17

4.8K 455 38
                                    

🍁🍁🍁

Gemericik suara hujan membuat sore hari terasa lebih tenang. Aska menatap anak-anak basket yang sedang bermain dibawah guyuran hujan. Sudah satu jam sejak bel pulang namun sebagian para murid seakan enggan untuk pulang.

Aska mengalihkan tatapannya kearah papan tulis, didepan sana ada Raya yang sedang menjawab soal-soal yang diberikan pak Bandi. Olimpiade sebentar lagi, Aska dan Raya harus berkerja keras untuk bisa memberikan yang terbaik.

"Kerja bagus Raya," puji pak Bandi melihat jawaban-jawaban Raya.

"Makasih pak."

"Baiklah, ini kalian kerjakan bersama-sama. Bapak mau kekantor dulu," ucap pak Bandi memberikan tiga lembar soal.

"Semua sudah bapak ajarkan. Selamat bekerja." Setelah mengucapkannya pak Bandi berjalan pergi. Kini dikelas tinggal Aska dan Raya.

Aska mengambil pensil dan buku coretannya, lalu mulai mengerjakan soal nomer satu dan Raya mengerjakan soal nomer dua.

"Ka," panggil Raya.

"Hmm?"

"Lo oke kan?" Aska menatap Raya lalu mengagguk dan melanjutkan kerjaannya.

"Gw tadi denger pembicaraan lo sama tiga sohib lo," jujur Raya. Aska menghentikan gerak tangannya.

"Ya udah," ucap Aska kembali melanjutkan pekerjaannya, toh dia udah denger.

"Gw juga liat lo dirumah sakit, lo ... di paksa mereka? Mereka itu keluarga lo?"

"Hmm, udah kerjain soalnya biar cepet pulang."

"Okee ..." Raya langsung mengerjakan soalnya tak enak juga terus bertannya tapi kan dia kepo.

Keduanya larut dalam soal-soal yang paling dihindari banyak murid tapi keduanya malah asik mengerjakan. Bagi Aska matematika adalah hidupnya, penuh kerumitan dan perlu berusaha mencari jalan keluar untuk menuju akhir yang cerah.

Sedangkan Raya, dia sendiri tak tahu kenapa bisa suka matematika tapi menurutnya matematika itu seru, angka-angka yang padahal hanya 0-9 itu seperti sebuah teka-teki yang harus dipecahkan dan Raya merasa seperti seorang detektif.

10 menit terlewati Raya bersumpah mulutnya sangat gatal ingin bicara. Bahkan ia menggigit lidahnya saking tak kuat menahan kata.

"Aihh gw ga bisa diem gini," gerutu Raya sambil menyenderkan tubuhnya dikepala kursi.

Aska melirik sekilas lalu kembali fokus mengerjakan soal.

"Btw buku gw belom lo balikin," ucap Raya.

"Lupa, gw belom balik rumah."

"Trus lo balik kemana kalo bukan kerumah?"

"Neraka," gumam Aska pelan namun masih bisa didengar Raya.

Geplak

"Akh!"

Raya menggeplak bahu Aska membuat Aska mengerang sakit, bukan karna geplakan Raya yang kencang tapi bahunya masih nyeri akibat diinjak Mudra kemarin.

"Lo udah mati emang? Tahu neraka? Sosoan balik neraka, ngomongnya jangan ngelantur lo. Eh? Gw geplak kekencengan ya?"

Raya baru menyadari kalo Aska memegang bahunya dengan raut wajah kesakitan. Raya menegakan tubuhnya lalu melihat bahu Aska.

"Sakit ya? Sorry ... gw harus gimana?"

"Ga papa, gw lagi ga enak badan aja. Geplakan lo pelan kok," ucap Aska seraya menyingkirkan tangan Raya yang memegang bahunya.

Cerita Aska✔endWhere stories live. Discover now