64 // One Fact

3.5K 290 27
                                    

Ujian akhir tahun baru saja selesai, liburan pun menanti. Kelas XII IIS 4 baru saja membicarakan tentang liburan bareng satu kelas. Sebagian sudah bubar meninggalkan kelas.

Pulang sekolah hari ini, ia ingin bermain ke rumah Meyka bersama Cara.

"Lo berdua tunggu di parkiran aja, gue mau ke toilet dulu."

"Oke," sahut Meyka mengacungkan jempolnya.

Ocha berjalan ke toilet seorang diri, sekolahnya sudah lumayan sepi karena classmeeting berakhir dari satu jam yang lalu.

Setelah selesai dari toilet. Ocha berjalan santai di koridor yang sepi. Hingga tiba-tiba ....

"DOR!"

Ocha terlonjak kaget, lalu menatap nyalang ke arah si pelaku. "Rangga!"

Rangga terkekeh, cowok itu tadi bersembunyi di balik pilar untuk mengagetkan Ocha. "Sorry."

"Lain kali jangan diulangin."

"Iya, iya," kata Rangga setengah hati, membuat Ocha mendelik sinis.

"Iya, enggak lagi. Galak banget, heran."

"Udah ah gue mau ke rumah Meyka." Ocha hendak pergi tapi pergelangan tangannya ditarik oleh Rangga.

"Bentar."

"Apa?" tanya Ocha malas.

"Jaga diri, ya." Lalu tangan Rangga mengusap puncak kepala Ocha, dan beralih mengusap perut Ocha.

Ocha membelakakkan matanya, segera menepis kasar tangan cowok itu. "Ga, ini di sekolah."

"Ya terus?"

"Nanti ada yang liat."

"Gak akan."

Ocha mendecak. "Lagian lebay banget sih!" Akhir-akhir ini dirinya memang menjadi sedikit sensitif.

"Terserah gue dong. Anak, anak siapa? Anak gue."

"Dih." Ocha memutar bola mata malas.

"Gue 'kan yang ham—adaw!" Rangga meringis saat kakinya diinjak oleh Ocha, lalu tanpa dosanya cewek itu meninggalkan Rangga yang terus memperhatikan dirinya sampai menghilang di belokan koridor.

♥♥♥

Meyka dan Cara asik mengunyah potongan piza. Sesekali kedua sahabatnya itu mencomot keripik kentang. Sedangkan Ocha terpaksa harus menelan salivanya.

"Lo kenapa sih? Diet?" tanya Meyka heran, tangan cewek itu mengambil kebab setelah potongan piza di tangannya habis. "Badan udah kerempeng kayak lidi begitu, masih aja diet-dietan."

Ocha mendengus sebal. Semua ini anjuran dari dokter agar dirinya tidak mengonsumsi makanan seperti itu terlebih dahulu.

"Yaudah, abisin aja sama kita berdua, Mey." Cara menimpali, membuat Ocha semakin mengerucutkan bibirnya.

Tapi selang beberapa detik, Ocha tersenyum miring. Lalu tangannya mengambil potongan piza yang tersisa, dan memakannya lahap.

Meyka tertawa. "Nah 'kan, ikut makan juga."

Cklek.

"Hai, Kakak-Kakak cantik," sapa Anya, lalu cewek itu menghempaskan tubuhnya di atas kasur. "Tau gak aku kemarin abis dari mana?" tanyanya kemudian sambil menatap satu persatu dari mereka yang tengah duduk di atas karpet.

"Dih, penting banget gue harus tau kemarin lo abis dari mana?" balas Meyka ketus.

Anya terkekeh. "Aku kemarin abis dari perlombaan renang."

"Oh," jawab Meyka sekenanya.

"Liat cogan, siapa tau ada yang nyangkut. Eh terus aku liat Kak Sesil di sana."

Walau Sesil termasuk anak baru. Jelas Anya mengenalnya dari cerita Meyka, dan Kakaknya itu juga menunjukkan bagaimana rupa seorang Sesil.

"Sesil?" tanya Ocha sambil menoleh ke belakang. Pasalnya, ia sedang menyandarkan punggungnya pada ranjang.

Anya mengangguk kuat-kuat. "Terus aku liat dia ikutan lomba."

Cara dan Meyka mengenyitkan keningnya. Mereka berdua ingat betul saat Sesil tercebur di kolam renang, cewek itu jelas meminta pertolongan.

"Beneran dia atau bukan?" tanya Cara yang tengah bersandar di sofa belakangnya.

"Bener, Kak!" sahut Anya semangat empat lima. "Waktu umumin juara, namanya disebut kok."

"Juara?" Ocha, Meyka, dan Cara terperanjat.

"Iya, juara satu malah." Anya mengacungkan jari telunjuknya.

"What?"

"Satu harapan sih," lanjutnya kemudian sambil menyengir.

Meyka mendecak. "Terus lo videoin dia gak waktu renangnya? Ya minimal fotolah."

Anya menggeleng, lalu bertanya, "Emang harus, ya?"

"Harus banget, penting!" tambah Cara.

"Yah ... kapan-kapan, deh, aku videoinnya."

"Anya ... lo adik siapa sih? Pinternya kebangetan!" hardik Meyka.

"Aku 'kan sebelas dua belas sama Kak Mey," sahut Anya.

"Apa-apaan!" kata Meyka tak terima.

"Oh iya, bukannya kata Kak Mey, dia gak bisa berenang, ya?" Anya yang dalam posisi tengkurap, menopang dagu dengan kedua tangannya. "Dan terus, Kak Rangga lebih milih nolongin dia. Padahal jelas pacarnya Kak Oc—ups, sorry, Kak Ocha." Anya meringis saat mendapat pelototan peringatan dari Meyka.

"Its oke, gue lagian gak mempermasalahkan itu kok," sahut Ocha.

"Soal lo kecebur, itu kenapa?" Meyka bertanya, karena sebelumnya Ocha tidak mau cerita.

"Sesil yang dorong gue," jawab Ocha akhirnya.

Cara mengerutkan keningnya. "Abis dorong lo, terus dia menceburkan diri sendiri gitu?"

Ocha mengendikkan kedua bahunya. "Mungkin."

"Fix! Dia caper sama Rangga, ewh." Meyka memutar bola mata malas. "Udahlah, lo putusin aja Rangga."

"Bener tuh," timpal Cara lalu mengunyah keripik kentang.

Ocha menghembuskan napas berat. Hubungannya bukan sekadar pacaran lagi, tapi melebihi itu. Lalu dirinya menggelengkan kepala. "Gue gak bisa."

"Kenapa?"

"Karena gue gak mau jomblo kayak Cara."

"Sialan!" berang Cara.

Ocha, Meyka, dan Anya mentertawakan. Memang dasar laknat, tertawa di atas kejomloan sahabatnya sendiri.

🐁🐈

Bekasi, 14Des20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang