79 // Regret

4.2K 445 161
                                    

HAPPY BIRTHDAY TO ME! *kali ada yang mau ngucapin wkwk.

Kalau pada tanya umur, jawabannya masih muda, kok. Tebak aja, ehe.

♥♥♥

Buat kalian pembaca setia MwE, tolong banget minta vote nya ya (vote semua part yang ada di sini) anggap aja hadiah ultah buat Author😳ehehe. MAKASIH BUANYAK, LV U GUYS! 💜

🐁🐈

Ocha mengerjapkan matanya yang terasa berat untuk terbuka. Lalu ia menatap seseorang yang sedang tertidur dalam posisi duduk sambil memiringkan kepala dengan tangan sebagai bantalan di atas brankar. Artinya, semalaman Rangga tidur dengan posisi seperti itu.

Luka lebam itu masih belum diobati, terlihat jelas dari bercak darah yang mengering di sudut bibir Rangga—yang sedang tertidur menghadapnya. Ocha menghela napas berat, tidak berniat untuk membangunkan cowok itu.

Lima menit sudah berlalu, Ocha langsung membuang muka—menatap langit kamar rumah sakit yang bercat putih—saat Rangga mengerjapkan matanya hendak bangun.

"Cha," panggil Rangga. "Lo udah bangun?" tanyanya sambil menggerakkan kepalanya yang terasa pegal.

Ocha berdeham singkat.

"Mau makan? Atau mau minum?" Pertanyaan Rangga hanya dibalas gelengan kepala oleh Ocha.

"Terus maunya apa?"

"Mau lo diem aja, bisa?" tanya Ocha seraya melirik sebentar ke arah Rangga.

"Enggak bisa," jawab Rangga.

Setelahnya ruangan itu hening, benar-benar canggung dengan atmosfer yang terasa berbeda. "Gue minta maaf, Cha. Gue ... gak ada di samping lo kemarin. Tapi gue mau kasih tau—"

"Gue lagi gak pengen dengar alasan atau pun penjelasan dari lo. Paham gak sih, Ga?"

"Sebentar, Cha. Sebentar aja," pinta Rangga memelas.

"Lo aja gak sempet luangin waktu sebentar buat dengar penjelasan gue. Terus sekarang? Lo maksa gue buat dengar semua omongan lo." Kali ini Ocha menatap Rangga, untuk lebih menegaskan pada cowok itu. "Lo gak bisa buat egois kayak gini."

"Maaf."

Ocha kembali mengalihkan pandangan dari mata Rangga. "Kata maaf yang keluar dari mulut lo bukan untuk menyesali perbuatan, tapi untuk mengulangi kesalahan lagi," kata Ocha pelan tapi menohok.

"Cha—"

"Gue capek, Ga. Gue lagi gak pengen debat sama lo." Ocha menghela napas panjang, sebenarnya ia sangat penat untuk membahas hal ini. "Lo gak usah pura-pura peduli lagi sama gue. Mending sekarang kita jalanin hidup masing-masing aja—"

"Gue gak mau pisah," potong Rangga cepat.

"Gak ada yang minta pisah. Buat sekarang ini, lo jalanin hidup lo, gue jalanin hidup gue."

"Enggak," bantah Rangga tegas, cowok itu menggenggam satu tangan Ocha yang tidak di infus. "Hidup kita. Itu artinya kita jalanin bareng, gak boleh ada kata masing-masing," lanjutnya tanpa mau mendengar penolakan.

Ocha menyingkirkan tangan Rangga yang masih menggenggam erat tangannya. "Please, kasih gue waktu untuk sendiri."

♥♥♥

Jam terus berdetak mengisi kesunyian. Sudah hampir tujuh jam berada dalam ruangan yang sama, Ocha dan Rangga tetap saling terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang