Bab 13. Salfoknya Aluna

491 93 9
                                    

Hari ini bebas tugas? Haha, percayalah besok adalah hari kerja paksa kalian. Tugas bejibun, deadline mepet-merempet. Mantap, lah!

-MaunyaGoleranTerus-


Ia menopang wajahnya, memandang bosan ke depan. Walaupun orang disekitarnya berteriak heboh hingga adu panco sekalipun, ia tidak tertarik. Sumpah, mungkin hanya dirinyalah orang nolep mendadak ikut nonton acara basket sendirian tanpa pengalaman sebelumnya. Jengah, akhirnya ia memilih memainkan gawai pintarnya saja. Ternyata teman yang mengaku masih saudara dekat ubur-ubur itu berani men-chat dan malah mengirimi foto Bara secara diam-diam. Agak takut juga ia kalau si Ciko nekat jadi stalker handal, otomatis informasi mereka ketahuan.

"Coba tebak gue di mana? Lu lihat siapa itu?" Ia mengarahkan kamera hpnya pada satu objek yang berlarian mengejar bola demi mencetak gol.

"Eh, di mana tuh? Pak Garda bukan sih? Kok gue baru ngeh doi punya kotak unyu?"

"Apaan dah? B, aja tuh. " Sesekali tsundere nggak papa, kan? Ia akan merekam di otaknya bagaimana ukuran perut abs tersebut.

"Tugas kacung memanggil, ya? Hahaha."

"Tawa lo merupakan dosa yang berpindah tangan." Aluna menadah, langit sore hari sudah berwarna fajar.

"Kampret. Beneran jadi kacung, Lun? Eh, gue mau atuh, kalau upahnya bisa lihat doi buka baju kayak bang Jojo." Yang Aluna ingat malah komentar media sosial bang Jojo yang bikin ketar-ketir.

"Otak lu perlu rukiyah, Cik. Pak Garda jago gitu gue yang ngajarin, makanya gue ada di sini sebagai pelatih calon ratu kecoak." Demi kebersamaan bersama, ia mengganti kamera depan. Menampilkan wajah kusut bak kekurangan duit.

"Halu lo kebangetan. Mumpung ada kesempatan, porotin aja duitnya." Halal nggak sih, punya teman dengan nasihat yang kadang di luar itikad baik? Mungkin Ciko pas lahir sempat diajak traveling sama lucifer kali, ya.

"Itu juga udah masuk rencana. Mau beli makanan agak berkelas dikit, kayak makan pizza, ayam kaefci, atau starbucks gitu. Biasanya doi traktir di tempat yang itu-itu, aja. Bosen gue." Manusia tak tahu syukur memang, sudah gratis melunjak minta yang lebih. Bak diberi jantung ingin semua organ dalam lainnya.

"Nah, bagus! Calon bibit cewek haus harta emang gitu. Mantap, Emak bangga padamu, nak."

"Eh, kampret. Doa lo nggak ada yang bener, aja."

"Tapi gue malu."

"Kenapa malu? Biasanya juga lebih malu-maluin, telat nih."

"Gue agak trauma."

"Apaan? Drama amat."

"Ya coba lo bayangin jadi gue, sok-sok an mau makan elit sendirian. Gue udah pesen, duduk cantik sampai satu jam nungguin nggak datang-datang juga tuh pesanan. Akhirnya dikasih tau sama mbak-mbaknya, bayar dulu baru pesanan datang. Gila nggak tuh, jiwa angkringan kaki lima gue meronta-ronta. Pada akhirnya gue lebih milih pesen online atau mampir di warung makan. Murah meriah, kadang gratis es teh juga." Tahu begitu kejadiannya, mending ia buka toturial pesan ayam krispi kolonial tersebut. Maklum sajalah, sering yang beli Bara atau tidak Sandro. Kalau dirinya mah, semenjak kejadian ajaib itu lebih memilih pesan secara online saja.

Keep Your SmileWhere stories live. Discover now