Octa bebas bercerita apa saja. Dia juga yang berhasil membuat Octa tak takut pada kucing lagi. Dan dialah yang menyadarkan Octa kalau tidak semua kucing itu galak.

Namun karena kesibukannya, Octa jadi jarang bisa bermain dengan Oki. Octa bersumpah dia akan marah kalau Oki jadi pincang hanya karena mau cari perhatian Octa.

"Aaaa mama, kok bisa sih?"

"Tadi mama lagi di kamar mandi, trus tukang sayur teriak manggil mama sambil gendong si Oki," jawab Siti yang merasa bersalah.

"Jadi tukang sayur yang bikin Oki pincang?" tanya Octa emosi.

"Ih bukan, kata tukang sayurnya sih dia cuma liat si Oki keluar dari gerbang, nah pas itu kakinya udah pincang gini," jelas Siti membuat Octa melengkungkan bibirnya ke bawah.

"Gausah sedih gitu, sebentar lagi juga sembuh kok, yang penting nanti obatnya diminum rutin, bisa juga dikompres es batu dibagian kaki kiri depannya itu, untuk satu sampai dua minggu ke depan, jangan terlalu sering membawanya berjalan-jalan, dan beri waktu lebih banyak untuk dia tidur, kalau dalam beberapa hari masih pincang juga, kamu bisa hubungi saya lagi."

Octa mengangguk lesu lalu mengambil alih Oki dari pangkuan Siti. Tangannya dengan lembut mengelus rambut Oki yang halus terawat itu. Octa masih penasaran apa yang membuat kucing kesayangannya menjadi pincang begini. Kalau Octa tahu siapa pelakunya, dia akan membogem habis orang itu.

"Ayo mama aku anterin pulang dulu, aku bawa mobilnya Rasyid tuh," ajak Octa tanpa mengalihkan pandangannya dari Oki yang ada di pelukannya.

"Gausah, kamu langsung ke kantor aja, Rasyid kok bisa percaya banget sama kamu Ta? Emang dia ga ada pikiran kalo kamu bakal maling mobilnya ya?" tanya Siti membuat Octa mendengus sebal. Octa memang ingin punya mobil, tapi ga sampe jadi maling juga lah.

"Yaudah gih sana pergi, males mama liat muka kamu."

Mulut Octa menganga setelah mendengar ucapan mamanya itu.

raShitWhere stories live. Discover now