Bab 14. Kecemburuan Satu Kubu

508 102 20
                                    

Sosok ayah akan menjadi dua pilihan bagi hidup sang putri kecilnya, yaitu cinta pertama atau patah hati pertama.

-DearesFather-




-DearesFather-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh?"

Reflek Aluna menarik kembali lengannya, namun kembali ditahan oleh Garda. Sesuatu yang aneh dan gerakan tiba-tiba yang diluar dugaannya lah membuat dirinya sadar bahwa kini ia berada dalam bahaya.

"T-terima kasih banyak, Pak! Sa-saya pulang dulu. Haha, cao!"

Mendorong dosen sendiri sampai benjol di itu tidak salah, kan? Situasi dan kondisinya memang dalam genting, alarm bahaya sudah menyala sejak tindak-tanduk seseorang yang begitu aneh. Berhasil dari cengkraman binatang buas malah berujung apes. Siapa sih yang meletakkan batu di jalan begini? Malu, kan dirinya jatuh nggak elit setelah berhasil keluar dari goa hantu. Ah, kenapa semesta tidak bersahabat dengan dirinya, sih?

"Fftthh, nggak papa?"

Aluna mendelik sinis, melempar kerikil kecil pada Garda. Bukannya dibantuin malah ditertawakan. Apa-apaan dengan sikapnya yang seperti mengatakan, kamu kualat lari dari dosen. Padahal barusan gelagat Garda bukan seperti pria terhormat, sekarang bersikap cuek bebek kayak yang barusan tidak pernah terjadi.

"Nggak!" Ketusnya menghentakkan kaki kesal. Rasa kesalnya berubah menjadi penyesalan, sudah betisnya sakit. Jarak rumah Bara juga masih jauh, kalau gini ia bisa kerempeng. Kan, kasihan Bara yang sudah bersusah payah membuat badannya berisi malah kempes gara-gara hal sepele doang.

"Maas! Air, dong." Badannya terhempas mesra pada sofa, merelaksasikan kakinya yang terasa minta di pijat.

"Ambil sendiri," jawab Sandro cuek mengganti channel TV sesuka hatinya.

"Mana Mas Bara?" tanyanya berganti posisi. Kepala di bawah, sedang kedua kakinya menjuntai di badan sofa. Sebentar saja kepalanya agak pusing, belum lagi rasa panas akibat keringat yang mengucur deras.

"Pergi."

"Oh."

Setelah mengisi perutnya dan membersihkan diri, ia mencoba tidur meski bayang-bayang astral itu datang menghantuinya. Matanya berkali-kali berkedip kemudian tetap terbuka, seakan kelopak matanya enggan untuk menutup demi menggapai dunia mimpi.

Ia melirik jam dinding, ini sudah jam satu malam lewat, namun kenapa rasanya sulit sekali untuk tidur. Ia sudah sangat lelah dan mengantuk tapi kenapa ia tidak bisa tidur? Bahkan kasurnya sudah acak-acakan lantaran ia pusing mengganti berbagai posisi nyaman untuk tidur.

"Ah, apa itu tidur? Siapa orang aneh yang mengusulkan teknik pembawa tidur dengan menghitung domba? Dosa jariyah, tuh. Yang ada kepalaku tambah pusing. Ayolah, mata, ayo tidur!" Ia memukul-mukulkan bantalnya pada wajahnya sendiri. Tidak ada perubahan, rasa kantuk tak ia dapatkan meski ingin sekali lelap.

Keep Your SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang