02 - Perihal Makaroni

29 10 0
                                    

Lia membawa segelas hot chocolate miliknya ke balkon kamar. Udara malam yang cukup dingin ditambah hujan yang masih turun dengan derasnya sejak sore tadi. Lia duduk di ayunan kayu yang memang sengaja diletakkan disana. Menyeruput sedikit demi sedikit minuman coklat yang masih mengeluarkan uap panasnya.

Dia menatap lurus kedepan, mengingat-ingat apa yang ingin dia lakukan sebelum akhirnya terduduk disini. Lia kembali masuk ke kamarnya saat merasakan udara semakin dingin, terlebih saat ini dia hanya memakai kaos oversize dengan celana selutut sebagai bawahannya.

Meletakkan gelasnya diatas nakas, dia meraih remote televisi lalu mencari-cari channel yang tepat untuk malam ini. Hanya sebagai hiburan agar tidak sepi saja, sebenarnya Lia ingin mengerjakan tugas yang tadi pagi diberikan oleh gurunya.

Berpindah duduk di depan meja belajarnya. Lia menghidupkan laptop, dengan tangan yang sibuk membolak-balik buku catatan miliknya.

Jarum jam terus berputar hingga akhirnya tepat pukul setengah dua belas malam Lia selesai mengerjakan tugasnya. Dia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku lalu meminum coklat nya yang sudah dingin.

"Untung rambut gue gak sampai rontok."

Mengingat soal-soal tadi yang tidak bisa dibilang mudah. Lia bersyukur rambutnya tidak sampai rontok karena terlalu pusing memikirkan soal itu. Bisa gagal cita-cita nya sebagai duta shampo pantene.

Lia merebahkan tubuhnya di kasur. Tangannya bergerak lincah menjelajahi media sosial miliknya. Dia membaca pesan yang Lio kirimkan sejak tiga jam yang lalu.

Mandi pakai air hangat, jangan keramas! Nanti lo pusing.

Lia hanya membaca nya saja. Malas melayani tingkah over Lio yang berlebihan. Dia memang sempat kedinginan saat di kedai bakso sore tadi, tapi setelah memakan bakso nya yang rasa pedasnya diatas rata-rata. Lia tidak jadi kedinginan, dia malah berkeringat disaat cuaca sedang dingin-dinginnya.

Dia melempar ponselnya asal. Mengambil laptop nya yang menganggur lalu mencari-cari film nya yang sempat dia tonton sebelumnya.

Waktu sudah larut, namun mata nya seolah diberi perekat. Lia masih setia menonton sembari memakan cemilan yang dia simpan di bawah bantal. Mengabaikan ponsel nya yang berkedip-kedip sedari tadi.

🍰🍰🍰

Lio tersenyum kemenangan menatap Keenan yang misuh-misuh tak terima. Dia baru saja mengalahkan Keenan bermain catur di basecamp utama The Punisher. Hujan-hujan begini membuat Lio betah di basecamp bersama anak Punisher lainnya.

Setelah menghantarkan Lia sampai didepan rumahnya. Lio langsung tancap gas kesini, berkumpul bersama teman-temannya di basecamp. Lio berniat menginap malam ini, dia terlalu malas untuk mengendarai motornya disaat hujan turun dengan lebatnya.

"Sekali lagi, gue yakin kali ini gue yang menang!" Ucap Keenan menggebu

Lio memutar bola matanya malas. Sudah lebih dari tiga kali Keenan bicara seperti itu, dan mereka kembali mengulang permainannya dari awal tapi tetaplah Lio yang keluar menjadi pemenangnya.

Lio melempar bekas kaleng soda ke wajah sahabatnya itu dengan kesal. "Udah lebih dari tiga kali ngulang, dan lo masih tetep kalah, Keenan!"

Keenan menggaruk kepala nya yang tidak gatal. Dia merasa Lio bukanlah tandingannya. "Makaroni! Sini lo lawan gue." Panggil Keenan pada satu temannya.

"Siapa makaroni?" Tanya Lio heran. Keberadaan otak Keenan memang perlu dipertanyakan.

Keenan menoleh sekilas. Lalu kembali berteriak, "Woi ah, budek banget emang si Dion!"

Dion yang sedang bermain uno pun menoleh. Dia menatap malas Keenan, "Nama gue Dion! Bukan makaroni!" Ralat nya kesal.

Keenan berdecak. "Dion itu merk makaroni. Jadi sama aja!" See, Keenan memang tidak ada otaknya.

Merasa Dion tak menggubris ucapan nya. Dia menoleh, mencari-cari keberadaan Liam

"Nyam-nyam, ayo main catur! Si bos mah bukan tandingan gue!" Teriakan Keenan memenuhi ruangan itu.

Tak mendapatkan sahutan, mungkin Liam sudah tertidur didepan layar play station nya. Keenan tak menyerah, dia kembali berteriak layaknya anak ayam yang kehilangan induknya.

Lio memutar bola matanya jengah, dia membuka ponselnya berharap suara Keenan hilang dari pendengarannya. Cowok itu mengerutkan dahi nya, pesan yang dia kirimkan untuk Lia dari tiga jam yang lalu sudah dibaca, namun tak mendapatkan balasan.

Lio mendengus saat telepon nya berkali-kali tidak diangkat. Dia yakin, gadis itu belum tidur. Melainkan maraton film hingga subuh menjelang. Cowok itu membiarkan nya, tetapi lihat saja besok kalau sampai gadis itu telat, Lio tak mau membantu nya menyusup lewat pintu belakang sekolah.


🍉🍒🍉🍒

Unexpected LoveWhere stories live. Discover now