27. Nasib Buruk Shasha

Beginne am Anfang
                                    

"Pokoknya Bayu tuh baik banget orangnya, selalu nemenin, ngajarin, ngedukung gue. Katanya gue tuh sebenernya nggak lemot, cuma butuh waktu aja kalau mikir. Gue nggak tau sih itu kalimat pendukung atau ngejek dengan cara halus, tapi apapun itu kata-kata Bayu bisa bikin gue lebih baik."

Felix mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Shasha dengan seksama hingga tidak kehilangan satu katapun. Ia menikmati cerita dari seniornya ini.

"Jadi intinya lo belum move on?" tanya Felix.

Shasha mendecak. "Udah dibilangin belum sepenuhnya, berarti sebagian hati gue udah ikhlas kalau putus!" jawabnya jadi agak nyolot. "Lagian apa yang bisa gue harapin dari cowok yang udah punya pacar?"

Felix manggut-manggut. "Terus sekarang nggak ada orang yang lagi lo taksir gitu?"

Mendengar pertanyaan tersebut membuat Shasha mendadak senyum-senyum sambil memegangi pipinya. "Apasih Lix, kok lo tanya kayak gitu!"

Sebelah alis Felix terangkat, heran melihat respon Shasha. Aneh juga lihat Shasha mendadak salah tingkah begini. Di sisi lain kelihatan imut tapi di sisi lain rasanya Felix pengin nabok.

"Lihat respon lo kayak gini jawabannya pasti ada."

"Apasih Lix!"

"Kelas jam berapa, lo?"

"Jam satu."

"Tumben udah bangun."

"Kelaperan."

"Oh pantes. Yaudah gue balik kamar dulu."

"Hm." Shasha melambaikan tangan pada cowok itu karena dia sedang menyeruput mie.

Felix berjalan menuju kamar, meletakkan ponsel ke telinga.

"Puas, lo? Dasar kepo!"

**

Shasha membuka mata sambil tersenyum. Ia belum pernah merasakan tidur senyenyak ini sejak memilih jurnalistik sebagai konsenterasi jurusannya. Beberapa saat dia mengerjapkan mata memandang ke langit-langit. Hingga dia meraih ponsel di sebelah bantal dan melihat jam di layar, 13.05.

"SHIT! Gue ada kelas!"

Panik, Shasha melompat turun dari tempat tidur bergegas mengambil baju dan celana jins dalam lemari kemudian mengganti pakaian. Dengan cepat meraih tas di kursi meja belajar lantas berlari keluar kamar tanpa dandan atau sekedar menyisir rambut.

"CALVIIIIIN!" teriaknya sambil menuruni tangga.

"Ape?" balas Calvin yang baru keluar dari kamar, sudah memakai baju rumahan.

"Anterin gue ke kampus please. Udah telat nih gue!" pinta Shasha berlari mendekati. "Lo satu-satunya harapan gue, tolooooong!"

Calvin mendecak. "Yaudah gue ganti celana dulu," jawabnya tidak ikhlas.

Shasha menahan lengan cowok itu sambil tersenyum lebar. "Nggak usah ganti, celana lo cukup sopan buat jalan keluar kok."

"Panas cuy, males gue kalau harus gosong!"

"Ya elah, ke kampus doang cuma lima menit!"

Shasha menarik paksa cowok itu keluar, tapi Calvin menahan langkahnya.

"Apa lagi?" tanya Shasha frustrasi.

"Kunci motornya di kamar," balas Calvin menyentakkan tangan lepas dari genggaman cewek itu lantas mengambil kunci motornya ke kamar. "Ayo!" ajaknya setelah menutup pintu.

Sepanjang jalan punggung Calvin dipukul karena Shasha yang mau kebut-kebutan. Mau marah tapi tidak tega jika harus memarahi perempuan. Akhirnya cowok itu pasrah saja dan mengikuti apapun yang diinginkan Shasha.

Sesampainya di kampus, Shasha langsung turun dari motor sambil mengucapkan terima kasih lantas berlari masuk. Sialnya UM adalah kampus yang beesar dan bodohnya Shasha tidak mau diturunkan di depan fakultas. Jadilah dia memilih jalan pintas agar bisa cepat sampai.

Shasha berlari menyeberangi halaman dari gedung FDS ke FISIP, tapi dia tidak melihat di sana ada anak-anak semester satu sedang main bola sembarangan. Salah satu dari mereka menendang bola dengan kecang yang mengarah ke Shasha. Detik berikutnya bola tersebut berhasil menabrak Shasha yang sedang berlari hingga membuatnya terjatuh.

Beberapa saat Shasha masih sadar dan berusaha kembali berdiri, tapi di detik berikutnya gadis itu pingsan.

Nasib buruk seorang Shasha hari ini benar-benar tidak terduga.

"Heh pingsan woi!" pekik seseorang.

Mereka para mahasiswa yang bermain bola segera menghampiri Shasha.

"Gimana ini?" tanya cowok bersuara besar.

"Bawa ke klinik buruan!" saran salah satu dari mereka.

"Yaudah gue aja," ujar cowok tinggi di antara empat mahasiswa yang sedang bermain bola itu.

Pemuda itu mengangkat tubuh Shasha lalu membawanya ke klinik sementara temannya yang lain membuntuti. Salah satu dari mereka pergi ke kantin membeli makan dan teh panas.

"Permisi," ucap pemuda tinggi itu.

"Lho, Sena, ini kenapa?" tanya Mbak Ira, penjaga klinik yang terkejut membawa pemuda tinggi itu menggendong seorang gadis.

Pemuda itu bernama Sena.

Shasha meletakkan Shasha dengan hati-hati di brankar. "Mbak, tolong diperiksa, dia pingsan habis kelempar bola."

Mbak Ira bergegas mengecek keadaan Shasha.

"Nggak pa-pa kok," kata Mbak Ira santai.

"Beneran? Itu tadi kepalanya kena bola loh."

"Yaudah nanti ajak ke rumah sakit buat diperiksa lebih lanjut."

Sena menghela napas panjang memandang Shasha yang masih belum sadar. Melihat pemuda itu memandangi si gadis dengan seksama membuatnya tersenyum.

"Namanya Shasha, anak ilkom jurnal," kata Mbak Ira.

Sena seketika menoleh. "Ini mantannya Mas Bayu?" tanyanya.

"Kamu kenal Bayu?"

"Iya, kemarin sempet kerja bareng buat brand-nya anak fashion." Sena mengembalikan pandangan ke cewek itu.

" Sena mengembalikan pandangan ke cewek itu

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

P.s : Sena & Sonya belum kukasih visual, tapi mereka bakal muncul di special series :))

Terima kasih sudah mampir ke sini dan meninggalkan jejak :)

Muchlove,

Sidoarjo, 30 November 2020

-Icha-

Perfect HousematesWo Geschichten leben. Entdecke jetzt