Pelipur Galau

163 11 0
                                    

Sudah satu jam Octa menumpukan kepalanya di meja dengan tangan sebagai bantalan. Alunan musik mengisi rongga telinganya. Jika biasanya dia akan ikut bernyanyi, kali ini tidak. Bahkan kedua telinganya juga tak benar-benar mendengar lantunan lirik itu.

Hal seperti itu sudah terjadi selama sepekan. Seluruh warga kantornya dibuat bingung dan penasaran karena Octa yang biasanya selalu membuat kantor ramai kini seperti mengurung diri di ruangannya dan hanya akan keluar kalau ada meeting. Bahkan beberapa hari kemarin dia hanya keluar dari ruangannya untuk ke toilet dan saat jam pulang.

Ceklek.

"Nih makan dulu,"

Octa hanya melirik sepiring nasi goreng yang Rasyid bawa untuknya. Setelahnya dia langsung menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya. Hal itu membuat Rasyid menghela napas untuk kesekian kalinya hari ini.

"Makan dulu Ta!" suruh Rasyid sambil menggoyangkan bahu Octa.

"Gue mau diet, biar kayak Irene, langsing, tirus," gumam Octa.

"Udah gak usah diet-dietan, udah cakep lo gitu aja, kalo lo tirus gue mau nyubitin apaan ntar? Tulang pipi lo bisa gue cubit emang? Mau nyubit tulang hidung juga kan lo gak punya tulang hidung," omel Rasyid yang berhasil membuat Octa mendongakkan kepala.

"Maksud lo apaan gak punya tulang hidung? Lo kira hidung gue jeli kumay jeli?" balas Octa mengundang tawa Rasyid.

Selepas puas dengan tawanya, Rasyid mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Octa. Tangannya terulur mengambil piring nasi goreng yang dia bawa tadi.

"Kalo lo gak makan, perusahaan gue yang rugi ntar," ujar Rasyid sembari menyodorkan sesuap nasi goreng.

"Kok pake tangan? Emang gak ada sendok?" tanya Octa saat melihat Rasyid hendak menyuapinya dengan tangan, tanpa sendok.

"Gue lupa ngambil, lagian gue udah cuci tangan." jawab Rasyid sambil kembali menyodorkan suapannya. Octa pun menerima suapan itu tanpa membantah.

"Laporan yang semalem gue kirim udah lo rapiin?" tanya Rasyid.

Octa menepuk dahinya lalu dengan cepat dia menyalakan laptopnya. "Lupa banget." jawab Octa dengan nasi yang masih memenuhi mulutnya.

Setelah laptopnya menyala, Octa mencari file yang sudah dikirim Rasyid semalam. Sebenarnya Octa tak lupa, hanya saja dia sedang tidak mood bekerja semalam. Lalu pagi ini juga dia lupa kalau ada laporan yang harus dikerjakannya. Alhasil Octa baru membukanya saat Rasyid menanyakannya tadi.

"Lupa atau males?" tanya Rasyid.

Octa menelan nasinya lalu tersenyum lebar, "Dua-duanya." jawabnya. Rasyid hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban itu.

Octa kembali fokus pada layar laptopnya. Sementara Rasyid masih terus menyuapi Octa dengan tangannya. Sesekali Rasyid melontarkan pertanyaan atau lelucon yang membuat Octa tertawa, bahkan sampai Octa tersedak dua kali.

"Lo kapan mau ke kedai lagi?" tanya Rasyid setelah Octa menyelesaikan suapan terakhirnya. Octa hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.

"Karin sama Adel nanyain lo mulu, sampe gue blokir tuh WhatsApp sama Instagramnya," ujar Rasyid membuat Octa kembali tertawa.

"Lo selesain laporannya siang ini ya! Gue ada rapat kecil-kecilan sama pak Jayana," suruh Rasyid sembari bangkit dari duduknya.

"Pak Jayana?" tanya Octa yang tak asing dengan nama itu.

"Iya, direktur Johanah Corp," jawab Rasyid.

"Gue kira ketua RT rumah gue." ujar Octa membuat Rasyid terkekeh.

raShitWhere stories live. Discover now