07

145K 17.1K 3.3K
                                    

ʜᴀᴘᴘʏ ʀᴇᴀᴅɪɴɢ!
...

Pagi ini Ares berangkat sekolah seperti biasa. Pemuda itu berjalan dengan tingkat kewaspadaan tinggi, takut takut ada gadis gila yang muncul secara tiba-tiba seperti biasanya.

Bukan berharap, tetapi Ares cukup trauma pernah dikejutkan oleh gadis itu. Alhasil dengan tidak elite, tanpa sengaja Ares mengucapkan kata-kata yang sangat memalukan atau bisa dibilang latah.

Sejak saat itu Ares menjadi sedikit trauma dan waspada. Apa kata orang kalau ketua geng yang bringas ternyata latah? Memalukan sekali.

Ares mengembuskan napas lega saat sampai di kelasnya. Rupanya gadis itu tidak menghantuinya seperti hari-hari sebelumnya.

Apakah setelah keluar dari rumah sakit otak gadis itu menjadi waras? Ares berdecak kesal, merutuki pikirannya yang tanpa sengaja justru tertuju pada gadis itu.

Ares mendudukkan diri dengan tenang sambil memakai headset dan bermain game di ponselnya.

Lama kelamaan Ares jemu, karena sejak tadi ia masuk tak mendapati tanda-tanda para sahabatnya.

Pemuda itu memutuskan untuk membolos ke rooftop. Ia berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi lantaran bel masuk berbunyi tepat saat Ares keluar kelas tadi.

Di depan salah satu kelas, entah mengapa Ares sempat mengintip ke dalam lewat jendela.

Dapat ia lihat seorang guru tengah mengajar di depan. Namun, bukan itu fokusnya, melainkan seorang gadis yang tengah menelungkupkan kepala sambil memejamkan mata dengan bibir yang sedikit terbuka. Melihat itu Ares mendengkus geli.

Dasar konyol, batinnya menghujat. Setelah itu, ia kembali melanjutkan jalannya.

Sesampainya di rooftop, Ares membuka pintu. Tampak di sana sudah ada sahabat-sahabatnya, mereka membolos tanpa mengajak Ares?!

"Loh, Bos, kok baru dateng?" tanya Darren dengan wajah tanpa dosa.

"Kalian bolos nggak ngajak," ketus Ares, ikut mendudukkan diri di samping Arthur.

"Cek ponsel!" suruh Arthur tanpa ekspresi, membuat Ares mau tak mau mengikuti kata Arthur.

Puluhan pesan yang belum terbaca dari para sahabatnya tampak memenuhi beranda WhatsApp-nya. Isi pesan mereka tak lain adalah ajakan untuk membolos.

"Udah?" tanya Arthur. Ares hanya membalas dengan dehaman malas.

Jangan tanya dimana Rey, manusia itu tengah tertidur dengan tidak elite. Kaki dinaikan ke sandaran sofa dan kepala yang menjuntai ke bawah, tak lupa mulutnya yang terbuka lebar.

Ares merogoh sakunya dan mengeluarkan sebatang rokok kemudian menyalakannya dengan pematik. Pemuda itu mengembuskan asap tebal dari mulutnya sampai tertiup angin.

"Gimana hubungan lo sama Aurora, Bos?"

Pertanyaan tiba-tiba Darren membuat Ares menengok kearah pemuda manis itu, pun dengan Arthur. Dia sedikit kepo tentang hubungan kedua sahabatnya itu, ingat sedikit! Artinya tidak banyak.

Yang Arthur tahu, Ares paling tidak suka direcoki privasinya. Namun sejak kedatangan Aurora, Ares terlihat membiarkan gadis itu terus mengganggunya, tanpa respon tegas seperti, bermain fisik.

"Gue nggak ada apa apa sama tuh bocil," balas Ares tanpa beban.

Arthur menyipitkan mata tak percaya. "Yakin lo?"

Ares berdeham. "Lagian gue risih kalo dia ngikutin gue mulu kaya piyik."

Sontak Darren terkekeh. "Biasanya yang kaya gitu yang sering bikin kangen kalo udah nggak ada, Bos."

Secret Crazy Girl [Terbit]Where stories live. Discover now