Bab 21. Ini Jadi Lanjut?

387 87 20
                                    

Kata-kata mutiara belum ready, masih on-going. Tunggu aja, sampai kapan, mungkin?

-Author-



-Author-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





"Ini, Pak."

Ciko tersenyum, mencuri-curi pandang pada wajah yang masih menawan di depannya. Ah, ia belum pernah sedekat ini dengan Bara, apa mungkin bisa kenal lebih dekat juga? Tidak masalah sih kalau bakalan dikasih banyak revisi, yang penting bisa sedekat ini saja sudah bahagia. Luar aja dia tampak kalem sekarang, dalemnya mah udah dance ala-ala oppa yang energik.

"Oh, bagus. Lanjut, ya." Ciko menyambut skripsinya, masih terpana dengan senyuman manis Bara yang menebar bak bunga di musim semi.

"Eh?" Masih belum percaya dengan iluasi yang satu ini.

"Nggak ada revisi?" tanya Ciko kebingungan. Kok, rasanya nggak percaya, ya?

Bara menaikan sebelah alisnya, membuat Ciko serasa ingin mengkarungkan beliau seketika juga. Karung, mana karung?

"Kenapa? Bagus, kan? Lanjut ke bab selanjutnya, ya?"

"Eh, t-tapi? Pak, ini sungguhan?"

Bara masih memasang senyumnya, tak menjawab, membuat Ciko tahu diri untuk segera keluar dari ruangan dosen idolanya tersebut. "Ini nggak mungkin, kan?" gumamnya menangis dalam hati. Bersandar pilu pada dinding samping pintu gerbang serupa neraka versi lite.

"Habis bimbingan sama pak Bara, ya?"

Seorang pemuda tinggi, berambut gondrong sebahu menghampirinya. Ciko tak asing dengan wajah tersebut, ia beberapa kali melihatnya dan sempat berpapasan juga kadang-kadang.

"Eh, iya." Aduh, ternyata ada kakak tingkat. Dilihat dari kesuraman wajah dan kelecekan pakaiannya sih, pasti sudah lewat sembilan semester.

"Sabar, ya. Sudah banyak yang jadi korbannya."

"Maksudnya, Kak?"

"Terlalu terpesona dengan wajah ramahnya hingga memilihnya jadi dosbing, tapi kenyataannya beliau tidak seramah itu." Hafidz, memberika acungan jempolnya. Melalui itu ia memberikan rasa simpatiknya sebagai sesama korban.

"Haha, bagaimana ini?"

"Tenang, kalau sudah dijalani, lama-kelamaan juga pasrah. Duluan, ya." Saran macam apa itu? Jadi, selama ini ia telah terpedaya dan masuk ke dalam jebakan? Tapi, mengapa?

Ciko termenung, otaknya bekerja lebih keras mencari-cari kesalahannya dan memikirkan jalan alternatif ganti dosbing, jika saja ia tidak punya rasa takut dan gentar.

"Loh, Ciko? Kenapa? Gimana bimbingannya? Asoy banget kalau bisa pdkt sama dosbing, mah." Aluna menyodorkan satu bungkus eskrim pada temannya yang bermuram durja. Keadaannya dirinya juga tak jauh berbeda jika menyangkut bimbingan, tapi sedikit lega karena Garda tidak bersikap diktator apalagi memarahinya.

Keep Your SmileWhere stories live. Discover now