Bab 5. Lempar Kode, Mental?

676 126 15
                                    

"Teruntuk kalian yang sudah berada tenang di sana. Tolong jangan lupakan aku dan selalu pantau tumbuh kembangku. Mungkin raga kalian telah tiada, tapi kehangatan itu jelas masih terasa."

-SepucukSuratKecil-

_______________________________

_______________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Ciko selalu berdecak kagum akan rumah Aluna, bukan akan kemewahannya tapi segala macam buku yang ada di dalamnya. Entah ruang tamu, dapur, dan bahkan dalam toilet sekalipun. Iya, dalam toilet aja ada buku.

"Mendadak gue terserang alergi buku, nih gatal-gatal kan gue," ucap Ciko melihat-lihat buku yang berderet sembari menggaruk lengannya.

"Itu sepupu gue yang suka ngoleksi, biasalah anak filsafat gak bisa jauh dari buku ditambah abangnya juga suka sama buku-buku berat jadi makin ramailah rumah gue."

"By the way, masalah sepupu lo itu, kok gue gak pernah ketemu sih? Lo umpetin pasti, kan? Seganteng apa sih?" Aluna kerap kali menyebut sepupunya, tetapi tak pernah dikenalkan padanya.

"Mana ada gue umpetin, gue malah bersyukur takdir tak mempertemukan kalian. Berat kalau ngomong sama dia, lihat kopi aja dia udah nge-bacot filosofi kopi, anjirlah."

Ciko manggut-manggut meminum jus sehat buatan Aluna yang alhamdulillah asin. "Terus lo tinggal sendirian aja disini?" Untuk pertama kalinya Ciko berani bertanya hal tersebut. Kadang ia juga bingung kenapa temannya tidak ikut tinggal dengan kerabat dekat saja. Bukan sendirian begini.

"Iya. Kalau laper gue tinggal ke rumah sepupu aja, numpang makan."

"Eh, maaf nih tapi lo gak ada keluarga lain selain sepupu lo?" tanya Ciko kepo meski tak enak hati.

"Mungkin ada, entahlah. Gue gak tahu, tapi katanya almarhum Ibu dari keluarga berada tapi tak diakui anak lagi gara-gara menikah dengan ayahku."

"Wow, konflik berat."

Aluna terkekeh pelan, Bara sudah menceritakan semuanya dan bagaimana latar belakang keluarganya. Pahit memang, tapi semuanya terasa manis seiring berjalannya waktu. Dari masih bayi Aluna sudah diasuh Bara dan dibesarkan seperti saudara dengan Sandro, tumbuh kembang tanpa tahu siapa orang tua kandung memang berat tapi dari Bara dan kerabatnya ia bisa melihat sisi luar biasa kedua orangtuanya. Ayahnya terlihat sangat gagah memakai pakaian tentara dan senjatanya dengan Ibu yang sangat terpancar aura kelembutannya, Aluna bangga menjadi putri mereka.

Baru mereka ingin kembali bergosip, ketukan pintu luar menghentikan acara ala perempuan tersebut. Aluna menatap heran keberadaan kotak kecil berhiaskan karangan bunga mungil dengan balutan pita merah muda.

"Isinya bom ya?" ini adalah tebakan absurd dari kawannya, Ciko.

"Lo gak penasaran siapa yang ngasih?" tanya Ciko membolak-balikan kertas mungil berisi catatan manis. Aluna menggeleng, langsung menikmati coklat pemberian dari yang maha kuasa. Ya, anggap saja begitu.

Keep Your SmileWhere stories live. Discover now