21

6.3K 515 64
                                    

🍁🍁🍁

Suara langkah kaki yang bersautan menggema dikolidor rumah sakit, isak tangis pun ikut terdengar. Raut wajah panik dan sedih tertera jelas, penampilan yang cukup berantakan tak mereka pedulikan.

Lakah kaki mereka terhenti tepat di dekat kerumunan polisi. Nafas mereka tersenggal-senggal tak ingin diam sejenak untuk menormalkan nafas mereka justru langsung bertanya.

"A-Aska anak saya ... dimana dia?" Tanya seorang wanita paruh baya dengan air mata yang terus keluar bahkan tubuhnya nampak bergetar.

"Apa anda nyonya Dira?"

Wanita itu terdiam namun dalam matanya terpancar gurat amarah. "Saya bukan Dira, bukan ibu kandungnya. Tapi saya sudah menganggap Aska sebagai anak saya sendiri."

"Kalau begitu anda tidak berhak mengetahuinya, sudah aturan hanya keluarga dari korban yang tahu," ucap polisi itu.

"Pak, kami juga keluarganya! Saya mama nya." Pekik Lani, air matanya semakin banyak. Andra langsung memeluk sang ibu dan menenangkannya.

"Pak kami mohon beritahu kondisi Aska, dia masih hidup kan?" Mohon Andre yang sedang menggendong Lana yang juga menangis.

"Maaf kami tidak bisa memberi tahu kalian."

"Pak. Beritahu saja kami mereka tak akan peduli dengan Aska ..." ucap Gio.

"Iya pak, tolong kami benar-benar khawatir," timpal Arfan.

"Maaf tidak bisa, kalian bisa pergi dari sini."

Gala mengepalkan tanganya amarahnya benar-benar tersulut. Ia melangkah maju hendak memukul polisi tersebut namun polisi lainnya menghetikan Gala dengan memutar tangan Gala kebelakang.

"Ck. Kami hanya ingin tahu mengenai Aska, kami keluarganya juga," kesal Gala berusaha melepas diri dari kukungan polisi.

"Kami bisa saja menyeret keluar dari sini jika kalian membuat keributan."

Lani maju menarik Gala lalu membawanya kearah bangku yang sedikit jauh dari ruangan yang entah apalah itu.

"Kita tunggu saja, jika mereka benar-benar tak kesini untuk melihat Aska baru kita akan memaksa," ucap Lani. Yang lain mengikuti Lani dan Gala.

3 jam berlalu namun tak ada tanda-tanda akan datangnya keluarga Sandrika Aldira. Mereka benar-benar kesal, apa se-benci itu kah mereka dengan Aska sehingga tak mau datang?

Mereka mempertanyakan dimana hati nurani keluarga itu, tak adakah secuil saja rasa sayang untuk Aska. Aska itu darah daging mereka sendiri.

Tap tap tap

Semua menoleh, seorang gadis dengan rambut yang terurai berantakan berlari kearah mereka.

"Raya."

"A-Aska mana? Dia ga papa kan? Kenapa kalian disini?" Tanpa memberi jeda Raya bertanya, matanya sudah berkaca-kaca.

Lani berdiri lalu memeluk Raya erat, tangis keduanya pecah.  "Kita berdoa saja ya sayang," ucap Lani mengelus Rambut Raya.

Selang beberapa menit, lima orang pria berjas hitam datang. Mereka langsung menemui polisi-polisi yang berjaga diluar ruangan.

"Kami di perintah langsung oleh tuan Aldi untuk menjemput jasad tuan muda Aska."

"Kenapa tak beliau langsung? Baiklah ... kami tak yakin apa jasad didalam adalah jasad tuan Aska, karena tubuhnya hangus terbakar sulit bagi kami untuk menemukan identitasnya. Dokter otopsi sedang mengecek nya, mungkin 2 jam lagi akan selesai dan hasilnya akan keluar."

Cerita Aska✔endWhere stories live. Discover now